NovelToon NovelToon
Not Everyday

Not Everyday

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Dijodohkan Orang Tua / Romansa / Obsesi / Keluarga / Konflik etika
Popularitas:944
Nilai: 5
Nama Author: Gledekzz

Hidup Alya berubah total sejak orang tuanya menjodohkan dia dengan Darly, seorang CEO muda yang hobi pamer. Semua terasa kaku, sampai Adrian muncul dengan motor reotnya, bikin Alya tertawa di saat tidak terduga. Cinta terkadang tidak datang dari yang sempurna, tapi dari yang bikin hari lo tidak biasa.

Itulah Novel ini di judulkan "Not Everyday", karena tidak semua yang kita sangka itu sama yang kita inginkan, terkadang yang kita tidak pikirkan, hal itu yang menjadi pilihan terbaik untuk kita.

next bab👉

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gledekzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bukan sekedar teman receh

Mobil akhirnya Gue berhentiin di pinggir jalan yang lumayan rame sama lampu neon dan asap gorengan. Adrian yang dari tadi sok jaim, ujung-ujungnya ngajak makan di warung kaki lima.

Katanya, "Nasi goreng gerobak pinggir jalan tuh obat paling mujarab buat ngusir capek." Gue cuma geleng-geleng, tapi Gue nggak bisa nolak. Ada sesuatu di dirinya yang buat Gue nurut.

Kami duduk di meja kayu panjang dengan bangku plastik warna biru yang udah banyak goresannya. Bau bawang putih tumis langsung nyambut hidung Gue.

Adrian senyum lebar kayak biasa. Senyum itu selalu berhasil buat Gue nggak sadar kalau waktu bareng dia bisa lewat secepat ini.

"Lo jangan pesen yang aneh-aneh," Gue ngomong, nyoba tegas.

Adrian ngakak. "Santai aja, Gue udah tau selera lo. Nggak jauh-jauh dari yang manis, ya kan?"

Gue langsung nyulut tatapan. "Apaan sih."

Dia malah tambah ngakak, sampai nyerutuk minta teh dingin ke abang jualan. Tapi dari tadi, mata Gue nggak bisa bohong. Ada sesuatu di wajahnya. Dia keliatan pucat, agak keringetan meski udara malam lumayan adem.

"Lo nggak apa-apa, kan?" Gue tanya pelan.

Dia langsung noleh, senyumnya masih nempel. "Nggak apa-apalah. Gue kan strong." jawabannya standar. Nggak buat Gue yakin sama sekali.

Pesanan kami datang. Dua piring nasi goreng dengan potongan telor ceplok di atasnya. Adrian langsung nyendok besar-besar, kayak orang kelaparan.

Gue ngikut, tapi mata Gue sering kearahnya. Dari dekat, garis rahangnya makin tegang.

Di sela-sela obrolan, dia cerita tadi ada temannya jatuh dari tangga proyek cuma gara-gara ngejar recehan lima ratus perak.

Gue nyadar, tangannya sempat tremor halus pas suap nasi. Gue nggak bisa pura-pura nggak liat.

"Serius, lo sakit ya?" Gue desak.

Dia berhenti sebentar, terus nyengir lagi. "Bukan sakit. Cuman badan lagi protes dikit. Kayak lo kalau ketinggalan make up."

Gue mendengus. "Bedalah."

Tapi sebelum Gue bisa ngomel lebih jauh, Adrian tiba-tiba berenti nyuap. Wajahnya nunduk, napasnya berat, dan pelan-pelan kepalanya nyender ke meja kayu.

"Lo kenapa?" Gue spontan panik, kursi Gue langsung geser keras kebelakang. Gue refleks pegang tangannya. Astaga... panas banget. Bener-bener nggak wajar.

Gue buru-buru tempel telapak tangan Gue ke keningnya. Sama panasnya. "Lo demam tinggi! Kenapa nggak ngomong dari tadi sih?!"

Adrian masih sempet nyengir samar, bibirnya pucat. "Tenang aja... bentar lagi juga reda."

"Reda apaan?! Lo bisa pingsan di sini tau nggak!" Gue nyaris teriak.

"Eh, tapi kalo Gue pingsan di depan lo, ada kemungkinan lo bakal gendong Gue ke rumah sakit nggak? Tapi romantis juga, kan?" dia malah berusaha bercanda.

"Jangan bercanda dulu!" Gue marah, tapi suara Gue pecah karena cemas.

"Ayo, kita kerumah sakit. Sekarang!" tanpa mikir panjang, Gue langsung berdiri dan narik lengannya buat bangun.

Dia berusaha nahan, kakinya gemetar. "Nggak usah.... mahal. Lagian juga kartu BPJS Gue tinggal di rumah."

Gue nggak peduli. "Diam lo! Gue nggak peduli kartu lo, yang Gue peduliin lo jangan pingsan!"

Baru aja Gue ngomong gitu, Adrian tiba-tiba goyah. Badannya jatuh ke arah Gue. Gue kaget, buru-buru nyangga bahunya biar nggak kebanting ke lantai.

"Adrian!" jantung Gue hampir copot. napasnya terdengar berat, matanya setengah merem.

Orang-orang sekitar mulai ngeliatin. Ada yang berbisik-bisik, ada juga yang mau nolong, " Biar Gue aja yang bawa." Gue langsung cegah.

Dengan segala tenaga, Gue tuntun Adrian keluar warung. Badannya berat banget, tapi Gue nggak peduli. Gue seret dia ke mobil. Keringat Gue ngucur, bukan cuma karena capek, tapi juga panik.

Begitu sampai, Gue buka pintu penumpang dan dorong dia masuk. Kepalanya jatuh ke sandaran kursi, tapi setengah linglung. "Lo..." bibirnya sempat bergerak.

"Diam. Lo jangan banyak ngomong. Simpan tenaga lo."

Air mata Gue nyaris jatuh. "Jangan bercanda lagi!"

Jalanan malam ini terasa panjang banget. Lampu merah Gue terobos, klakson mobil lain nggak Gue dengerin. Pikiran Gue cuma satu, nyelametin Adrian. Gue nggak ngerti, kenapa hati Gue segelisah ini, tapi jelas rasa takut ini nyata. Gue nggak mau kehilangan dia.

Begitu sampai rumah sakit, Gue langsung parkir sembarangan dan teriak panggil perawat. Mereka buru-buru datang, gotong Adrian masuk pakek kursi roda. Gue ikut sambil terus megang tangannya. Panasnya masih kerasa, buat hati Gue makin ciut.

Di depan ruang IGD, perawat minta Gue nunggu di luar. Gue sempet nggak mau ngelepasin, tapi akhirnya tangan Adrian yang juga ngegenggam lemah. "Tenang, Gue nggak apa-apa... jangan nangis." dia masih sempat ngomong walaupun terdengar sangat lemah.

Gue diem, bibir Gue gemetar. Dia masih bisa bercanda bahkan di situasi kayak gini.

Pintu ruang IGD nutup, dan Gue berdiri di lorong rumah sakit sendirian. Dada Gue naik turun, tangan Gue masih gemetar. Malam ini Gue benar-benar sadar, apa pun yang Gue rasain ke Adrian udah nggak bisa Gue bohongi lagi.

Dia bukan sekedar temen receh yang selalu buat Gue ketawa, bukan sekadar lelaki serabutan yang keliatan nggak jelas. Dia lebih dari itu. Dan detik itu juga, Gue tau… Gue nggak bisa ngelepasin dia.

Gue bolak-balik lorong rumah sakit dengan napas nggak beraturan. Rasanya mustahil ninggalin Adrian sendirian di sini. Dia nggak punya siapa-siapa di sekitar, dan Gue… Gue bahkan nggak tau nomor keluarganya, apalagi alamat rumahnya.

Sambil duduk di kursi tunggu, Gue pegang ponsel. Jemari Gue gemetar waktu ngetik pesan buat Mama. Gue nggak mungkin ngomong yang sebenarnya.

"Ma... malam ini aku nginep di hotel dulu ya. Lagi bosen banget di rumah, butuh refreshing. Sekalian cari inspirasi makanan dan minuman buat kerja sama, sama perusahaan bahan makanan itu. Aku harus tau dulu sebelum mulai ngerjain. Jangan khawatir."

Pesan terkirim. Gue taro ponsel di pangkuan. Gue nggak peduli Mama bales atau enggak. Gue cuma tau, malam ini Gue harus ada di sini, di samping Adrian.

Pintu ruang tindakan masih ketutup rapat. Gue duduk membeku, tatapan Gue nggak lepas dari lampu indikator di atas pintu yang terus menyala merah.

Kepala Gue penuh pertanyaan. Kenapa dia nggak cerita kalo lagi sakit? Kenapa dia harus maksa diri, pura-pura kuat, pura-pura nggak kenapa-kenapa?

Tapi makin Gue pikir, makin Gue sadar. Adrian selalu berusaha jaga orang lain biar nggak repot. Dia tahan semua sendiri. Bahkan di detik dia hampir jatuh, dia masih sempet bercanda.

Sial.

Gue merasa ditampar.

Selama ini Gue hidup dengan cara kebalikannya. Gue selalu bergantung sama orang lain.

Gue terbiasa semua hal gampang karena ada Mama, ada Papa, ada orang-orang yang beresin apa pun yang Gue butuhin. Gue jarang banget mikirin gimana rasanya harus ngadepin semuanya sendirian.

Dan Adrian… dia ngajarin Gue, tanpa kata-kata, bahwa hidup itu nggak selamanya ada sandaran. Kadang lo harus berdiri pake kaki lo sendiri, bahkan kalo lagi goyah sekalipun.

Gue nyandarin punggung ke kursi, mata Gue panas. Malam ini, bukan cuma Adrian yang lagi diuji. Tapi Gue juga.

1
Susi Andriani
awal baca aku suka
Siti Nur Rohmah
menarik
Siti Nur Rohmah
lucu ceritanya,,,🤣🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!