Hanum Salsabila, seorang dosen cantik harus menerima kenyataan jika ia harus dijodohkan dengan seorang CEO. Ia hanya bisa pasrah dengan ketegasan Halim sang ayah yang membuatnya tidak berdaya.
Ravindra Aditama, CEO yang begitu membenci perjodohan. Ia bersumpah akan mengerjai Hanum sampai ia puas dan pergi meninggalkan negeri ini setelahnya.
Kisah cinta mereka baru saja dimulai, namun Tama harus menerima kenyataan jika Hanum lebih memilih untuk berpisah darinya.
Akankah mereka bisa mempertahankan rumah tangga atau memilih untuk berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bucin fi sabilillah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembali
"Bagaimana kalau benih saya tumbuh?" tanya Tama.
Hanum terdiam dan menghentikan aktivitasnya. Ia menghela napas berat, ini tidak terpikirkan sebelumnya. Begitu banyak benih Tama yang sudah dilepaskan di dalam rahimnya.
"Masih banyak cara agar benih anda tidak berkembang," ucap Hanum lirih.
Tama mematung mendengar jawaban Hanum. "Bagaimana jika sudah menjadi dan usaha ibu tidak berhasil?" ucapnya.
"Itu bukan kehendak saya lagi. Yang jelas, mulai dari hari ini, jangan ganggu saya, jangan berbicara dengan saya apa pun yang terjadi!" ucap Hanum tegas.
Tama hanya memejamkan mata, melihat Hanum yang begitu berusaha untuk membangun tembok yang lebih tinggi. Antara menyesal atau tidak, Tama sedikit merasa senang, karena masih ada harapan untuk mendekati ibu dosen cantik itu.
"Mommy sudah memesan tiket pesawat sore ini. Jika memang keputusan ibu seperti itu, Tolong untuk yang terakhir kalinya kita pulang bersama karena mereka pasti akan menjemput di bandara!" ucap Tama dan berlalu dari sana.
Ia memilih untuk membersihkan tubuhnya yang terasa begitu lelah. Ia tidak menyangka jika Hanum akan berbicara seperti itu. Ini di luar ekspetasinya yang memikirkan Hanum akan marah besar dan menjerit seperti orang kesurupan.
"Saya akan tinggal di apartemen setelah kita kembali ke Indonesia!" ucap Hanum.
Tama terdiam dan tidak merespon apapun. Ia segera masuk ke dalam kamar mandi dan menyandarkan kepala di balik pintu kamar mandi.
Bukankah dia hanya meminta hak sebagai suami, walaupun memang ia memaksa Hanum dan juga dalam pengaruh alkohol.
Apa yang harus aku jelaskan nanti kepada mommy? Sungguh, kini aku menarik semua kata-kataku untuk mengurus hidup masing-masing. Aku kini membutuhkannya!. Batin Tama.
Sementara di luar, Hanum menangis dalam diam. Ia merasa hancur saat ini. Jika membunuh itu dihalalkan, wanita cantik ini sangat ingin melakukan hal itu sekarang juga. Namun, ia tidak bisa, ia tidak mampu untuk berbuat jahat kepada orang lain.
Kini, Hanum hanya bisa berharap pada dirinya sendiri, sebab tidak ada mau dengan perempuan bekas sepertinya. Ia merasa kasihan jika nanti laki-laki yang akan menikahinya mendapatkan perempuan bekas karena diperkossa.
Setelah selesai membereskan barang-barangnya, Hanum memilih untuk tidur sebentar karena sudah tidak sanggup lagi menahan rasa kantuk.
Tama keluar dari kamar, ia melihat koper Hanum sudah rapi, namun tidak dengan miliknya yang masih berantakan. Ia hanya menghela napas dalam dan segera membersihkan semua barang-barangnya sendiri.
Ia berjalan mendekati Hanum dan menatap ruam-ruam merah di pipi sang istri. Tama merasa penasaran karena itu tidak terlihat seperti alergi.
Apa dia menyakiti dirinya sendiri?. tanya Tama di dalam hati.
Ia menghela napas berat dan memilih untuk memesan beberapa makanan. Ia merasa honeymoon kali ini benar-benar sungguh membuang waktu.
Apa lagi di tambah dengan masalah ini. Jika harus memilih, ia ingin memutar waktu sedikit saja dan menahan diri dengan baik, pasti nanti Hanum akan menyerahkan dirinya tanpa paksaan.
Namun kini, semuanya sudah diluar kendali. Ia tidak akan mudah menggapai dosen cantik itu, entah sampai kapan.
Hingga siang menjelang, Hanum dan Tama langsung keluar dari hotel dan menuju bandara. Kulit Hanum terlihat semakin memerah karena terkena udara dingin.
Padahal, ia sengaja keluar pada siang hari, namun ternyata sama saja. Beruntungnya ia tidak mengalami sesak napas seperti awal kedatangan kemarin lusa.
Hanum berjalan dengan wajah datar di samping Tama. Ia menggandeng tangan sang suami dengan terpaksa karena begitu banyak pengawal yang mengikuti mereka ketika pulang.
"Aku pikir hanya dua orang saja yang menjadi mata-mata, ternyata ada 10 orang yang dikirim oleh Daddy," ucap Tama lirih sambil menatap Hanum.
Dosen cantik itu hanya terdiam dan menatap ke sembarangan arah. Sebisa mungkin, ia menghindari Tama karena rasa benci itu semakin membara di hatinya.
Sambil menunggu jadwal keberangkatan, Tama merasa begitu mengantuk hingga ia terlelap di samping Hanum dan merebahkan kepalanya dipundak sang istri.
"Ck, jangan dekat-dekat!" sentak Hanum dan menghindari Tama.
Pri tampan itu hanya terdiam karena ia sudah sangat mengantuk. Ia kembali menegakkan kepala dan memejamkan mata tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
Hanum mengambil jarak dari Tama. Walaupun ia membutuhkan sang suami karena suhu tubuh Tama yang cukup hangat. Namun kebencian mengalahkan semuanya.
Hanum masih bisa mengurus diri sendiri walau tanpa siapapun di sampingnya.
Hingga operator memanggil untuk masuk ke dalam pesawat, karena sebentar lagi mereka akan meninggalkan negara yang penuh kesakitan bagi Hanum.
"Jika ibu butuh sesuatu, bisa bilang sama saya," ucap Tama.
"Hmm!" ucap Hanum mendelik.
Ia memilih untuk tidur dan beristirahat selama perjalanan. Begitu juga dengan Tama, ia memilih untuk beristirahat karena merasa sangat lelah dalam beberapa hari ini.
Tidak ada percakapan atau interaksi lagi yang terjadi antara keduanya. Mereka hanya terdiam satu sama lain, lebih tepatnya Hanum selalu menghindar dan tidak merespon satupun ucapan Tama.
Beberapa jam berlalu, pesawat mulai mendarat di Indonesia, Tama menggandeng tangan Hanum sepanjang jalan keluar dari bandara. Walaupun sebenarnya, tidak ada orang tua mereka yang menjemput pagi ini.
"Mana Mommy?" tanya Hanum mengernyit.
"Mereka tidak jadi datang!" ucap Tama.
Hanum menatap Tama dengan tajam dan langsung melepaskan tangannya. Ia berjalan menjauh dari sang suami yang sedari tadi menggenggam tangannya.
"Jangan ikuti saya! Anda bisa pulang sendiri. Jangan cari saya dengan alasan apapun!" ucap Hanum tegas.