"Assalamualaikum Kapten"
.
Ini bukanlah drama Korea,
Dia bukan Kapten RI Jeong Hyuk,
Dan aku bukan Yoon Se Ri.
Tapi ini takdir Allah
Takdir yang membuat ku berpikir.
Apakah kita dipertemukan,
Hanya untuk diperkenalkan ?
Atau,
Mungkinkah kita dipertemukan,
Untuk disatukan ?
*****
Hallo semua 👋
Mohon maaf sebelumnya karena Karya ku yang judulnya "Angel's Story" tidak bisa dilanjutkan lagi.
Maka dari itu, aku memutuskan untuk membuat cerita baru yang terinspirasi dari drakor CLOY.
Hanya saja ini bernuansa Islami.
So, Happy reading guys 🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Azurra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mulai Nyaman
Joo Young menatap Min Hyuk yang sudah terlelap setelah keasikan chattingan dengan teman dunia mayanya yang berasal dari Malaysia, yang ternyata gadis itu adalah Keyla.
"Ck. Bahkan sudah tidurpun sisa senyumannya masih ada."
Benar!
Min Hyuk tak berhenti tersenyum saat tengah saling mengirim pesan dengan Keyla.
Pria itu benar-benar jatuh hati pada Keyla rupanya.
Joo Young meninggalkan Min Hyuk dalam ruang kerja Sua. Pria itu pergi melangkahkan kakinya menuju kamar rawat Jia. Dia ingin mengecek kondisi gadis itu.
Kota Chuncheon sudah terlihat terang dari sebelumnya. Musim panas mengakibatkan langit lebih cepat terang dari pada dimusim dingin. Bahkan saat jarum jam telah menunjukkan pukul tujuh pagi, langit masih terlihat gelap saat musim dingin.
Saat ini, jarum jam sudah menunjukkan pukul tujuh lebih tiga puluh lima menit.
Pria itu menggeser pintu kamar rawat Jia dengan perlahan. Dia terpaku saat melihat dan mendengar gadis itu membacakan ayat Alquran.
Suara gadis itu sangat merdu. Hatinya terasa damai kala mendengar ayat-ayat suci yang dilantunkan oleh Jia.
seperti ibu dulu. Dia membatin.
Joo Young tersenyum melihat gadis itu memakai mukena yang ia belikan. Sangat cantik dan pas diwajahnya.
Pria itu melangkah maju, menghampiri Jia yang tengah duduk di kursi roda.
Jia yang menyadari kedatangannya langsung menghentikan aktivitasnya. Ia mendongak dan mendapati Joo Young tersenyum padanya. Gadis itu membalas senyuman Joo Young.
"Maaf, aku mengganggu ibadahmu," ujar Joo Young seraya duduk di sofa yang tak jauh dari tempat duduk Jia.
"Tidak apa-apa. Aku juga sudah selesai."
"Itu ponsel siapa?" tanya Joo Young saat melihat gadis itu meletakkan ponsel yang baru saja selesai ia gunakan untuk membaca Al-Qur'an.
"Ini ponsel cadangan milik Sua. Dia meminjamkannya padaku agar aku bisa menghubungimu jika memerlukan sesuatu, karena dia harus melakukan operasi pagi ini. Jadi sekalian saja, aku mendownload aplikasi Alquran."
"Baiklah, kalau begitu, aku akan membelikan mu ponsel baru."
"Eh? Tidak usah. Kata Sua, aku bisa menggunakan ponsel ini kapan saja."
"Dan bila kekasihnya menelpon, apa kau yang akan berbicara dengan kekasihnya itu?"
Jia terdiam sejenak.
"Tapi kata Sua, dia-"
"Jadi kau lebih menghargai kata Sua dari pada kataku? Calon suami mu sendiri?"
Joo Young menyela ucapannya. Gadis itu terdiam dengan raut wajahnya yang sedih.
"Bukan begitu. Aku hanya tidak ingin merepotkan mu," dia merasa bersalah.
"Apa kau pikir, kau tidak merepotkan Sua?" nada bicara Joo Young terdengar tajam.
Jia menundukkan wajahnya. Gadis itu semakin merasa bersalah, ia tidak bisa lagi menjawab pertanyaan menohok dari Joo Young.
"Maafkan aku," ujar gadis itu begitu lirih.
Mendengar permintaan maaf itu membuat Joo Young tersadar bahwa dia seperti telah mengintimidasi Jia dengan pertanyaan itu.
Terbesit rasa bersalah dalam hatinya.
Pria itu bangkit dari duduknya dan berjongkok dihadapan Jia. Kedua tangannya memegang kedua sisi kursi roda itu.
"Kau jangan lagi merasa bahwa dirimu akan merepotkan aku," Joo Young tersenyum, "Aku ini bukan orang asing bagimu. Jadi tolong, apapun yang aku belikan untukmu, jangan kau tolak yah," ujar Joo Young begitu lembut.
Jia mengangkat wajahnya dan menatap kedua manik mata pria yang ada dihadapannya kini.
Kedua manik mata mereka bertemu.
Tatapan mata pria itu begitu hangat. Senyuman manis hingga membuat mata pria itu sedikit menyipit, sejenak berhasil menghipnotisnya. Dia langsung mengalihkan wajahnya ke arah jendela karena malu telah terpesona akan aura yang dipancarkan oleh Joo Young. Dia berusaha untuk menyembunyikan rona wajahnya yang mulai memerah.
Kenapa dia sangat tampan, Suara batinnya bertanya.
Joo Young mengulum senyumnya saat melihat Jia salah tingkah karena menatapnya. Gadis itu terlihat menggemaskan baginya.
Imutnya, ujarnya dalam hati.
"Apa kau lapar?" tanya Joo Young seraya berdiri.
Jia mengalihkan pandangannya pada Joo Young kembali, "Sedikit," jawabnya.
"Baiklah, aku akan pergi sebentar membeli sarapan untuk kita. Apa ada tambahan yang kau inginkan?"
Jia menggelengkan kepalanya pelan, "Tidak ada," ia tersenyum.
"Baiklah. Jika kau tiba-tiba ingin sesuatu atau ada sesuatu yang terjadi, hubungi saja aku pakai ponsel itu."
Jia hanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.
"Aku pergi dulu," ujar Joo Young yang hendak melangkah pergi. Namun, langkahnya terhenti karena Jia menarik jaket yang ia pakai.
Joo Young menatapnya dengan alis terangkat, "Ada apa?" tanya pria itu.
"Assalamualaikum," ujar Jia seraya menatap kedua manik mata Joo Young.
Pria itu terpaku sejenak saat mendengar ucapan salam dari Jia. Sudah lama sekali rasanya tidak mendengar kata yang berarti ucapan doa itu.
"Waalaikumussalam," balas Joo Young saat dia berhasil menetralkan perasaannya. Setiap kali ia mencium bau-bau keislaman disekitarnya, dia merasa bahwa ibunya masih berada disisinya. Hanya ibunya yang berusaha menanamkan nilai Islam dalam dirinya. Tapi faktor kepercayaan keluarga ayahnya sangat kental dibandingkan ajaran ibunya, membuat ia semakin mengesampingkan bahwa sejak kecil dia dididik dengan ajaran Islam.
Jia tersenyum melihat punggung lebar milik pria itu yang semakin menjauh hingga menghilang dibalik pintu.
--------------
"Key, ayo sarapan dulu Nak."
Kanaya membuka pintu kamar Keyla dan mendapati anaknya tengah duduk di balkon sambil tersenyum memandangi layar ponselnya. Gadis itu masih asik membaca room chatnya dengan pria asal Korea itu, padahal mereka sudah menyudahi aktivitas chatting itu lebih dari tiga puluh menit yang lalu.
Wanita itu menghampiri anaknya.
Dia berdehem, "Hayo, anak mama ni, kenapa senyum-senyum sendiri?" tanya Kanaya yang mencoba menggoda putrinya.
Keyla salah tingkah setelah menyadari kehadiran ibunya. Dia tersenyum malu-malu.
"Enggak kok mah. Ada yang lucu tadi," kilahnya.
"Anak mama lagi jatuh cinta ya?" tebak Kanaya.
"Enggak kok mah. Jatuh cinta apanya," Keyla terkekeh seraya mengalihkan pandangan.
"Key,"
"Ya mah?"
Kanaya menatap lekat kedua manik mata Keyla dengan serius.
"Kamu sadar kan, semakin lama mama dan papa bertambah tua?"
Keyla menganggukkan kepalanya.
"Kamu sadar juga kan? Apa keinginan semua orang tua saat dirinya sudah semakin tua dan saat anaknya telah tumbuh dewasa?"
Keyla menganggukkan kepalanya lagi. Dia mulai paham arah pembicaraan ibunya saat ini.
"Lalu apa rencana mu Nak?" tanya Kanaya yang sudah seperti mengintimidasinya.
Keyla menggigit bibirnya bagian dalam.
"Doakan yang terbaik untuk Key saja ya mah. InsyaAllah kalau tahun ini dah ada jodoh, Keyla akan segera melangsungkan pernikahan," gadis itu berdiri dari duduknya dan menatap lekat wajah ibunya yang sudah ada sedikit kerutan namun masih saja terlihat cantik.
Gadis itu tersenyum, "Keyla paham, mama ingin Keyla segera menikah, apalagi diusia Keyla yang akan menginjak 25 tahun. Keyla paham mah," gadis itu membawa tangan kanan Kanaya dalam genggamannya.
Gadis itu mengusap lembut tangan wanita paruh baya itu, "Keyla juga kepikiran untuk menikah. Hidup bahagia dengan pasangan yang Keyla cintai dan juga dengan anak-anak yang Keyla sayangi selamanya. Seperti mama dan papa. Tapi semua itu tergantung kehendak Allah juga mah. Keyla hanya minta, mama dan papa terus doakan yang terbaik untuk Key. Dan selalu Ridho atas segala apa yang key lakukan. InsyaAllah Key akan melakukan yang terbaik hingga keinginan mama dan papa terwujud. Ridho orang tua adalah Ridho Allah kan mah?" gadis itu tersenyum.
Kanaya terharu mendengar ucapan putrinya. Tanpa sadar ia meneteskan air mata.
"Iya sayang. Mama selalu Ridho akan segala yang kamu lakukan. Selama ini kamu tak pernah mengecewakan kami. Maafkan mama yah."
Keyla menganggukkan kepalanya.
"Mama kok nangis?" Keyla mengusap bekas air mata Kanaya.
Kanaya tertawa sambil mengusap matanya juga.
"Mama hanya terharu. Anak mama yang dulu kecil mungil, kini sudah dewasa." ujarnya.
Keyla terkekeh mendengarnya.
"Ya sudah. Kita sarapan yuk, dah ditungguin sama ayah dan Makci, Pakci mu dibawah," ajak Kanaya.
Keyla dan Kanaya melangkah keluar dari kamar itu menuju ruang makan. Di sana ada Robbi, Wirma dan Asraf yang sudah duduk di kursi masing-masing.
"Lama banget ni kenape?" tanya Asraf yang tanpa sadar menggunakan dua logat bicara dari Indonesia dan Malaysia. Mereka terkekeh mendengarnya.
"Papa bicara apa sih? entar kena undang-undang pemerkosaan bahasa baru tau rasa loh," ujar Keyla yang baru saja sampai diruang makan.
Kanaya dan Keyla mengambil tempat duduk disebelah Asraf.
"Mana ada?"
"Adalah," gadis itu tertawa diikuti oleh tiga orang yang ada di ruangan itu.
"Waah Makci, ini sarapan kah?" tanya Keyla saat melihat banyak makanan yang sudah terhidangkan di atas meja.
"Khusus buat kamu Key. Makci mu ini sengaja bangun pagi-pagi buat masakin keponakannya tersayang," ujar Kanaya seraya melirik Wirma. Wanita yang diliriknya itu tersenyum.
"Kan Makci dah janji kemarin," ujar Wirma seraya menyendokkan makanan di piring Robbi.
"Makasih yah Makci," ujar Keyla yang dibalas anggukan serta senyuman oleh Wirma.
"Ayo, silahkan disantap."
Kanaya, Keyla dan Asraf pun mulai mencicipi masakan Wirma. Mereka langsung memuji cita rasa yang ada dalam makanan itu saat suapan pertama.
"Wah, Makci ini enak. Kenyal-kenyal seperti makan mochi saja. Ini namanya apa?" tanya keyla saat telah mencoba makanan yang terbungkus dengan daun pisang yang dipanggang.
"Itu Ilabulo Key. Terbuat dari sagu dan bumbu dapur lainnya. Seperti lada, cabe rawit, jahe, bawang putih, bawang merah, garam dan penyedap rasa lainnya. Dan juga bisa dicampurkan sama hati ayam atau kulit ayam."
"Wah, kedengarannya gampang dibuat. Terus kenapa pakai daun pisang sih Makci?"
"Itu ciri khasnya Key. Kata mendiang Nenek Ade, makanan akan terasa lebih enak kalau dimasak dengan cara dibungkus pakai daun pisang. Dan ternyata betul loh, Makci saja kaget pas pertama kali ngerasain nasi kuning dan ilobulo yang dibungkus pake daun pisang," ujar Wirma kala mengingat mendiang ibunya Robbi, Nenek Nayla.
"Wah, key jadi pengen buat deh. Enak banget," ujar Keyla dengan gemasnya dan menyuapkan Ilabulo kembali ke mulutnya.
"Makci ada catatan resep dan cara buatnya Key. Nanti Makci kasih ke kamu. Sekalian Sagu milik Makci masih banyak, kamu bisa bawa ke Jepang dan buat disana. Pasti disana jarang ada tepung Sagu kan?"
Keyla menganggukkan kepalanya.
"Iya Makci. Kadang aku tuh pengen banget masak makanan Indo tapi susah dapat bahannya. Asian Mart jauh dari kampus juga."
"Kamu bisa bawa bahan yang ada dirumah ini sayang. Nanti Makci belanja lagi."
"Waah, Beneran Makci? Makasih yah," gadis itu tersenyum lebar.
Wirma mengangguk seraya tertawa melihat tingkah gadis itu.
"Sudah-sudah, lanjut makan lagi," ujar Kanaya.
Mereka melanjutkan kegiatan makannya sambil diselingi dengan obrolan ringan. Robbi dan Asraf dengan topik khas laki-laki. Sedangkan Ketiga kaum hawa itu dengan topik resep makanan.
Selain Ilabulo, Wirma sengaja menyiapkan makanan lain seperti Bilendango atau Ikan belah rica. Ikan yang dibelah dan dibersihkan kotorannya dan diberi bumbu dibagian tengah dan kemudian digoreng.
Dan ada juga ada Binthe Biluhuta atau lebih dikenal dengan sebutan Milu Siram untuk orang-orang lokal. Terbuat dari jagung yang direbus dan diberi bumbu khas dan juga diberi toping parutan kelapa, terong dan ikan yang telah dicabik-cabik.
Mereka sangat menikmati sarapan berat mereka pagi ini.
-----------
Jia menoleh seraya tersenyum saat mendengar pintu kamar rawatnya bergeser. Tapi saat mendapati bukanlah Joo Young yang masuk ke ruangan itu, senyumannya memudar.
"Maaf mengecewakan mu. Aku Min Hyuk sahabatnya Joo Young. Dimana pria itu sekarang? Tega-teganya dia meninggalkan aku yang tengah tertidur sendirian," pria itu mencebikkan bibirnya kesal lalu melangkah maju menuju sofa yang tak jauh berada dari tempat Jia.
Spontan Jia memundurkan kursi rodanya, ia merasa perlu waspada saat ini. Karena dia tidak mengenal Min Hyuk.
"Hei! Jangan khawatir. Aku bukan orang jahat. Kau tak perlu takut padaku," pria itu sadar bahwa kehadirannya membuat Jia merasa takut.
"Kemana Joo Young? Kenapa dia meninggalkan mu sendiri?" tanya Min Hyuk tapi tidak dihiraukan oleh Jia.
Pria itu mengerucutkan bibirnya, "Rupanya kau tak percaya padaku yah?" tanya Min Hyuk.
Jia masih menutup mulutnya.
"Baiklah. Kita berdiam diri saja sampai Joo Young kembali," dia menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa seraya memejamkan mata.
Jia masih menatap waspada pada pria yang ada dihadapannya.
"Wah, kau membuatku terlihat seperti orang jahat. Jangan menatapku seperti itu."
Jia mengulum senyumnya melihat ekspresi sebal dari pria itu.
"Kau bisa tersenyum juga ternyata," Min Hyuk tersenyum.
"Maafkan aku," ujar Jia dengan tulus. Dia merasa bersalah karena sempat tidak mempercayai pria yang mengaku sebagai sahabat Joo Young itu.
"Tidak masalah. Sudah wajar kau berhati-hati pada seseorang yang tidak kau kenali."
"Aku pikir kau sudah pulang."
Suara itu membuat Jia dan Min menoleh bersama pada sumber suara.
Joo Young datang dengan beberapa kantong makanan serta minuman dikedua tangannya.
Min Hyuk menatap tajam padanya.
"Tega kau. Tidak membangunkan aku dan membiarkan aku sendirian disana. Kalau ada perawat yang masuk ke ruangan Sua untuk mencarinya dan melihatku terlelap lalu mencuri-curi kesempatan padaku bagaimana?" ujar pria itu seraya mendramatisir keadaan, "Secara aku kan tampan rupawan pujaan banyak wanita," tambahnya begitu percaya diri.
"Iya kan Jia? Aku tampan kan?" dia mengedip-ngedipkan kedua matanya meminta dukungan dari gadis itu.
Jia hanya tersenyum tipis sambil menganggukkan kepala.
Joo Young yang melihat tingkah dari sahabatnya itu hanya memutar bola matanya dengan malas.
"Hei! Sakit tau," protes Min karena dihadiahi ketukan sendok di kepalanya. Joo Young sengaja melakukan itu.
"Sersan Ahn Min Hyuk. Diam. Makan. Dan pergi dari sini," ujar Joo Young dengan wajah datarnya.
Min Hyuk menelan salivanya kemudian memutar bola matanya dengan malas.
"Siap Kapten," ujarnya yang terdengar terpaksa seraya mengambil alih sendok yang dipegang oleh Joo Young.
Saat Joo Young telah mengatakan kata "Sersan" seperti itu, berarti dia tengah menggunakan posisinya sebagai atasan untuk menguasai keadaan. Dia sebagai bawahan hanya bisa mematuhinya.
Jia tertawa melihat apa yang dilakukan oleh kedua pria itu.
Joo Young melangkah ke tempat Jia dan mendorong kursi roda itu hingga mendekati meja.
Dia duduk di sofa tepat di depan kursi roda Jia.
Tangannya bergerak membuka sekotak bubur ayam dan mulai mengambil satu sendok bubur itu.
"Eh? Aku bisa sendiri," Jia menolak saat Joo Young menyodorkan sendok berisi bubur itu padanya.
"Tidak ada penolakan," ujar Joo Young pelan namun terdengar tegas.
Jia menghembuskan napasnya pelan sebelum akhirnya menerima suapan itu.
"Sepertinya aku harus cepat pergi dari sini," gumam Min Hyuk tetapi masih bisa di dengar oleh mereka berdua.
Pria itu merasa risih dan juga iri melihat apa yang dilakukan oleh dua orang yang ada dihadapannya.
"Makanya kau cari pacar sana," cibir Joo Young seraya menyuapi Jia kembali.
"Atau calon istri?" Pria itu tertawa mengejek pada Min Hyuk.
"Sialan kau!" Min Hyuk mencebikkan bibirnya.
Sedangkan Jia hanya tertawa melihatnya.
Sepertinya aku mulai nyaman walau masih belum mengingat apapun. Batinnya bersuara.
**********to be continued*********
***Hallo semua 👋
Semoga terhibur dengan cerita ini 🙏
Jangan lupa tinggalkan jejak like ataupun Vo-ment untuk sekedar mejadi support aku buat lanjut nulis kisah ini yah ☺️
Terimakasih 🤗***
semoga skripsi.a lancar n segera wisuda... good blaze...!!!