NovelToon NovelToon
KIN, DENDAM HARUS TERBALASKAN

KIN, DENDAM HARUS TERBALASKAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Fantasi / Misteri / Horror Thriller-Horror / Hantu
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Tsaniova

Melati dan Kemuning tak pernah melakukan kesalahan, tapi kenapa mereka yang harus menanggung karma perbuatan dari orang tuanya?

Sampai kapan dan bagaimana cara mereka lepas dari kutukan yang pernah Kin ucapkan?


Assalamualaikum, cerita ini murni karangan author, nama, tempat dan kejadian semua hanya kebetulan semata. Selamat membaca.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tsaniova, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kenapa Mbok? Mbok Sudah Janji Akan Tetap Sama Kami!

"Caranya?" tanya Melati, mengernyitkan kening, dia benar-benar tidak tau bagaimana harus meminta maaf pada keluarga Kin.

"Ya, kita ke makamnya," jawab Seno.

"Sayangnya, aku nggak pernah tau makamnya dimana," kata Melati, lirih terdengar lesu.

"Coba tanya si mbok," usul Seno dan Melati pun bangun dari duduk, dia keluar dari kamar dan mencari si mbok yang sedang menemani Kemuning di ruang tengah.

"Mbok, kebetulan. Ada yang mau Melati tanyakan," kata Melati dan si mbok mengangguk, entah kenapa belakangan ini si mbok tak pernah tersenyum, wajahnya pucat seperti orang kedinginan.

"Di luar saja mbok," ajak Melati, si mbok menjawab dengan mengangguk, mereka pun keluar, duduk di teras.

Tanpa basa-basi lagi, Melati bertanya, "Mbok tau dimana makam Kin?"

"Tau," jawab si mbok.

"Dimana, Mbok?" Melati tak sabar lagi menunggu jawaban si mbok.

Si mbok tersenyum tipis, dia membuka mulut untuk menjawab, tapi baru saja menjawab "Di" sudah ada yang datang mengganggu.

Dia adalah salah satu penduduk warga yang datang dengan tergopoh, wajahnya panik, membawa kabar buruk. Pria berpakaian santai itu berdiri di depan pagar rumah Melati, tak berani masuk ke rumah yang katanya angker itu.

"Melati!" panggilnya.

Seketika, Melati menoleh, pria berusia empat puluhan itu meminta Melati untuk menghampirinya. "Sini!"

"Sebentar ya, Mbok. Melati ke sana dulu," kata Melati dengan sedikit menoleh ke arah kursi sebelahnya, lalu turun untuk menghampiri pria tersebut.

"Ada apa, Kang?" tanya Melati.

"Mbok Sum, kami menemukan Mbok Sum, dia di tepi sungai, di semak-semak!" jawabnya dengan nada paniknya.

Melati menatapnya heran, wong barusan dia sama si mbok, kok. Masa sekarang tiba-tiba ada di tepi sungai! Melati pun memarahinya, "Kang, nggak usah ngarang cerita, jelas-jelas si mbok lagi duduk di teras!" tangan Melati menunjuk ke arah kursi yang sekarang sudah kosong, tak terlihat lagi si mbok di sana.

Pria itu malah bergidik, jelas-jelas saat dia mencari rumput, dia melihat si mbok yang sudah membiru.

"Kalau kamu nggak percaya sebaiknya ikut saya, saya juga mau kumpulin warga!"

Bukannya menjawab, justru Melati berbalik badan, dia masih percaya pada dirinya sendiri kalau si mbok ada di rumah bersamanya.

"Mbok!" teriak Melati saat masuk ke rumah, dia mengelilingi seluruh ruangan rumah itu tapi tak menemukan yang dicari.

Kemuning dan Seno yang mendengar suara teriakan Melati pun segera mencari keberadaannya. "Ada apa, Mel?" tanya Seno.

Belum sempat menjawab pertanyaan itu suara kentongan dari luar rumah sudah berbunyi berisik, mengumpulkan warga.

"Ada apa ini?" tanya Seno seraya keluar, menuju ke pintu utama.

"Siang-siang masa ada orang mukul kentongan, apa ada kebakaran?" tanyanya lagi, Seno pun segera menghampiri warga, sementara Melati dan Kemuning berdiri di depan pintu utama.

"Ada apa ini, Pak?"

"Memangnya, Melati nggak bilang?" jawabnya.

"Bilang apa?" Seno heran, dia pun menoleh, menatap Melati dan Kemuning yang terdiam.

"Kami menemukan si mbok di tepi sungai, badannya udah biru, hampir di semutin juga!"

"Apa?" Seno terkejut mendengar jawabannya, lalu dia pun ikut bersama warga menuju ke lokasi dimana si mbok berada.

Singkat cerita, semua orang sudah berada di tepi jalan di mana si mbok terperosok. Mereka semua turun, menuruni jalan setapak yang menuju ke bawah.

Semua orang terkejut bukan main, apalagi Seno. Dia pun memutar ingatannya ke belakang, dimana melihat Melati bicara sendiri, ternyata si mbok belum ikhlas meninggalkan anak-anak asuhnya.

Sekarang, beberapa warga mulai membantu Seno untuk membawa si mbok pulang dengan menandunya menggunakan bambu dan kain sarung seadanya. Tubuh si mbok yang sudah kaku ditutup dengan kain putih. Beberapa ibu-ibu ada yang menangis lirih, ada juga yang mulai bergosip kalau keluarga Melati mulai habis satu persatu.

Mereka berjalan pelan, mengiringi si mbok pulang ke rumah untuk terakhir kalinya. Suasana hening, diiringi suara serangga dan langkah kaki yang terdengar.

Sampai di rumah, semua orang menghentikan langkah di depan pagar, Seno menatap Melati yang wajahnya pucat, berdiri di depan pintu menunggu kepulangan mereka.

"Ayo, Pak, Kang. Bawa si mbok ke rumah," pinta Seno dan warga saling menatap, seolah melempar tugas.

"Kamu saja yang bawa si mbok masuk!"

"Kamu saja! Aku nggak berani masuk!"

Ya, begitulah suara mereka saat tak mau memasuki rumah Melati.

"Pak, Kang. Untuk kali ini saja, saya mohon!" Seno menatap bapak-bapak di depannya dengan tatapan memohon, tak pernah seperti ini, Seno yang begajulan, berandalan itu sampai memohon empati warga.

"Kali ini saja, saya mohon!" Seno mengulangi dan hanya ada beberapa orang yang berani mengurus si mbok, ini pun karena terpaksa.

Sementara itu, Ibu Seno yang berdiri di paling belakang itu menatap nanar sang putra, pandangan mata mereka akhirnya bertemu. Seno pun memberanikan diri untuk mendekat. "Pulang, Seno! Sebelum terlambat!"

"Terlambat apanya, Bu? Ibu liat kan? Seno baik-baik aja, nggak ada yang an...eh di sini," jawab Seno terdengar lirih di ujung kalimat, dia baru saja berbohong pada ibunya, padahal dia sendiri sering melihat keanehan di dalam rumah besar itu.

"Nggak usah bohong kamu!" sungut ibunya, lalu Ayah Seno pun mengajak sang istri pulang, meninggalkan putranya yang tak mau mendengarkan ucapan mereka.

"Biar saja, Bu. Kalau dia belum kena batunya nggak akan ngerti!" timpal sang ayah seraya berlalu bersamaan dengan warga yang lain.

Tak banyak yang membantu mengurus jenazah Mbok Sum, hanya beberapa orang saja yang memiliki hati tulus, memberanikan diri dan meminta pertolongan Tuhan supaya tidak tertular sial karena sudah dekat-dekat dengan keluarga Melati.

Melati yang masih syok itu tak berhenti memandangi si mbok yang sudah siap dikebumikan. "Kenapa harus ada yang pergi lagi?" tanyanya dan pertanyaan itu terdengar rintihan, sangat memilukan.

Seno yang sudah bersiap mengantarkan si mbok untuk dishalati itu tak henti memikirkan pesan terakhirnya, pesan yang seolah menempel di kepalanya: menjaga Melati.

Keranda pun akhirnya diangkat warga, beriringan menuju pemakaman. Dari depan pintu utama, Melati berdiri kaku, jemarinya mencengkram gagang pintu seolah ada kekuatan yang menahan. Air matanya jatuh tanpa bisa ia cegah.

Tak kuat berdiri, tubuhnya ambruk di ambang pintu, sementara Kemuning yang hanya bertumpu pada satu kaki berdiri di belakangnya dengan wajah tertunduk.

Di antara pandangan kabur karena air mata, Melati seperti menangkap sesuatu di ujung gerbang. Sosok renta yang begitu dia kenal. Si mbok. Berdiri tegak, tersenyum tipis sambil mengangkat tangan, melambai pelan. Senyum itu menenangkan, tapi sekaligus mengiris hatinya.

“Si mbok?” suara Melati nyaris tak terdengar.

Sekejap kemudian, sosok itu kabur, seperti kabut yang tersapu angin. Hanya menyisakan gerbang kosong dan rombongan yang kian jauh membawa keranda.

“Mboooookk!!” teriak Melati, kali ini pecah dan menggema.

“Mbak, sudah. Jangan begitu. Nanti si mbok berat buat pergi, kasihan dia,” bisik Kemuning, suaranya gemetar namun berusaha tegar.

Melati hanya menggeleng keras, dadanya sesak oleh kehilangan.

Mereka berdua tak ikut mengiringi hingga ke pemakaman. Bukan hanya karena adat yang menahan perempuan untuk turun sampai ke liang lahat, tapi juga karena keadaan mereka sendiri. Melati dengan kaki pincangnya, dan Kemuning yang hanya punya satu kaki. Keduanya sadar, langkah mereka hanya akan memperlambat rombongan.

Maka dari ambang pintu itulah, dengan tangis yang pecah-pecah, mereka melepaskan kepergian si mbok untuk selamanya.

Semoga tenang di alam sana, Mbok. Terima kasih atas baktimu, kasih sayangmu untuk Melati dan Kemuning, Tuhan yang akan membalas kebaikan si mbok.

___________

Hallo pembaca Melati dan Kemuning. Author minta dukungannya, nih. Dukungan berupa like, komentar dan subscribe cerita ini, biar apa? Biar author semangat updatenya.

Sampai jumpa di episode selanjutnya. 😇😇

1
Rhina sri
apa melati bisa mematahkan kutukan itu
Rhina sri
semua org menjauhi melati sm kemuning
Rhina sri
kasian melati yg jadi karma dari bapaknya
Rhina sri
apa yg dilu drajat lakukan sm kinan kena sm melati🥺
Queen Alma: 🤧🤧🤧🤧🤧🤧
total 1 replies
Rhina sri
kesalahan drajat di masa lalu membuat anak anaknya gk tenang di hantui dgn dendam
Queen Alma: Semoga ada cara buat Melati sama Kemuning lepas dari kutukan Kin
total 1 replies
Rhina sri
walau si drajat udah meninggal kinan masih bls dendam tuk meneror anaknya
Queen Alma: Sakit hatinya masih belum reda ka 🥺🥺
total 1 replies
Rhina sri
makin seru ceritanya aku suka
Queen Alma: Terimakasih 😍🥰🥰
total 1 replies
Rhina sri
kin harus balas dendam lagi gk seru dong kalo harus di musnahkan sm dukun😂
Queen Alma: kutukan itu bakal tetep ada walau Kin udah nggak ada, udh jadi karma turun temurun 😩🥺
total 1 replies
Rhina sri
makin seru ceritanya.. buka ajah kalung jimatnya biar kin yg ngejar ngejar si drajat
Rhina sri
astagfiruloh tega banget semua org.. udah saatnya kinan balas dendam
Rhina sri
bagus ceritanya
Rhina sri
kasian kinan hamil dari laki laki bejat😭
Queen Alma: 🥺🥺🥺🥺🥺
sedih bgt yaaa
total 1 replies
ㅤㅤ
kasihan karsih, tega baget si drajat..
Queen Alma: bukan manusia emang si Drajat 😌
total 1 replies
ㅤㅤ
kin blum musnah kan, biar bsa balas dendam lgi.. 🤭
Queen Alma: heheee belum ko,
total 1 replies
ㅤㅤ
tadi prasaan hamil muda kok udh mau lahiran thor..
Queen Alma: kayanya dipersingkat deh 🤭✌
total 1 replies
ㅤㅤ
tega banget orang² kampung, kasihan Kin dan emak.ny.. 😢
Queen Alma: 🤧🤧🤧🤧🤧🤧
total 1 replies
ㅤㅤ
jahat banget si Drajat, mana memanfaatkan anak kecil lagi..😒
Queen Alma: jelmaan dia mah bukan manusia 😌😌
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!