Iva merupakan anak dari pengusaha yang kaya raya. Dia justru rela hidup susah demi bisa menikah dengan lelaki yang di cintainya. Bahkan menyembunyikan identitasnya sebagai anak dari turunan terkaya di kota sebelah.
Pengorbanannya sia-sia karena ia di perlakukan buruk bukan hanya oleh suami tapi juga oleh ibu mertuanya.
Di jadikan sebagai asisten rumah tangga bahkan suami selingkuh di depan mata.
Iva tidak terima dan ia membuka identitas aslinya di depan orang-orang yang menyakitinya untuk balas dendam.
Lantas bagaimana selanjutnya?
Yuk simak kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nonny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 18
Mba Ika sejenak diam dan menghentikan bicaranya. "Ngomong yang jelas Mbak. Dimana amplopnya? Jangan bilang kalau amplop itu hilang loh ya? Isi amplop itu sangat penting," oceh Iva dengan mencoba menahan emosinya.
Mba Ika terus tertunduk dan kedua tangannya saling bertautan satu sama lain. Mendadak keringat dingin bercucuran dan tubuhnya gemetaran. Ia merasakan takut yang luar biasa. Ya takut dirinya di pecat karena kecerobohannya itu.
"Non, maafkan saya. Memang saya menemukan amplop itu di kolong ranjang dan saya langsung kantongi. Tapi saya nggak sadar jika kantungnya bolong. Saya sudah berusaha untuk mencarinya kesana kemari tapi tidak ketemu. Sekali lagi saya minta maaf ya Non. Saya terlalu ceroboh seharusnya amplop itu saya letakkan di meja rias yang ada di kamar Non saja pasti tidak sampai terjadi seperti ini."
Sejenak Iva memejamkan mata sekian detik hingga pada akhirnya ia menatap tajam ke arah Mbak Ika. "Cari lagi sampai ketemu kalau perlu minta bantuan Mamang sama Bibi!"
Iva menghentakkan kakinya melangkah pergi begitu saja. Ia memutuskan untuk kembali ke kantor.
Sepanjang perjalanan menuju kantor, ia terus saja memikirkan amplop itu. Ia masih penasaran dengan isinya malah kini sudah hilang.
"Salahku, kenapa menunda untuk membaca surat itu sehingga seperti ini. Jika saja aku tidak menolak permintaan Ben, pasti aku sudah tahu isi dari surat itu."
Selagi ia terus memikirkan tentang surat itu, seorang wanita paruh baya nyelonong menyebrang jalan dan hampir saja ia menabraknya. Untuk ia begitu gesit dengan cekatan menginjak rem mobil.
"Astagfirullah, hampir saja."
Jantung Iva berdegup kencang dan berdebar-debar.
"Hey, kalau... kamu kan gadis yang waktu itu?"
Awalnya Diajeng akan memarahi orang yang hampir saja menabraknya. Tapi setelah tahu orang itu adalah Iva, ia langsung berubah pikiran. Raut wajah yang semula murung mendadak berganti sumringah.
Dengan gerak cepat Diajeng menghampiri mobil Iva dan mengetuk kaca mobilnya. Iva pun membukanya. "Tante? saya minta maaf ya karena...
"Nggak apa-apa, Tante yang salah kok. Oh ya, sekalian Tante minta tolong ya. Bukain dulu pintunya, Nak!"
Iva membuka pintu mobil tersebut, dan Diajeng segera masuk duduk di jok samping Iva mengemudikan mobil. "Tolong anterin Tante pulang ke rumah ya? Karena kebetulan anak Tante nggak bisa jemput dan sopir pribadi juga sedang sakit."
Sebenarnya Iva keberatan karena ia harus segera sampai di kantor tapi ia tidak enak hati menolak apalagi ia hampir saja menabrak Diajeng.
"Ok Tante, saya telepon orang kantor dulu ya?"
Iva meraih gawai yang tergeletak di depan kaca mobilnya dan segera menelepon asisten pribadinya. Ia memberi tahu bahwa akan sedikit terlambat sampai di kantor.
"Duh, Tante jadi nggak enak neh. Mending nggak usah antar Tante ya. Maaf ya Nak, sudah menganggu waktunya."
Diajeng akan membuka pintu mobil tapi Iva menggapai salah satu lengannya. "Tante, nggak usah keluar! Nggak apa-apa kok Tante. Lagi pula saya bekerja di tempat sendiri jadi santai. Biar saya antar pulang sebagai permintaan maaf karena hampir mencelakai Tante."
Dalam hati Diajeng begitu sumringah, ini kesempatan emas untuk bisa mengenal Iva lebih dekat. Ia ingin meminta nomor ponsel Iva juga supaya bisa mendekatkan Iva dengan Ben.
Perlahan mobil Iva kembali merayap di jalan raya tersebut. Diajeng terus saja menatap wajah cantik Iva yang sedang fokus mengemudi.
"Nak, Tante boleh minta nomor ponselnya? Oh ya waktu itu Tante belum tahu namamu siapa?" tanyanya sembari terus menatap Iva tanpa berkedip sama sekali.
Sejenak Iva menoleh ke arah Diajeng sembari mengulas senyum manisnya. "Oh ya, maaf ya Tante. Waktu itu saya ada kepentingan mendadak jadi nggak bisa berlama-lama. Nama saya Iva, Tante. Nomor ponsel saya xxxxxx."
Diajeng lekas mencatat nomor ponsel Iva dan menyimpannya di ponsel miliknya. Tetapi kedua alisnya mengerut, dalam hati sempat bergumam. 'Iva? Kok namanya sama seperti wanita menyebalkan yang di jodohkan dengan Ben? Jangan-jangan Iva ini memang Iva yang sama ya? Ah, tapi nggak mungkin. Iva ini begitu sopan dan ramah serta lemah lembut sedangkan Iva yang di sana kurang @j@r karena hingga kini aku belum pernah melihat wajahnya seperti apa. Jika aku ingat kelakuannya dulu dimana kabur begitu saja waktu acara pertunangan, aku ingin sekali uhh....
Tanpa sadar kedua tangannya saling mengepal dan satu tangannya di pukulkan ke tangan yang satunya. Iva sempat melihat hal itu tapi ia tidak enak jika ingin bertanya. Ia hanya berani bertanya di mana rumah Diajeng. "Apakah rumah Tante masih jauh?"
"Oh nggak kok Nak, nanti di perempatan lampu merah itu belok saja ke kanan sekitar satu meter nanti ada sebuah rumah berpagar biru, itulah rumah Tante. Jika saja kamu sedang tidak sibuk, Tante ingin sekali mengajakmu main dan kita ngobrol-ngobrol di rumah Tante. Tapi sayangnya kamu seorang wanita karir pasti waktumu selalu di sibukkan dengan pekerjaan yang berjibun," ucap Diajeng sejenak menghela napas berat.
"Jangan sedih seperti itu Tante. Suatu saat nanti pasti saya bisa main kok. Tidak sibuk terus menerus. Memang untuk saat ini sedang padat jadwal kantor karena banyak sekali klien baru yang mengajak bekerja sama di perusahaan saya. Next time kita ngobrol-ngobrol ya Tante. Kan Tante sudah punya nomor ponsel saya, nanti chat ya Tante supaya saya juga bisa save nomor Tante."
Perkataan Iva yang begitu lembut berhasil meluluhkan hati Diajeng sehingga ia tidak lagi murung. Tak berapa lama, ia turun dari mobil karena sudah sampai di depan pintu pagar rumahnya.
'Terima kasih ya Nak, hati-hati si jalan ya."
Diajeng sempat melambaikan tangan sembari menyunggingkan senyumnya ke arah Iva. Wanita muda nan cantik tersebut membalasnya dengan senyuman pula dan lambaian tangan. Selepas itu melajukan kembali mobilnya menuju ke kantor.
Diajeng melenggang santai masuk ke dalam rumah dengan hati yang berbunga-bunga. Ia sempat berpapasan dengan Ben yang sedang memijit pelipisnya. "Loh, kamu sudah pulang dari kantor? Kamu sakit ya? Kok memijit pelipis seperti itu?"
Tatap tajam Diajeng menyelidik.
Belum juga Ben membalas pertanyaan Mamahnya, Diajeng sudah kembali berkata dan menarik salah satu tangan Ben untuk segera duduk di kursi yang ada di teras halaman. "Duduklah, ada yang ingin Mamah ceritakan. Nanti Mamah kerikin kamu. Makanya lekas menikah supaya ada yang mengurusmu. Masa iya sudah dewasa, Mamah harus terus mengurusmu? Ben, Mamah bertemu lagi dengan gadis cantik yang Mamah inginkan untuk menjadi menantu Mamah tapi...
gak mau orang jahat yang datang