Sinopsis:
Tertidur itu enak dan nyaman hingga dapat menjadi kebiasaan yang menyenangkan bagi banyak orang, namun jika tertidur berhari-hari dan hanya sekali dalam sebulan terbangun apakah ini yang disebut menyenangkan atau mungkin penderitaan..
Sungguh diluar nalar dan hampir mustahil ada, tapi memang dialami sendiri oleh Tiara semenjak kecelakaan yang menewaskan Ibu dan Saudaranya itu terjadi. Tidak tanggung-tanggung sang ayah membawanya berobat ke segala penjuru Negeri demi kesembuhannya, namun tidak kunjung membuahkan hasil yang bagus. Lantas bagaimanakah ia dalam menjalani kehidupan sehari-harinya yang kini bahkan sudah menginjak usia 16 tahun.
Hingga pertemuannya dengan kedua teman misterius yang perlahan tanpa sadar membuatnya perlahan pulih. Selain itu, tidak disangka-sangkanya justru kedua teman misterius itu juga menyimpan teka-teki perihal kecelakaan yang menewaskan ibu dan saudaranya 3 tahun yang lalu.
Kira-kira rahasia apa yang tersimpan..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caca4851c, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 21
"Aandi..", lirihku seraya berusaha untuk menstabilkan pandanganku yang semakin memburam dengan banyak peluh yang membasahi seluruh wajahku.
Spontan saja Andi langsung membalikkan badan ke arahku dan menatapku dengan ekspresi penuh kekhawatiran.
"Ara.., Apa kamu masih bisa mendengarku?", seru Andi yang masih memegang erat sebelah tanganku, sedangkan tangannya yang lain tampak dikibas-kibaskannya ke hadapan wajahku.
"Biar Kugendong saja", imbuhnya lagi secara tiba-tiba yang langsung saja membungkuk membelakangiku.
"Ayok, naik ke punggungku", serunya lagi.
"Tap-pi..,nanti Kamu pasti capek", ujarku secara ragu.
"Tidak Ara..., Andi kuat kok jika hanya menggendong tubuh Ara yang kecil. Lagian Andi udah terbiasa lewat sini", jelas Andi yang masih juga membungkuk menungguku menaikinya.
Menahan malu Aku naik ke punggung kekar Andi dengan mengalungkan ke dua tanganku pada lehernya, tak lama setelah itu Dia langsung berdiri tegak dan berjalan seperti tanpa ada beban.
Andi terus berjalan melintasi padang rumput liar ini dengan menggendongku hingga tanpa sadar kini telah sampai di pinggir hutan.
Pertama kali memasukinya tampak banyak pohon yang menjulang tinggi dengan jarak lumayan dekat satu sama lainnya.
Tidak hanya pepohonan, rumput-rumput liar dan bahkan semak belukar pun tumbuh dengan lebatnya di sekitaran sini, jika tidak berhati-hati sedikit saja maka sudah dipastikan akan tergores olehnya.
Hembusan angin yang membawa semerbak aroma khas tumbuh-tumbuhan dan juga tanah basah langsung tercium begitu saja.
Siulan burung-burung pun terdengar saling bersahut-sahutan membentuk suatu irama tersendiri yang mengalun merdu bagaikan sebuah nyanyian penyambutan.
Tak beberapa jauh Andi melangkah, akhirnya Dia berhenti dan menurunkanku di sebuah tempat yang rindang.
Dengan dua buah rumah pohon, yang satu di atas pohon gaharu sedangkan yang lainnya berada di bagian bawah sebuah pohon besar yang telah lama mati dan sudah tidak ada daun-daunnya itu.
Di bawah Rumah pohon gaharu itu juga menggantung sebuah ayunan yang diikatkan pada salah satu rantingnya.
Di sisi kanan kiri kedua rumah pohon itu juga terdapat banyak tumbuhan berry yang sudah berbuah lebat.
Pandanganku menelisik ke segala penjuru tempat ini dengan penuh kekaguman hingga tiba-tiba Kudapati semak-semak belukar yang ada di dekat Rumah pohon bergoyang-goyang.
Spontan saja Aku berjingkat dari tempatku berada yang langsung beringsut ke belakang Andi. Lantas sempat diliriknya sejenak arah pandangku tadi sebelum akhirnya justru terkekeh melihat tingkah anehku.
"Hey, tidak ada apa-apa..jangan takut", seru Andi menenangkanku yang tidak beberapa lama setelah itu melepaskan pegangan tanganku dan melangkah ke arah semak belukar tadi.
"Sebentar saja, dan tetap di situ Ara", imbuhnya lagi.
"Baik, hati-hati", pesanku dengan penuh kekhawatiran membayangkan banyak kemungkinan yang ada dari binatang buas hingga hantu hutan.
Tatkala Andi sudah berada di dekat semak belukar yang bergerak-gerak itu, sempat Kudapati Dia melirikku sekilas dengan ekspresi tegang sebelum akhirnya menyibak semak belukar itu hingga Ia tampak seperti ditarik oleh sesuatu yang tidak bisa Kulihat sampai masuk ke sana.
Menyaksikan Andi yang tidak kunjung keluar dari dalam semak belukar itu membuat rasa khawatirku mengalahkan semua rasa takutku untuk melihat keadaannya.
Secara ragu-ragu Kuulurkan tanganku guna menyibak rimbunnya semak belukar itu. Perlahan-pahan Kusibak hingga kini tampak Sosok Andi yang terduduk di balik sana, sembari mengelus-elus Kelinci Abu-abu yang ada di pangkuannya itu.
"Astaga, Andiii", teriakku kesal pasalnya Dia hampir membuat jantungku berhenti berdetak karena terlalu mengkhawatirkannya, sedangkan Dia malah asik bermain dengan Kelinci mungil itu.
Mendengar teriakanku barusan Andi hanya menyengir dengan wajah 'Watados'nya. Lalu Dia kembali berdiri dengan membawa Kelinci mungil itu di tangannya dan beringsut mendekatiku.
"Yah, maaf membuatmu khawatir", ujarnya dengan wajah melas sembari menenteng kelinci mungil itu ke depan wajahnya.
'Uh, betapa imutnya..Kelinci mungil yang bewarna abu-abu dengan corak putih di bagian ekornya membuatnya terlihat semakin lucu saja apalagi ternyata memiliki mata biru bulat yang langka'
Rasa marahku menghilang seketika tatkala melihatnya, sontak saja tanganku terulur hendak meraihnya yang terlihat begitu menggemaskan.
Dengan senang hati Andi membiarkanku meraih dan menggendong kelinci itu, kini dapat Kurasakan bulu-bulu lembutnya tatkala tanganku mengelus-elus tubuhnya.
Kelinci mungil itu sedari tadi tampak diam saja ketika berada dipangkuanku, ternyata tidak hanya lucu dan imut tetapi juga anggun sekali.
"Ara, tunggu dulu di Rumah pohon itu ya...Aku mau mencari makanan di sekitar sini", seru Andi seraya menunjuk Rumah pohon yang berada di bawah itu.
"Cepat kembali ya, Aku takut sendirian", pesanku.
"Tentu my princess", jawab Andi yang tak lama kemudian berjalan meninggalkanku dan menghilang dalam sekejab di balik rimbunnya pepohonan di depan sana.
Pemandangan yang tadinya terlihat indah kini terlihat sunyi, apalagi jika dirasa hanya Aku dan Andi manusia satu-satunya yang ada di sini. Sedangkan Andi kini juga pergi entah kemana walaupun katanya tidaklah lama.
Aku yang masih menggendong kelinci mungil itu pun segera memasuki Rumah pohon yang bentuknya lebih mirip sebuah jamur raksasa. Kubuka pintu kecilnya dan mulai merangkak masuk ke dalamnya.
Ternyata bagian dalamnya tidaklah sempit seperti apa yang ada dalam pikiranku, di sini justru sangatlah luas dan cukup untuk tiga sampai empat orang dewasa tidur.
Memang sih, dibagian pintu masuknya saja yang kecil, entahlah dimaksudkan bagaimana oleh Andi ketika membuatnya. Yang jelas di sini sungguh nyaman dan sejuk karena terdapat lubang-lubang yang sangat kecil dengan jumlah yang cukup banyak di dekat pintu masuknya berfungsi sebagai ventilasi udara.
Di dalam sini juga dilapisi kayu-kayu yang lumayan tebal di bagian bawahnya sebagai lantainya jadi siapapun yang berada di dalam sini bisa langsung leluasa berbaring atau bahkan tiduran.
Usai meletakkan kelinci mungil ini di dekatku, segera Kuraih gagang pintu itu dan Kututup perlahan agar tidak ada hewan buas yang nanti menemukanku.
Sekian lama Aku berbaring di sini bersama dengan Kelinci mungil yang sekarang bergerak ke sana ke mari, namun Andi tak kunjung sampai juga.
Tak jarang pula, rasa bosan menghampiriku berkali-kali. Akhirnya Kuputuskan untuk keluar dan melihat-lihat sekitaran sini bersama Kelinci mungil ini.
"Moni, ayo Kita keluar dulu dan lihat apakah Andi sudah kembali", ajakku yang langsung saja menggendong kelinci mungil yang Kuberi nama Moni.
Aku kembali merangkak keluar dari Rumah pohon ini dan Kudapati terik matahari yang begitu menyorot mataku tatkala menatap ke atas.
Angin pun berhembus dengan kencangnya membelai surai panjangku, tiba-tiba Moni yang awalnya diam dalam gendonganku seketika bergerak-gerak berusaha untuk melepaskan diri.
Aku yang tak kuasa menahannya membiarkannya meloncat turun begitu saja karena Kupikir Dia tak akan pergi terlalu jauh dari sini.
Namun dugaanku salah karena kini Moni secara cepat pergi dari jangkauanku, Aku yang tidak mau kehilangannya apalagi kini sendirian pun menyusulnya yang kian masuk ke dalam hutan.