✍🏻 Sekuel dari novel Saoirse 📚
"Bahkan kau tidak akan menemukan cinta yang sama untuk kedua kalinya, pada orang yang sama. Dunia tidak sebaik itu padamu, Tuan. Meskipun kau punya segalanya." ucap Mighty penuh penekanan.
"Aku dan dia adalah dua orang yang berbeda, tanpa perlu kau banding-bandingkan. Dan tidak ada orang yang benar-benar sama, sekalipun mereka kembar identik!" Mighty menghentakkan kakinya, meluapkan emosi yang sudah lama memenuhi dada.
Mighty terjebak dalam permainan nya sendiri, melibatkan seorang duda berusia 35 tahun, Maximilian Gorevoy.
Ikuti kisah mereka yaaa😉
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Starry Light, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 33
Dokter Darya baru saja selesai melakukan pemeriksaan USG terhadap kandungan Mighty, namun raut wajahnya tidak seperti pemeriksaan sebelumnya. Mighty bisa merasakan jika hasil pemeriksaannya semakin buruk, sebab ia juga merasa semakin lemah.
"Max, bisakah kau membelikan yogurt?" pinta Mighty, padahal Max baru saja mendudukkan bokongnya di kursi sebelahnya.
Max menaikan alisnya. "Tiba-tiba? Sekarang?" tanyanya, Mighty mengangguk sambil mengerucutkan bibirnya. "Tapi dokter Darya belum menjelaskan ...."
"Bayi Kita baik-baik saja, Max. Kau dengan sendiri bukan detak jantung mereka?" potong Mighty, dokter Darya menghela napas dalam-dalam melihat interaksi pasangan itu.
Sepertinya Mighty masih belum ingin mengatakan kondisi yang sebenarnya pada Max. Dan itu bukan hal yang tepat, karena Max harus tahu dan berhak tahu kondisi istrinya. Agar bisa mengambil langkah lebih awal dan cepat, meskipun ini sudah sangat terlambat.
"Baiklah." kata Max mengalah, ia tersenyum dan membelai pipi sang istri sebelum pergi.
"Mighty, ini tidak benar. Max berhak tahu kondisi mu." kata dokter Darya tidak tahan ingin bicara.
Mighty masih menatap pintu yang sudah tertutup. "Ini sudah benar, dokter." sahutnya. "Max tidak akan pernah tahu kebenaran ini." ia menatap dokter Darya.
"Kenapa? Dia suamimu ...."
"Statusnya memang suamiku, tapi aku tidak pernah benar-benar memilikinya." Mighty tersenyum getir. "Hubungan kami tidak seperti yang terlihat, jadi keputusanku adalah tidak akan memberitahu nya."
Dokter Darya menatap dengan lembut. "Dengar, nak. Sekarang aku berbicara seperti seorang ibu, bukan seorang dokter." katanya menghela napas dalam-dalam. "Seburuk apapun hubungan kalian, masih bisa di perbaiki. Berumah tangga memang tidak selalu harmonis dan bahagia, banyak lika-liku, masalah, perdebatan dan masih banyak lagi. Tapi bukan berarti tidak bisa di perbaiki. Apa lagi aku bisa melihat jika Max sangat mencintaimu." ujarnya menasehati.
Mighty menunduk dan mulai menangis. "Itu bukan cinta, Dok. Dia tidak akan pernah mencintaiku." suaranya tercekat, memikirkan jalan hidupnya yang begitu berat.
Dokter Darya menatap penuh empati, sepertinya masalah Mighty benar-benar berat, hingga tangisnya terdengar pilu. "Tidak, kau salah. Aku yakin dia mencintaimu." katanya jujur. Mungkin di awal pertemuan, Max memang keras bahkan meragukan janin Mighty hingga ingin melakukan tes DNA. Tapi Max yang sekarang, dia sangat berbeda.
Itu terlihat dari caranya menatap Mighty, menahan emosi dan menuruti semua keinginan istrinya. Ia tidak akan salah menilai seseorang, semua yang di lakukan Max tulus, bukan kepura-puraan atau sandiwara belaka.
"Itu tidak benar." Mighty tetap pada keyakinannya, jika Max tidak mungkin mencintainya.
Dokter Darya menghampiri Mighty, punggung wanita itu bergetar hebat. "Semua pasti berlalu, kebahagiaan mu akan datang." ia menenangkan Mighty. "Tapi aku mohon, jangan menempatkan ku pada pilihan yang sulit antara kau dan bayi-bayi mu ...."
Mighty langsung meraih tangan dokter Darya, ia menatapnya dengan wajah berurai air mata. "Kau harus menyelamatkan bayiku, apapun yang terjadi mereka harus selamat." tangannya menggenggam kuat. "Aku memohon pada seorang ibu, berjanjilah untuk menyelamatkan mereka. Ibu, putrimu memohon padamu."
Dokter Darya kembali memeluknya, kali ini ia ikut menangis. "Bagaimana bisa seorang ibu membiarkan putrinya sekarat?" ia benar-benar putus asa, karena Mighty tetap teguh dengan pendiriannya.
"Berjanjilah." desak Mighty suaranya bergetar.
"Ini tidak adil bagi, Max." bisiknya enggan berjanji.
Dia adalah dokter yang cukup berpengalaman, masalah besar seperti yang di alami Mighty, tidak seharusnya di rahasiakan dari suaminya. Seburuk apapun hubungan Max dan Mighty, Max tetap suaminya dan berhak tahu kondisi istrinya yang sebenar-benarnya.
"Baiklah, beri aku waktu." pinta Mighty sambil mengurai pelukan mereka.
"Kita sudah banyak membuang waktu." ujarnya tidak setuju.
"Aku janji ini yang terakhir." pintanya memohon.
"Baiklah, tidak lebih dari satu minggu." putus dokter Darya dengan berat hati, Mighty mengulum senyum dan mengangguk setuju.
......
📍Paris, Perancis.
Oddie baru saja tiba di Paris, kali ini misinya adalah mencari seorang wanita bernama Abby Ricci. Dengan senang hati ia terbang ke Prancis, walaupun awalnya sempat berdebat dengan Jake, karena ia belum sempat berkencan dengan wanita Italy.
Namun, setelah tahu jika pekerjaannya kali ini mencari seorang wanita, maka perdebatan sengit itu berakhir. Apalah wanita yang di carinya adalah wanita yang akan menemaninya bekerja di perusahaan.
Ya, meskipun Mighty meminta Abby untuk memimpin perusahaan, tapi Max tetap menempatkan Oddie di Maretti Logistic. Agar perusahaan itu semakin berkembang, apalagi setelah orang kepercayaan Max ikut andil di dalamnya.
Oddie langsung menuju venue event itu di selenggarakan, dengan gaya khasnya, Oddie memasuki venue dengan percaya diri. Mata genitnya selalu menggoda wanita cantik dan seksi, padahal perban di pelipisnya belum di buka, tapi sifat casanova nya selalu menyala.
"Aku akan menemukan mu, lady Abby." gumamnya yakin, ia duduk di sebuah kursi menikmati show yang sedang berlangsung. Para model berlenggak lenggok mengenakan baju desainer kelas atas.
Di balik layar, Abby bekerja keras untuk memastikan setiap detail acara berjalan lancar. Dia berkomunikasi dengan team wardrobe, memastikan setiap pakaian siap dan sesuai dengan tema acara. Walaupun sibuk, Abby tetap tenang dan fokus, menunjukkan profesionalisme yang tinggi dalam pekerjaan.
Tanyanya memeriksa detail pakaian model dengan teliti. "Sempurna." gumamnya, matanya yang tajam memindai setiap model, sebelum memberi isyarat untuk berjalan keatas runway.
Ya begitulah Abby, ia selalu menghabiskan waktunya untuk bekerja dan bekerja. Hanya sesekali ia menghabiskan waktunya bersenang-senang bersama Kate, yang sama-sama memiliki moto tidak akan menikah.
"Abby!" seru Kate, saat ia sedang duduk di ruang wardrobe.
Abby tersenyum melihat kedatangan Kate. "Hai, kau sudah selesai?"
"Heumm, ayo ke Bar." ajaknya, mereka sudah biasa dengan kehidupan malam. Dan siang menjadi malam, yang akan mereka gunakan untuk istirahat.
"Baiklah," sahutnya ringan, ia mengambil tas kecilnya dan berpamitan dengan rekan kerja lainya.
Namun langkah mereka terhenti karena seorang pria tiba-tiba berdiri menghadang jalannya. "Abby Ricci?" katanya.
Abby menyipitkan matanya, ia tidak kenal dengan pria yang baru saja menyebutkan nama lengkapnya. "Who are you?" bukan Abby, tapi Kate.
Oddie, pria berambut pirang itu tersenyum menawan, sengaja menggoda dua wanita berusia matang yang ada di depannya. "I have something with Abby. So can I?" tanyanya ingin mengajak Abby.
"Abby, kau mengenal pemuda ini?" Kate menatap sinis pada Oddie dari ujung kaki sampai ujung kepala, Abby menggeleng.
"Aku tidak mengenalmu, dan sepertinya kita tidak punya urusan." kata Abby enggan menanggapi Oddie. Ia menarik tangan Kate dan kembali berjalan.
Tapi dengan cepat Oddie mencekal tangan Abby, lalu berkata, "Ini menyangkut Mighty, kurasa kau harus tahu." katanya pelan namun penuh penekanan.
Abby yang mendengar nama Mighty, langsung berhenti dan menatap dingin pada Oddie. "Kate, pergilah dulu. Aku akan menyusul mu." ujar Abby tanpa mengalihkan pandanganya dari Oddie.
"Abby, are you sure?" Kate ragu meninggalkannya.
Abby mengangguk dan meminta Kate untuk pergi lebih dulu. "Jangan menunggunya, kami akan menghabiskan malam panjang." teriak Oddie pada Kate, membuat wanita itu mengacungkan jari tengahnya.
"F*CK you!" teriak Kate sambil terus berjalan. Oddie terus tertawa tanpa melihat Abby sedang menatapnya tajam, tipe pria seperti Oddie ini yang tidak ia sukai. Pemaksa, dan tidak pernah bisa serius saat diajak bicara, dan satu yang pasti, ia juga tidak akan pernah berpikir dewasa.
"Sangat kekanak-kanakan." batinnya.
*
*
*
*
*
TBC
semangat 💋