Married To Fierce Boss

Loralei mengetuk pintu ruang CEO. Tidak lama langsung mendengar suara menggelegar dari dalam yang mempersilahkan untuk masuk. Dia menggandeng tangan pria di sampingnya, tepat di lengan karena manusia itu terus mengepalkan tangan.

“Sesuai janji, saya membawa pria yang dicintai untuk dikenalkan pada Anda,” ucap Loralei sembari masuk ke dalam. Dia menatap bosnya untuk melihat bagaimana wajah pria itu setelah menatap sosok yang berdiri bersamanya.

Agathias hanya menaikkan alis sebelah ketika menyaksikan tangan istrinya melingkar pada lengan seseorang. Dia tetap santai dan menyenderkan punggung di kursi kerja. “Jadi, ini pria bayaranmu?” Ada sunggingan senyum ejekan di wajah tampannya.

“Sembarangan, aku tidak membayar dia,” bantah Loralei. Dia melirik sebentar ke arah pria di sampingnya. Sampai detik ini masih sesuai skenario, hanya diam, datar, dan menatap bosnya dengan sorot mata yang berani, tidak menunduk atau memalingkan tatapan ke sembarang arah.

“Oh, begitu.” Agathias masih menikmati sandiwara istrinya. Anggap saja sekarang sedang percaya dengan drama yang dimainian oleh istrinya. “Duduk, aku ingin mengenalnya.” Ia menunjuk dua kursi yang ada tepat di depan meja kerja.

“Untuk apa mengenal dia? Bukankah yang Anda inginkan hanya bertemu? Sekarang orangnya ada di depan mata, berarti sebentar lagi kita bercerai, bukan?” Loralei merasa tidak aman jika bosnya akan berbincang berdua dengan pria bayarannya, bisa kacau kalau ada salah menjawab.

Mata tajam Agathias menyorot tepat di wajah istrinya. “Duduk!” Perintah itu masih menggunakan nada pelan tapi sengaja di tekan.

“Dia harus kembali bekerja, nanti kalau tidak mencari uang, bagaimana bisa menikahiku?” elak Loralei.

“Ku bilang, duduk!” Sedikit meninggi dan ditekan.

“Ini sudah jam kerj—” Loralei tidak jadi membantah karena mata bosnya telah melotot.

“Duduk! Kau paham bahasa manusia atau tidak?!” Kini Agathias menyentak dan mengembalikan kalimat yang sempat Loralei gunakan untuk memarahinya.

“Iya, iya.” Loralei menarik tangan pria di sampingnya untuk mendekat dan keduanya duduk bersebelahan.

Agathias menatap ke arah tangan istrinya yang masih berada di lengan terbalut kemeja digulung seperempat. “Lepas!” Mengeluarkan perintah sembari menunjuk yang dimaksud.

“Ini untuk menunjukkan padamu kalau aku dan dia memang sungguh ada hubungan.” Perjelas Loralei.

“Lepas, aku tidak akan mengambil pria itu darimu, kecuali kau takut dia kabur saat berhadapan denganku.” Agathias tersenyum mengejek sekaligus meremehkan.

Sebenarnya, ada benar juga apa yang dia katakan. Aku takut pria ini kabur sebelum menang perang. “Mana mungkin, kami saling mencintai, dan pasti dia berani berjuang demi membebaskan saya dari Anda.” Meski kurang yakin, tapi tetap berbicara harus penuh keberanian supaya tidak terlalu jelas berbohong.

“Aku tidak akan mengulangi perintah untuk ketiga kalinya, menurut atau—”

Loralei langsung berhenti menggenggam lengan pria bayarannya. Masih merasa aman sampai detik ini karena sesuai perintahnya, pria itu tetap diam.

Agathias kini fokus ke pria yang sejak tadi menutup mulut tapi berani menatapnya. Menelisik setiap sudut wajah. “Usia?”

Loralei mau menjawab, tapi dia tidak tahu juga. Memiliki waktu yang amat singkat untuk mencari pria bayaran, membuatnya tak selektif dalam menentukan pasangan. Asal wajah dan kelakuan bisa sepadan dengan bosnya, ambil.

“Dua puluh satu tahun,” jawab pria itu singkat sesuai pertanyaan.

“Oh, ternyata istriku suka dengan pria yang jauh lebih muda enam tahun dari suaminya, ya?” Agathias menatap Loralei dengan sebuah lirikan. Dia pastikan akan membuat wanita itu menyesal sudah membawa pria bayaran padanya.