Wira Pramana, seorang murid senior di Perguruan Rantai Emas, memulai petualangannya di dunia persilatan. Petualangan yang justru mengantarnya menyingkap sebuah rahasia di balik jati dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ilham Persyada, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Harimau Putih
Saka melepaskan beberapa energi pedang kepada serigala taring besi yang mendekati Desa Danpa, membuat langkah kawanan tersebut terhenti. Saka mengerti tindakannya itu akan membuat perhatian kawanan tersebut tertuju pada dirinya dan kelompoknya.
“Kalian lindungi yang terluka!” katanya pada dua murid senior perguruan, “yang lain ikuti aku! Jangan sampai mereka menyerang desa!”
Saka pun melesat ke arah kawanan besar serigala-serigala taring besi itu. Dua pendekar dan dua prajurit Suranaga pun bergegas mengikutinya.
Saka membunuh setiap serigala taring besi yang dilewatinya. Meskipun lebih sulit dibandingkan dengan serigala biasa, Saka berusaha mengurangi jumlah mereka sebanyak mungkin sebab ia sadar timnya tidak dapat menghadapi makhluk itu semudah dirinya.
“Ini buruk!” Saka membatin saat menyadari jumlah kawanan serigala taring besi itu lebih banyak dari yang diduganya. Selain itu, Saka pun menyadari kondisinya dan orang-orang lain yang cukup lelah setelah melakukan perjalanan hari itu dapat membuat keadaannya menjadi lebih buruk lagi.
Beberapa waktu berlalu, Saka mendapati semakin banyak serigala taring besi yang mengepungnya. Ia pun mengetahui anggota timnya yang lain sudah hampir mencapai batasnya masing-masing.
Kerja sama antara dua pendekar dan prajurit Suranaga memang cukup baik. Saka juga menyaksikan dua murid senior yang berada cukup jauh darinya mati-matian melindungi prajurit yang terluka itu. Namun, ia tahu mereka tak akan bisa bertahan lebih lama lagi.
Saka melakukan sebuah gerakan berputar dan menyapu beberapa serigala taring besi yang ada di hadapannya. Ia berniat bergerak membantu anggota timnya, tetapi cakar salah satu serigala berhasil menjangkau dan mengoyak pahanya.
Saka melompat dan berguling ke depan. Ia berbalik dan bersiap menyambut seekor serigala yang menerjang ke arahnya. Sebuah anak panah tiba-tiba menancap pada kepala serigala itu dan membuatnya terbanting ke tanah.
Seekor serigala taring besi lainnya melompat untuk menyerang Saka, tetapi sebuah tombak menghunjam tubuhnya. Saka menoleh dan mendapati Amita bersama pendekar, prajurit Suranaga, dan murid-murid senior perguruan telah tiba di tempat itu.
“Kau tak apa-apa?” tanya Amita yang kini berdiri di depannya.
Saka bangkit dan menelan sebuah pil untuk memulihkan dirinya. Ia melihat sekitarnya dan menemukan pertarungan antara manusia dan serigala taring besi terjadi di mana-mana.
Para murid senior dan prajurit berpedang menghadapi kawanan serigala dengan cara berkelompok. Dengan cara itu, lebih mudah bagi mereka untuk menghabisi setiap serigala yang dihadapi.
Saka juga dapat melihat mereka yang terluka telah dibawa ke tempat yang lebih aman, di balik beberapa prajurit pemanah. Pendekar dan prajurit yang tadi bersamanya pun seakan mendapatkan kembali semangat mereka setelah kedatangan rekan-rekannya.
Akan tetapi, yang paling mengejutkan Saka adalah seseorang dengan seragam murid senior yang kini tengah berhadapan dengan beberapa serigala taring besi sekaligus. Saka hendak bergerak membantunya, tetapi mengurungkan niatnya saat melihat murid senior itu dapat menghabisi tiga serigala taring besi dengan beberapa serangan saja.
“Itu …?”
“Itu Wira, Kau lupa?” seru Amita sambil membanting seekor serigala yang tertusuk tombaknya ke tanah.
“Ah, pantas …,” Saka tersenyum sebelum kembali terjun dalam pertempuran melawan kawanan serigala taring besi yang seakan tak ada habisnya itu.
...***...
Ini bukan pertama kalinya Wira melihat serigala taring besi. Namun, dirinya yang dulu mungkin tak akan bisa menghadapi makhluk itu tanpa mendapat luka parah. Kini, dengan kombinasi teknik-teknik yang telah dikuasainya, Wira dapat menghabisi seekor serigala taring besi dengan cukup mudah.
Baginya, kekuatan makhluk tersebut jauh di bawah ular siluman yang pernah ia hadapi saat hendak menyelamatkan Ratnasari. Namun, jumlah mereka yang banyak memang bisa menjadi masalah.
‘Nafas Terik!’ Wira mengayunkan pedangnya menggunakan bentuk kedua teknik Delapan Mata Angin. Sebuah energi berbentuk sabit melesat dan menumbangkan dua ekor serigala taring besi yang terlihat bergerak menuju rumah penduduk.
Wira berhenti dan memasang badannya memunggungi rumah-rumah penduduk desa. Di hadapannya, lima ekor serigala taring besi telah siap menyerang. “Kenapa bisa sebanyak ini?” sambil bergumam, Wira maju dan menghabisi seekor serigala. Ia bergerak cepat menggunakan Alas Angin untuk menghabisi lebih banyak lagi.
“Wira! Tekan mereka ke dalam hutan!”
Wira mendapati Amita mengayunkan tombaknya untuk menghalau beberapa serigala taring besi tak jauh darinya. Tak jauh dari Amita pula, Saka dan tiga pendekar dari perguruan tengah berusaha mendesak serigala-serigala yang ada di hadapannya.
Wira mengangguk. Bersama yang lainnya, ia pun bergerak sesuai dengan aba-aba dari Amita. Wira dapat melihat pada sisi yang paling jauh dari tempatnya, para prajurit dan murid-murid perguruan melakukan hal yang sama meskipun sedikit lebih lambat dari mereka.
Seperti ombak, pergerakan Wira dan yang lainnya ternyata cukup efektif. Sambil menghabisi serigala yang menyerang, mereka memaksa kawanan tersebut menjauhi desa. Sayangnya, semakin mereka masuk ke dalam hutan, semakin banyak pula serigala taring besi yang bermunculan.
Kemunculan serigala taring besi lainnya membuat pertempuran pun berubah arah sekali lagi. Setiap orang dalam kelompok Wira mulai mendekat satu sama lain, menandakan bahwa kawanan serigala taring besi kini berada dalam posisi yang dapat membuat mereka terkepung.
Wira bergerak cepat. Ia menjauh dari kelompoknya dan menghabisi serigala-serigala yang berniat mengitari mereka. Wira menggunakan teknik pedangnya kembali untuk melebarkan jarak antara dirinya dan kawanan serigala itu sebelum melepaskan sebuah tebasan, ‘Nafas Terik!’ “Jangan sampai terkepung!’ teriaknya pada yang lain.
Saka bertukar pandang dengan Amita kemudian sama-sama mengangguk. Keduanya bergegas menutup jalur yang dapat digunakan oleh kawanan serigala itu untuk mengelilingi kelompok mereka sampai posisi antara mereka dan serigala-serigala tersebut kembali berhadapan. Serangan di antara mereka pun terhenti untuk sesaat.
Wira memperhatikan jumlah serigala-serigala taring besi yang ada di hadapan mereka saat ini yang lebih dari 20 ekor. “Kenapa tiba-tiba ada sebanyak ini? Dari mana mereka muncul?” tanya Wira dalam hati. Ia melirik rekan-rekannya dan mendapati bahkan Saka dan Amita pun mulai kelelahan. Kelelahan usai menempuh perjalanan hari ini mulai menunjukkan efeknya.
Selain Saka dan Amita yang merupakan pendekar madya, yang dapat setidaknya menang satu lawan satu menghadapi serigala taring besi adalah tiga pendekar purwa lainnya dari perguruan, beberapa prajurit, satu prajurit berkuda dari Suranaga yang ada bersama mereka, dan Wira. tetapi kondisi mereka yang kurang prima akan menjadi penentu dalam pertempuran antara jumlah melawan daya tahan ini dan hal itu jelas tidak menempatkan Wira dan kelompoknya dalam posisi yang diuntungkan.
Di satu sisi, ada sekelompok pendekar dan prajurit dengan kemampuan yang cukup tinggi. Di sisi lain, ada kawanan hewan buas yang dalam kondisi sedang berubah menjadi siluman. Dua kelompok tersebut saling menatap di tengah malam yang mulai mendingin. Gesekan langkah pada tanah dan geraman-geraman pelan seakan menjadi satu-satunya orkestra yang mengiringi kondisi tersebut.
Seekor serigala taring besi melolong dan seolah mendapat aba-aba, kawanannya melakukan hal yang sama dan menyerbu barisan pendekar tersebut. Wira dan yang lainnya mengangkat senjata, bersiap menghadapi bentrokan yang akan terjadi.
Tiba-tiba, sebuah cahaya putih melesat dan membuat serigala-serigala yang berada paling depan terhempas ke belakang dan menabrak kawanan mereka sendiri. Di depan Wira dan kelompoknya, Alang Ganendra berdiri dengan aura putih yang menyelimuti tubuhnya.
“Guru!”
“Senior”
Alang seperti tak mengacuhkan seruan mereka yang ada di belakangnya. Ia melepaskan aura bertarung yang membuat kawanan serigala di hadapannya sampai terlihat gentar. Dengan gerakan yang sulit ditangkap mata orang biasa, Alang Ganendra melesat dan mencabik setiap serigala taring besi yang dilihatnya. Tak ayal, pemandangan ini membuat semua yang menyaksikannya tercengang.
“Luar biasa! Inikah kekuatan seorang pendekar daksa?” gumam Wira dari tempatnya berdiri. Tak jarang dalam sekali serangan Alang merobek tubuh lebih dari satu serigala taring besi dengan tangan kosong. Wira pun sempat melihat bagaimana Alang dengan mudah merobek atau menghancurkan mulut seekor serigala taring besi yang hendak menerkamnya
“Sekarang, kau paham kan mengapa beliau dijuluki Harimau Putih?” kata Saka yang telah berada di dekat Wira
Wira mengangguk dan kembali memperhatikan bagaimana keganasan sosok gurunya itu dalam menghabisi setiap serigala taring besi. Sekilas, Alang terlihat asal menyerang dengan membabi-buta, tetapi dalam pengamatan Wira, selain sangat cepat, setiap pergerakan gurunya itu pun sangat efektif.
Alang Ganendra selalu mengambil posisi yang dapat menarik perhatian para serigala taring besi di sekitarnya. Ia juga terus melepaskan aura petarungnya untuk menekan pergerakan kawanan serigala itu. Dengan demikian, di saat yang sama, Alang dapat memastikan tak ada di antara serigala yang lepas dari jangkauannya dan kembali menyerang Wira serta kelompoknya.
Dalam waktu singkat, jumlah kawanan serigala tersebut berkurang dengan cepat. Tak lama kemudian, pertempuran yang berbalik menjadi pembantaian sepihak itu berakhir saat Alang Ganendra meremukkan leher seekor serigala taring besi yang tersisa.