Rian adalah siswa sekolah menengah atas yang terkenal dengan sebutan "Siswa Kere" karna ia memang siswa miskin no 1 di SMA nya.
Suatu hari, ia menerima Sistem yang membantu meraih puncak kesuksesan nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Quesi_Nue, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Dengan sedikit ragu, ia mengangkat panggilan itu.
"Halo, Tumben menelepon ada apa?"
Dari seberang telepon, suara Adian Bert terdengar agak tergesa-gesa.
"Felix… apa kau sudah dengar kabarnya?"
Felix mengernyit. "Kabar apa?"
Sejenak ada keheningan di telepon sebelum Adian akhirnya berkata, "Ini soal Sasha, putrimu."
Felix langsung berdiri dari kursinya, napasnya memburu.
“Apa yang terjadi dengan Sasha!?” serunya, suaranya penuh kecemasan.
Kemarin sore Felix Nargawan terlibat cekcok dengan anaknya yaitu Sasha Nargawan putri sulungnya, karena berencana menjodohkan dengan teman dekatnya yang di kota lain, namun Sasha tolak mentah - mentah dan langsung kabur dengan sopirnya.
Felix dan Sasha memang seringkali terlibat cekcok dengan alasan sepele, dan Sasha hanyalah kabur kerumah teman sekelas perempuannya.
Di seberang telepon, Adian menghela napas sebelum menjawab, “Anakmu mengalami kecelakaan kemarin."
Dunia Felix terasa berhenti sesaat, Ia menyesal telah memaksa menjodohkan nya kemarin sore.
Kepalanya terasa pusing, tangannya mencengkeram ponsel lebih erat.
Kecelakaan? Sasha?
“Di mana dia sekarang?” tanyanya cepat.
“Di Rumah Sakit Adana,” jawab Adian. “Dia sudah menjalani operasi dan selamat, tapi…”
Felix mengerutkan kening. “Tapi apa!?”
Adian terdiam sesaat sebelum melanjutkan, “Ada sesuatu yang harus kau tahu. Yang membayar biaya operasinya seorang anak laki-laki seumuran dengan anakmu.. Sasha."
Felix semakin bingung. “Anak laki-laki?"
“Ya, Namanya Rian,” kata Adian pelan.
“Dia yang membawa Sasha ke rumah sakit… dan dia juga yang menandatangani formulir operasi dan menyatakan ia sebagai suaminya.”
Felix terdiam.
Pikirannya kosong selama beberapa detik sebelum akhirnya ia bersuara, “… Apa kau bilang, Suami?
Ia menggertakkan gigi, genggaman di ponsel mengencang.
"Dasar bocah kurang ajar…" Teriak Felix.
"Santai jangan marah - marah bre dia yang mengantarnya putrimu dari lokasi kecelakaan di jalan mawar setidaknya kau berterima kasih kepadanya.."
Adian dan Felix memanglah teman pada masa sekolah menengah atas namun sudah lama ia tidak menghubunginya dan hanya terlibat bisnis itupun di kelola oleh kedua asistennya.
Felix beberapa saat mengatur emosinya dan telah berkata santai "Iya iya, Jadi, kau bilang seorang anak laki-laki seumuran dengan anakku mengatakan ia suaminya?
"Benar, anakku yang telah menceritakan nya,dan menyuruhmu ke rumah sakit, yah.. dia mengatakannya kemarin malam tapi aku lupa" Ucap Adian.
"Felix aku tahu kau seprotektif apa dengan istrimu, aku heran kenapa kau tidak mengerahkan pengawal bayangan di samping Sasha yang sama kau lakukan dengan istrimu?"
"Aku tahu, Sasha sendiri yang menyuruh untuk tidak mengerahkan pengawal bayangan, aku tersulut emosi saat itu dan aku mengiyakan permintaannya" Jawab Felix dengan nada sedih.
Felix yang tersulut emosi kemarin mengiyakan permintaan Sasha untuk tidak mengganggunya dan menyuruh pengawal bayangan untuk tak mengikutinya.
Felix langsung menutup teleponnya dan melangkah cepat keluar rumah, perasaan bersalah dan cemas bercampur dalam dadanya.
Ia masuk ke mobil dan memberi perintah tegas kepada sopirnya. "Ke rumah sakit Adana. Sekarang!"
Mobil melaju dengan cepat, namun pikirannya jauh lebih cepat.
Felix mengepalkan tangan di pangkuannya, merasa perih mengingat perjodohan yang ia paksakan kemarin.
Sasha menolaknya. Ia marah. Ia pergi. Dan sekarang… dia mengalami kecelakaan.
Sasha, anak sulung kesayangannya…
Aku hampir kehilangan Sasha, dan semua ini karena diriku memaksanya.
Felix menarik napas dalam, berusaha mengendalikan emosinya. "Aku harus minta maaf kepadanya.
Felix telah sampai di rumah sakit dan ia turun di ikuti 4 pengawal yang menjaganya dari belakang.
Felix berjalan tegap masuk dan menuju meja resepsionis, napasnya sedikit memburu karena terburu-buru.
Begitu salah satu perawat melihatnya, mereka langsung mengenalinya.
"Selamat pagi, Pak Felix," sapa seorang perawat dengan sopan. "Apakah bapak datang untuk menjenguk salah satu pasien?"
Felix mengangguk singkat. "Ya, aku ingin menemui putriku, Sasha Nargawan. Dia dirawat di sini setelah kecelakaan kemarin."
Perawat itu langsung mengecek data pasien dengan cepat, lalu tersenyum ramah. "Benar, Pak. Putri bapak dirawat di kamar 80, lantai tiga."
Felix mengangguk lagi, bersiap melangkah pergi, tapi perawat itu kembali berbicara, kali ini dengan ekspresi penuh hormat.
"Terima kasih banyak atas bantuan Anda selama ini, Pak Felix. Banyak anak yang tidak mampu bisa mendapat perawatan medis berkat donasi Anda."
Felix hanya memberi anggukan kecil, tapi dalam hati, kata-kata itu terasa sedikit menyakitkan.
Ia telah membantu begitu banyak anak-anak lain… Namun, justru anaknya sendiri yang ia abaikan dan bahkan yang membayarnya orang yang tak dikenalnya.
Tanpa menjawab lebih lanjut, Felix segera berjalan menuju kamar Sasha. Ia harus bertemu dengannya.
Felix berjalan menuju lift yang berada di lantai 1 itu.
Ting!
Lift telah sampai di lantai 3 dan Felix berjalan menuju kamar yang disebutkan oleh resepsionis rumah sakit.
Sekarang ia tengah berdiri di depan pintu kamar bernomor 80, hatinya berdebar kencang.
Tangannya terangkat, siap mengetuk… tapi ia sedikit ragu sejenak.
"Bagaimana kalau dia masih marah? Bagaimana kalau dia tidak mau melihatku?"
Namun, ia menepis pikirannya. ia harus melakukannya dan meminta maaf.
Dengan napas dalam, Felix mengetuk pintu sekali, lalu membukanya perlahan.
Di dalam, Sasha terbaring di ranjang rumah sakit.
Rambut cokelatnya yang panjang tergerai di bantal, wajahnya masih tampak masih pucat, tapi ia sudah sadar.
Felix menelan ludah, ia melihat putrinya hidup. "Syukurlah." Kata - kata yang langsung terucap di bibirnya.
Sasha menoleh ke arahnya, ekspresinya sedikit terkejut melihat orang yang dikenal di depan pintu.
"Ayah…" suaranya serak, lemah.
Felix melangkah masuk, mendekat ke samping ranjangnya dan langsung duduk di kursi sebelahnya.
Tatapannya penuh dengan rasa bersalah. "Sasha… maafkan Ayah."
Sasha hanya diam, menatapnya dengan mata yang sulit ditebak.
Felix melanjutkan, suaranya terdengar tulus, dan terasa bergetar.
"Ayah… menyesal karena memaksamu dengan perjodohan kemarin. Kalau saja Ayah mendengarkanmu… ini semua mungkin tidak akan terjadi."
Sasha menundukkan pandangannya. Ia tidak menyangka ayahnya akan berkata seperti itu.
Felix menghela napas panjang. "Ayah hanya ingin yang terbaik untukmu. Tapi Ayah sadar, mungkin selama ini Ayah tidak pernah benar-benar bertanya… apa yang kau inginkan."
Keheningan memenuhi ruangan setelah pak felix mengucapkan kata - kata itu.
Sasha menggigit bibirnya teringat kekesalan ayahnya menjodohkan dirinya.
Setelah beberapa detik, ia mengangkat kepalanya dan menatap Felix.
"Pa… aku tidak butuh perjodohan. Aku bisa memilih sendiri… siapa yang ingin aku cintai."
Felix menatap putrinya dalam diam.
Lalu, untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama ia tersenyum kecil.
"Ayah mengerti," katanya pelan.
Sasha menatap ayahnya dengan ekspresi yang sulit ditebak. Masih ada sedikit ketegangan di matanya.
Felix menghela napas pelan sebelum melanjutkan, "Tapi ingat sa, pilihlah seseorang yang bisa menghidupimu. Yang punya ekonomi stabil, yang bisa menjamin masa depanmu."
Sasha sedikit mengerutkan kening, ia tahu arah pembicaraan ini.
"Ayah masih memikirkan soal uang?" tanyanya lirih.
Felix menggeleng, lalu duduk di kursi di samping ranjangnya. "Sasha, kau tahu Ayah sangat menyayangimu. Ayah hanya ingin memastikan kau tidak hidup susah di masa depan."
Sasha menghela napas, matanya menerawang ke arah jendela. "Jadi kalau aku memilih seseorang yang tidak kaya, Ayah tidak akan setuju?"
Felix menatap putrinya dalam diam, lalu menjawab dengan tenang, "Ayah tidak peduli seberapa kaya dia. Tapi dia harus bisa bertanggung jawab. Jangan sampai kau hidup dalam kesulitan Sasha, ayah berkerja keras sampai seperti ini karena tidak mau kalau kamu hidup tak berkecukupan.."
Sasha masih terdiam. Kata-kata ayahnya masuk akal, tapi... ada seseorang yang sudah mengisi hatinya.
Dan orang itu… bukanlah seseorang yang Felix harapkan.