Seorang gadis berusia tujuh belas tahun secara tak sengaja menyelamatkan nyawa seorang raja mafia yang dingin dan penuh bahaya. Bukannya jadi korban dalam pertarungan antargeng, ia malah jadi istri dari pria yang selama ini ditakuti banyak orang.
Gadis itu polos dan manis. Sedangkan pria itu tegas dan kuat, dan hampir sepuluh tahun lebih tua darinya. Tapi, ia tak kuasa menolak perasaan hangat yang gadis itu bawa ke dalam hidupnya.
Meski membenci dunia gelap yang pria itu jalani, ia tetap tertarik pada sosoknya yang dingin dan berbahaya.
Dan sejak saat itu, takdir mereka pun saling terikat—antara gadis menggemaskan dan raja mafia muda yang tak pernah belajar mencintai...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon flowy_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
They trapped me
"Sayang, ayo kita temui ayah," ucap Selina dengan nada lembut.
"Ya," jawab Damien singkat.
Perlahan, Selina mengandeng lengan pria itu. Sebelum melangkah pergi, ia sempat menoleh ke arah Liora—tatapannya menyiratkan kebencian yang begitu dalam.
Di sisi lain, Anna dan Gisel saling melirik lalu tersenyum penuh arti.
"Ayo kita hampiri dia," bisik Anna pelan.
Sebuah kalung tiba-tiba muncul di tangan Gisel, seolah memang sudah dipersiapkan.
"Hari ini, aku akan mempermalukan mu di hadapan semua orang," gumamnya dengan nada sinis.
Gisel dan Anna melangkah mendekati Liora, langkah mereka terlihat anggun, tapi menyiratkan maksud tersembunyi.
Liora masih berdiri di tempat, menunggu sahabatnya yang belum juga datang.
"Liora, ini pertunangan kakakmu. Bukankah seharusnya kau membawa hadiah?" tanya Anna, senyumnya mengandung ejekan.
"Kau dengar itu? Anna benar," timpal Gisel.
"Maaf, aku nggak punya waktu," ucapnya datar.
Gisel mendekat dan berusaha meraih lengannya. "Kalau begitu, biar aku yang membawamu—"
Tapi hal tak terduga terjadi.
"Akh!" Gisel menjerit keras dan jatuh begitu saja.
Semua mata langsung menoleh. Saat perhatian tertuju pada Gisel, Anna bergerak cepat. Dengan lihai, ia menyelipkan sesuatu ke dalam tas Liora. Gerakannya begitu halus, tak seorang pun menyadari.
"Liora, maaf… aku nggak sengaja menabrak mu," ucapnya dengan suara gemetar.
Anna segera mengeraskan suaranya. "Kenapa kamu kasar sekali! Gisel nggak sengaja, tapi kau malah mendorongnya sampai jatuh!"
"Aku tidak melakukan apa-apa. Dia jatuh sendiri," balas Liora tenang.
Keributan itu menarik perhatian. Leonard muncul dengan tatapan tajam.
"Ada apa ini sebenarnya?" suaranya menggema.
Saat ini, Selina dan ibunya berjalan mendekat. Suasana langsung hening, semua mata tertuju pada mereka.
"Anna, apa yang terjadi?" tanya Selina seolah khawatir.
"Selina, Gisel tadi nggak sengaja menabraknya, tapi Liora malah mendorongnya," jelas Anna.
Begitu mendengar penjelasan itu, bisik-bisik mulai terdengar dari para tamu. Beberapa langsung mencibir gadis tersebut.
"Dia keterlaluan banget."
"Kayaknya belum bisa bersikap dewasa."
"Aku benar-benar tak menyangka... putri dari keluarga Leonard bisa bersikap seperti itu."
Pandangan sinis dan cibiran tajam mulai bermunculan dari berbagai sudut ruangan. Dan beberapa tamu hanya saling berbisik pelan.
Untuk sesaat Damien menatapnya cukup lama. Dalam ingatannya, gadis itu selalu lembut, bahkan cenderung lebih tenang.
"Aku sudah bilang, dia jatuh sendiri," ucap Liora dingin.
Namun sebuah tamparan keras mendarat di pipinya. "Anak tak tahu diri! Berani membuat keributan di depan umum?" bentak Leonard.
Para tamu tercengang. Suasana yang semula hanya dipenuhi bisik-bisik langsung berubah hening. Beberapa orang bahkan menatap gadis itu dengan mata membelalak, seolah tak percaya apa yang baru saja mereka lihat.
"Paman, jangan terlalu emosi," Damien mencoba menenangkan.
"Aku yakin kakak tidak sengaja," Selina menimpali dengan suara pura-pura lembut.
"Paman, lupakan saja. Bagaimanapun juga, Liora tetap putrimu," Gisel menambahkan seolah membela.
Namun Leonard membentak dingin. "Aku tidak punya putri seperti dia!"
Liora menatap sang ayah tanpa emosi lalu kembali berkata. "Aku juga nggak pernah minta dilahirkan sebagai putrimu. Dan kalau bisa memilih, aku nggak akan pernah mau punya ayah sepertimu." ujar nya pelan, tapi nadanya tegas.
Suara tamparan keras kembali mendarat di pipinya, membuat wajahnya sedikit menoleh kesamping.
"Ayah, jangan seperti ini," ucap Selina pelan.
"Sudahlah, Leon," ujar Liliane, suaranya terdengar lembut, seolah ingin meredakan suasana.
Liora memegangi pipinya sejenak, lalu menatap sang ayah.
Air matanya jatuh begitu saja, mengalir melewati pipi hingga membasahi dagunya—dan ia membiarkannya, seolah rasa sakit di dadanya tak lagi bisa ditahan.
"Aku dan Selina sama-sama putrimu… tapi kenapa sikapmu padaku dan dia berbeda jauh," ucapnya dengan suara bergetar.
"Kalau kau bisa nurut seperti adikmu, apa aku akan sampai hati memperlakukanmu seperti ini?" Suara Leonard terdengar tajam.
"Sudahlah, hari ini pertunanganku dengan Selina. Tolong jangan buat keributan," ujar Damien tenang.
Elvara, ibunda Damien, yang sejak tadi hanya memperhatikan, akhirnya membuka suaranya. "Anak seperti itu hanya pembawa sial. Seharusnya tidak usah datang."
Gisel, Anna, dan Selina saling bertukar pandang. Senyum tipis terbit di wajah mereka. Segalanya berjalan sesuai rencana.
"Liora, naik ke atas sekarang! Jangan turun sebelum acara selesai!" bentak Leonard.
Liora hendak pergi, namun langkahnya terhenti ketika Anna menghadang.
"Tunggu sebentar!" serunya.
"Apa lagi?" Liora menatapnya letih.
Anna dengan cepat mengeluarkan sebuah gelang dari tas Liora.
"Ini milikku. Kenapa ada di tasmu?" katanya dingin.
Liora tertegun. Saat itu juga ia menyadari jebakan yang dipasang untuknya.
"Kak, kenapa kamu mengambil barang Anna?" Selina berpura-pura kaget.
"Astaga, jadi dia pencuri."
"Memalukan sekali."
"Harusnya dibawa ke polisi."
Bisikan tajam kembali memenuhi aula.
Liora berdiri di tengah semua itu. Matanya berkaca-kaca, tapi ia tetap berusaha tegar.
"Apa salahku sampai punya anak perempuan sepertimu! Berani mencuri?!" Leonard menggeram.
"Aku tidak mencuri apa pun! Mereka yang menjebakku!" Liora berteriak, suaranya bergetar namun tegas.
Elvara menoleh pelan dan menatapnya dengan tajam. "Anak seperti itu sebaiknya diserahkan ke polisi. Jangan sampai terus mempermalukan keluarga."
Leonard menarik napas dalam.
Wajahnya memerah karena Amarahnya. Ia menoleh pada pengawal di belakangnya dan langsung memberinya isyarat
"Bawa dia ke kantor polisi," ucap Leonard, suaranya menggema di seluruh ruangan.
Tanpa banyak bicara, kedua pengawal itu langsung bergerak menahan Liora. Gadis itu mencoba melawan, tapi tenaganya tak sebanding.
Pikirannya kalut. Ia tahu, jika sampai dibawa ke kantor polisi, maka masa depannya bisa hancur.
"Lepaskan aku!"
Para tamu hanya menonton, tak satu pun berniat menghentikan hal tersebut.
Dan tepat ketika pengawal hendak menyeretnya, langkah seorang pria terdengar. Aura dinginnya membuat semua perhatian teralih.
Dengan suara berat, tenang tapi penuh ancaman, ia berkata:
"Aku ingin melihat… siapa yang berani menyentuhnya."
ditunggu up nya lagi...😊