NovelToon NovelToon
Kumpulan Kisah Misteri

Kumpulan Kisah Misteri

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Spiritual / Rumahhantu / Horror Thriller-Horror / Matabatin / Roh Supernatural
Popularitas:5.7k
Nilai: 5
Nama Author: iqbal nasution

Kumpulan kisah misteri menceritakan tentang cerita legenda misteri dan horor yang terjadi di seluruh negeri berdasarkan cerita rakyat. Dalam kisah ini akan di ceritakan kejadian-kejadian mistis yang pernah terjadi di berbagai wilayah yang konon mwnjadi legenda di seluruh negeri bahkan banyak yang meyakini kisah ini benar-benar terjadi dan sebagian kisah masih menyimpan kutukan sampai sekarang, Di rangkai dalam kisah yang menyeramkan membuat para pembaca seperti merasakan petualangan horor yang menegangkan,

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iqbal nasution, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

3f. Burong Pocut Siti

Sejak malam setelah hukuman rajam itu, kediaman Uleebalang Ikhsan tak pernah benar-benar tenang. Angin malam terasa dingin menusuk, pintu-pintu berderak sendiri, dan suara tangisan perempuan terdengar samar di lorong-lorong rumah.

Dayang-dayang sering terbangun tengah malam, mendengar suara lirih memanggil:

“Ayah… ibu… mengapa tega membunuhku…?”

Banyak yang yakin, itu adalah suara arwah Pocut Siti.

Kejadian aneh makin sering terjadi. Kain-kain putih milik Pocut Siti tiba-tiba tergantung di halaman meski sudah dibakar, bayangan perempuan berambut panjang sering terlihat di tepi sumur, dan aroma harum bunga melati—aroma kesukaan Pocut Siti—menyebar setiap menjelang subuh.

Orang-orang kampung mulai berbisik: “Ruh Pocut Siti belum tenang… ia mati dalam keadaan dizalimi.”

Uleebalang Ikhsan sendiri tak luput dari teror. Tubuhnya melemah, wajahnya pucat, dan ia sering terbangun dengan keringat dingin. Dalam tidurnya, Pocut Siti kerap hadir, wajahnya penuh darah, namun matanya sendu.

“Ayah… aku bukan pembawa aib. Aku hanya ingin mencinta. Mengapa kau tak melindungiku?”

Uleebalang Ikhsan menjerit, namun setiap kali ia terbangun, tubuhnya semakin sakit-sakitan. Hatinya digerogoti penyesalan, namun nasi telah menjadi bubur.

“Ya Allah…” rintihnya, “ampuni aku… aku telah membunuh darah dagingku sendiri.”

Sejak itu, kisah Pocut Siti menyebar dari mulut ke mulut. Orang-orang percaya, arwahnya menjadi penunggu di tanah itu, khususnya di kebun pala dan tepi sungai tempat ia sering bertemu Helmi.

Ada yang bilang, setiap malam bulan purnama, Pocut Siti tampak berdiri di bawah pohon besar, mengenakan kebaya putih berlumur darah, wajahnya sendu memanggil-manggil nama Helmi.

Keluarga Uleebalang Ikhsan hidup dalam ketakutan, dihantui rasa bersalah dan dosa besar yang tak bisa ditebus dengan apa pun.

*****

Malam itu kampung terbungkus sunyi. Angin berhenti bertiup, seolah alam menahan napas. Di rumah panggungnya, Zupri terlelap setelah seharian bekerja. Namun tidurnya gelisah. Ia bermimpi terjebak dalam lubang tanah, dilempari batu seperti yang pernah ia lakukan pada Pocut Siti.

Tiba-tiba ia terbangun. Nafasnya tersengal. Suara lirih terdengar dari luar jendela:

“Zuprii… Zupri…”

Suara itu lembut, tapi membuat darahnya membeku. Zupri meraih parang di sampingnya, lalu menatap ke luar. Di bawah cahaya bulan, tampak sesosok perempuan berdiri dengan kebaya putih compang-camping, wajahnya pucat, penuh darah, rambut panjang menutupi sebagian muka.

Itu Pocut Siti.

“Tidak… tidak mungkin…” gumam Zupri mundur.

Namun sosok itu melayang mendekat, tidak menginjak tanah, matanya merah menyala.

“Aku datang… menjemputmu, Zupri…”

Suara Pocut Siti menggema, berat dan mengerikan. Lampu minyak tiba-tiba padam. Gelap gulita menelan ruangan, hanya menyisakan bau busuk bercampur wangi melati.

Zupri menjerit, mengayunkan parang membabi buta. Tapi setiap ayunannya hanya mengenai udara. Tiba-tiba, rambut Pocut Siti yang panjang melilit lehernya. Tarikan kuat menyeret tubuh Zupri hingga terhempas ke dinding.

Jeritannya memecah malam.

Dari kegelapan, muncul tangan-tangan pucat dingin, mencengkeram tubuh Zupri. Batu-batu yang dulu ia lemparkan seakan muncul kembali dari tanah, menghantam wajah dan tubuhnya sendiri.

“Rasakan… sakit yang kau berikan padaku!” suara Pocut Siti menggema, bercampur tangisan dan tawa menyeramkan.

Zupri menjerit hingga suaranya parau, matanya terbelalak sebelum akhirnya tubuhnya terhuyung ke lantai. Darah segar mengalir dari mulut dan kepalanya.

Ketika warga menemukannya pagi harinya, tubuh Zupri sudah membiru, wajahnya hancur seolah dihantam batu-batu tajam, sementara di dinding rumahnya tergores tulisan dengan darah:

“Darahku dibalas dengan darahmu.”

Arwah Pocut Siti resmi menabur dendam. Dan Zupri hanyalah korban pertama.

*****

Beberapa pekan setelah teror menguasai istana, kabar menyebar di pasar: seorang pedagang asing kembali datang dengan gerobak penuh kain dan perhiasan. Wajahnya tampan, kulitnya sawo matang—orang-orang langsung mengenalinya sebagai Helmi.

Ia berjalan dengan tenang, menyapa para pembeli seperti biasa. Tidak ada yang tahu, bahwa langkah-langkahnya kini diikuti oleh bayangan kelam, bayangan seorang perempuan yang pernah ia cintai, sekaligus ia tinggalkan.

Malam itu, Helmi beristirahat di penginapan desa. Ia tertidur pulas setelah seharian berdagang. Namun di tengah malam, ia bermimpi terjebak di sebuah lubang tanah, tubuhnya terkunci, dan batu-batu menghantam wajahnya.

Di atas lubang itu, Pocut Siti berdiri dalam kebaya putih berlumuran darah, tersenyum dengan mata merah menyala.

“Wandi… mengapa kau tinggalkan aku? Mengapa biarkan aku mati sendirian?”

Helmi terbangun dengan jeritan, keringat dingin membasahi tubuhnya. Tapi dari sudut kamar, samar terdengar suara tangisan lirih… seperti tangisan perempuan.

Keesokan malam, teror semakin kuat. Saat ia mencoba tidur, suara tangisan berubah menjadi jeritan panjang, melengking dan menusuk telinga.

Kadang suara itu berganti dengan tawa mengerikan, tawa perempuan yang bercampur tangis. Kain-kain dagangannya bergoyang sendiri, seakan ada tangan tak terlihat yang menyentuhnya.

“Helmiii… aku datang…” suara itu menggema, kadang dari jendela, kadang dari bawah ranjang.

Helmi menutup telinganya, tubuhnya gemetar. “Siapa di sana?! Pergi! Jangan ganggu aku!” teriaknya panik.

Namun ketika ia menoleh ke cermin, bayangan Pocut Siti tampak jelas di belakangnya, berdiri dengan rambut panjang menutupi wajah, darah menetes dari bibirnya.

Sejak malam-malam itu, Helmi tak lagi bisa tidur dengan tenang. Setiap kali memejamkan mata, ia mendengar bisikan:

“Anak ini… adalah milikmu. Tapi aku mati karena cintamu. Kini giliranmu yang harus menebusnya…”

Teror itu semakin lama semakin nyata. Tangisan menjadi jeritan, jeritan menjadi tawa, dan tawa itu akhirnya menggiring Helmi pada kenyataan pahit: ia sedang diincar oleh arwah Pocut Siti.

****(

Malam itu, langit Aceh Besar gelap gulita tanpa bintang. Helmi duduk sendirian di dalam penginapan, tubuhnya gemetar. Ia sudah berminggu-minggu dihantui mimpi buruk, suara tangisan, dan tawa menyeramkan.

Namun kali ini berbeda. Suasana kamar begitu dingin, bahkan napasnya keluar seperti asap. Lampu minyak padam tiba-tiba. Hening mencekam.

Dari sudut ruangan, terdengar suara langkah perlahan. Tok… tok… tok…

“Helmi…” suara lirih itu memanggil. Suara Pocut Siti.

Helmi berdiri, matanya liar mencari sumber suara. “Siti… maafkan aku… aku tidak bermaksud meninggalkanmu…”

Tiba-tiba, dari cermin kamar, Pocut Siti muncul: wajah pucat berlumuran darah, bola mata hitam pekat, mulutnya terkoyak hingga senyum menyeramkan membelah wajahnya.

Helmi menjerit, tapi suaranya terkunci. Dari cermin, Pocut Siti meraih keluar tangannya—dingin, pucat, penuh darah—dan mencekik lehernya.

“Janji manismu hanya kebohongan, Helmi…” bisik arwah itu. “Kau biarkan aku mati. Kini kau ikut mati bersamaku!”

Rambut Pocut Siti melilit tubuh Helmi seperti ular. Ia diseret ke lantai, dadanya ditekan hingga terdengar tulangnya patah. Batu-batu dari mimpi buruknya muncul satu per satu, menghantam wajah dan tubuhnya.

Darah muncrat, tulang retak, jeritan Helmi mengoyak malam.

Puncaknya, Pocut Siti menancapkan jarinya yang panjang ke dada Helmi. Ia merogoh jantungnya, lalu mencabutnya keluar sambil tersenyum bengis.

Tubuh Helmi terkapar, matanya melotot dengan wajah hancur tak berbentuk. Dinding kamar penuh coretan darah, membentuk satu kalimat mengerikan:

“Cinta yang dikhianati akan menuntut darah.”

Keesokan paginya, warga menemukan jasad Helmi di kamarnya. Tidak ada seorang pun berani mendekat terlalu lama. Konon, wajahnya tetap menyimpan ekspresi ketakutan abadi.

Sejak itu, orang-orang percaya, arwah Pocut Siti bukan hanya mencari pembalasan, tapi juga ingin semua orang tahu: ia mati dalam cinta dan dendam.

*****

1
☕︎⃝❥🌑Mengare(—_—)⧗⃟ᷢʷ
Malam horor, saat banyak-banyak doa
dilafnp
nikmatin aja, dulu kan kamu mau nikahin berarti cintakan.. 😅
dilafnp
kelakuan lo lebih setan dari setan 😤
Jji Lju
lu gabakal mati sama si cewek itu, tapi mati karna aslam
Jji Lju
meski template, gw ga tau kenapa plot yg ini kerasa seru
Jji Lju
gibran jadi villain😂
Jji Lju
orang minta yg gede, lu gapeduli. anti mainstream
Jji Lju
pake lampu kuning lah
Jji Lju
y mak
Wida_Ast Jcy
jadi ceritanya dia itu manusia jg ya Thor. alasan arwah dia tak tenang kenapa thor
Wida_Ast Jcy
oala.... kamu tuh merengkel betul ya. gk bisa dibilangi
Mingyu gf😘
Merinding😭🙏
Mingyu gf😘
benar bulu bulu kuduk ku merinding nih😭
Mingyu gf😘
ngeri juga ya😭
Mingyu gf😘
nah mampus lo
Xia Ni Si☀
Pantes jadi arwah gentayangan😗 Dia cuma wanita yang ingin mendapatkan kasih sayang, tapi karena datang sebagai istri penjajah jadi kena imbasnya😔
ginevra
tapi kalau menikah nggak cukup cinta sih .. harus sekufu
Chimpanzini Banananini
serem bangett/Toasted//Toasted/
Hanik Andayani
hayoloh Gibran, ngat nyawa gibran😄
Hanik Andayani
astaghfirullah arwah halimah jadi tidak tenang, aku baca ini aku sempetin siang hari klo mlm bikin takut 😄
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!