Hinata di titipkan pada keluarga Hashirama oleh ayahnya yang menghilang secara tiba-tiba.
Di sana, di rumah besar keluarga itu yang layaknya istana. Hadir empat orang pangeran pewaris tahta.
Uchiha Sasuke
Namikaze Naruto
Ootsutsuki Toneri
Kazekage Gaara
Akankan Hinata bisa bertahan hidup di sana?
Disclaimer : All Character belongs to Masashi Kishimoto. Namun kisah ini adalah original karya Author. Dilarang meniru, memplagiat atau mencomot sebagian atau keseluruhan isi dalam kisah ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vita Anne, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17. Mine!
Hinata tengah berbaring menyamping seraya menggigit telunjuk~nya dengan risau.
Di balik punggung nya ada Naruto tengah mengancing lengan kemeja~nya. Sedangkan gadis itu hanya meremas selimut yang kini membalut tubuhnya.
Kali ini mereka melakukannya dengan sadar. Hinata seratus persen yakin dia tengah sadar malam ini.
'Bodohnya mereka kembali melakukan kesalahan!'
Naruto menoleh, menatap Hinata di belakangnya. Dan pria itu kembali mengecup pipi Hinata dari samping penuh perasaan. Hinata menggeliat merasakan bibir lembut pria itu. Memalingkan wajahnya sembari mendorong wajah Naruto dengan tangan kecilnya perlahan.
Namun Naruto kembali menarik wajah Hinata agar menghadap~nya. Dan dia kembali mencium bibir gadis itu untuk yang kesekian kalinya malam ini.
"Hentikan! Pergilah! Ku mohon, bagaimana jika ada yang melihat ini semua? Kita tidak seharusnya melakukan ini." Sangkal gadis itu seraya berontak. Ada perasaan bersalah dari setiap kata-katanya.
Naruto menghentikan kegiatannya. Sejenak, dia menatap wajah gadis itu yang samar di bawah sinar bulan. Bias cahaya yang cantik itu menyelinap melalui jendela yang sedikit terbuka. Tangannya tergerak mengusap anak rambut di pelipisnya. Mencoba menenangkan gadis itu yang tengah risau.
"Aku akan bicara pada Kakek secepatnya! Apa kau siap jika harus pergi dari rumah ini? Bersama ku? Aku tidak bisa menahannya lebih lama lagi."
Hinata berpikir sejenak. Banyak tanda tanya di kepalanya atas sikap Naruto. Sebelumnya, dia bukan pria menyenangkan yang ramah. Namun, perubahannya yang mendadak terus membuatnya bertanya-tanya.
Adalah keputusan yang gila jika dia harus menikah hanya karena kesalahan yang telah dia buat. Tapi, apa yang sudah mereka lakukan sekarang tidak bisa lagi di sebut sebuah kesalahan yang tidak di sengaja. Mereka melakukan semua dengan sadar dan atas keinginan masing-masing.
Bagaimana bisa mereka melakukan semua Tanpa rasa cinta? Apa ini hanya nafsu belaka? Semua akan menjadi bencana kedepannya!
Hinata menggelengkan kepalanya mengabaikan pikirannya yang terus meronta. Dia mengingat tujuan utamanya ke sini.
"Tapi ayah..."
"Kau ingin bicara dengan ayah mu?"Potong Naruto."... Kau merindukannya?"
Hinata menelan ludah serat.
"Ya! Aku sangat merindukannya!" Ucap gadis itu seraya mengangguk pelan.
"Datanglah ke kantor ku besok! Aku akan membuat mu bicara dengan~nya!"
Hinata mengangguk, dia tidak butuh apapun saat ini. Dia hanya ingin mengetahui kabar ayahnya. Jika Naruto bisa membawa dia pada sang ayah. Dia akan melakukannya.
Naruto tersenyum lebar. Dia kembali menciumi wajah gadis itu dengan beberapa kecupan singkat. Membuat Hinata menggeliat. Namun kali ini seraya tertawa lebar.
Mendengar Pria itu akan membawanya pada sang ayah membuatnya begitu bahagia. Meski itu hanya sebuah panggilan telepon biasa. Dia merasa, Naruto bisa mengerti~nya dengan baik.
"Sudahlah Tuan! Hentikan, kau membuat perutku sakit. Khkh!" Sanggah Hinata yang kini terkikik geli dengan perlakuan Naruto.
"Wah!! Aku penasaran dengan yang akan ada di sini nanti." Ucap pria itu sembari mengusap perut rata Hinata.
Hinata hanya bisa menggeliat merasakan tangan pria itu di perutnya.
"Jangan gila!" Sangkal gadis itu."... Keluarlah! Kembalilah ke kamar mu! Ini sudah larut. Capat! Aku tidak ingin membuat masalah."
"Aku masih merindukan mu! Gadis nakal yang ku temui di Club!"Ucap pria itu yang kini mulai bicara mengenai perasaannya."... Sejujurnya, Aku bersedia membayar mu jika kau benar bekerja di sana. Aku serius dengan ucapan ku kala itu."
Hinata memukul bahu Naruto yang masih bicara di atasnya seraya menunduk.
"Kau gila!"Runtuk gadis itu."... Apa kau pria yang seperti itu? Suka bermain-main dengan banyak perempuan? Huh?"
Naruto terdiam, dia tengah berpikir sesaat sebelum akhirnya dia menjawab.
"Entahlah!" sahutnya datar. Dia hanya berusaha menggoda Hinata yang kini terdengar seperti menyelidikinya."... Mungkin sesekali!"
"Yaa!!!" pekik gadis itu kesal mendengar jawaban singkat Naruto. Dan dia mendaratkan sebuah pukulan ringan pada lengan pria itu di sampingnya.
Naruto terkekeh senang. Melihat reaksi Hinata yang berlebihan.
"Tenanglah! Aku bukan pria yang seperti itu!" Ucap Naruto akhirnya. Dia berusaha menenangkan gadis itu seraya kembali mengusap helai rambut Hinata dengan lembut.
Hinata tergelak sembari mendecih, pria itu hanya ingin menggodanya.
"Pergilah!" ucap Hinata kembali tersenyum lebar pada Naruto."... Sudah cukup! Aku tidak ingin membuat masalah lebih pelik lagi nanti."
Namun Naruto tidak mengindahkan apa yang Hinata ucapkan. Dia sibuk bicara mengenai berbagai keinginan dan juga perasaannya. Dia kembali mengusap anak rambut di dahi Hinata dengan lembut.
"Aku menunggu waktu saat kita bisa hidup berdua nanti, bersama anak-anak!" Ujar pria itu dengan pelan.
"Kau mengejutkan ku dengan perubahan sikapmu yang tiba-tiba!" Sahut Hinata seraya mengusap lengan pria itu.
"Benarkah? Apa sikap ku dulu begitu buruk?"
"Ya! Kau jahat! Kau membuatku terus berpikiran buruk tentang mu. Membuat ku bertanya-tanya tentang banyak hal." ucap gadis itu nyalang. Dia teringat mengenai apa yang Gaara katakan tempo hari mengenai gadis yang pernah menempati kamarnya dulu.
Hinata memejamkan matanya sembari menggeleng.
Ini bukan waktu yang tepat untuk bicara mengenai itu. Dia masih belum siap dengan segala yang akan dia tahu mengenai keluarga Hashirama. Keadaan belakangan ini suda cukup membingungkan. Dia tidak ingin menambah rasa bersalah dan risau nya dengan berbagai kenyataan lain yang mungkin saja akan membuatnya harus berpikir semakin keras.
Naruto menyadari kerisauan yang tergambar di wajah gadis itu.
"Ada apa? Ada yang menganggu pikiran mu?" Tanya Naruto lagi.
"Kau tahu bagaimana perasaan ku belakangan ini. Menghadapi kakek dan saudara mu yang lain." Sahut Hinata lesu.
Naruto tersenyum kecil. Mata birunya menyelam lebih dalam pada wajah teduh yang hampir mengantuk di depannya.
"Jangan khawatirkan itu semua. Aku akan mengurus mereka."Sahut~nya. Dia memberi jeda pada kalimatnya."... Um, Dan maaf! Mungkin aku terbiasa memendam semua. Hingga selalu bersikap dingin dan membuat mu tidak nyaman."
Hinata mengangguk tanda mengerti. Dan dia mengangkat sebelah tangannya. Mengusap pipi pria itu yang hangat dengan lembut. Sebaris senyum terbit di wajah~nya yang terlihat lelah dan mulai mengantuk.
"Pergilah! Kembali ke kamar mu. Beristirahat lah." Ucap gadis itu pelan.
...°°°...
"Berhentilah terus mengoceh dan jangan ganggu aku!" Suara Sasuke dari sambungan telepon terdengar kesal. Siang ini dia sedang berada di rumah sakit."... Hubungan kita telah selesai!"
Pria itu menutup sambungan telepon dengan kasar. Dia sedang berada di ruang kerjanya di rumah sakit. Pria itu mengusap pelipis dahinya seraya berpikir keras.
Dia beranjak dari bangku tempatnya duduk. Melepas jas putih yang pria itu kenakan. Kemudian keluar dari ruang kerjanya dengan tergesa-gesa.
Dia mengambil ponsel dari saku celananya. Mencari nomer seseorang dan menelepon~nya.
"Nona Yamazaki! Aku harus kembali ke rumah sekarang. Aku telah mengerjakan daftar pasien kronis dan EBM(Evidence based medicine) yang di perlukan. Tetap Lakukan pengecekan secara berkala pada daftar yang telah ku buat! Jangan melewatkan satupun! Mengerti?!"
Sasuke menutup sambungan telepon. Pria itu bicara dengan asistennya di rumah sakit. Dia harus segera pulang ke rumah, Mengecek sesuatu.
...°°°...
"Ayah!!!"
Hinata memekik kegirangan ketika dia melihat wajah sang ayah di layar laptop yang ada di depannya.
Mata gadis itu mengembang dan berkaca-kaca karena bahagia. Sudah dua bulan belakangan ini dia tidak bertemu dengan Ayah~nya. Terakhir, dia hanya mendengar suara sang ayah dari ponsel Sasuke di rumah sakit.
Dia sedang berada di ruang kerja pria itu, Namikaze Naruto yang berjanji akan menghubungkannya dengan sang ayah.
Sedangkan Naruto sendiri, dia tengah duduk di bangku kerjanya sembari memperhatikan apa yang kini Hinata lakukan. Hinata masih menatap layar di depannya dengan antusias. Sudut bibir pria itu tertarik. Menampilkan sebuah senyum tipis yang terlihat amat manis.
"Apa ayah baik-baik saja? Apa kau makan dengan baik? Aku... Begitu merindukan mu!" lirih Hinata dengan suara bergetar di akhir kalimat~nya, gadis itu terus menahan air mata yang hampir tumpah di pelupuk matanya.
"Ayah baik-baik saja! Masih banyak yang harus ayah kerjakan di sini. Dan maaf! Tidak bisa menghubungi mu seperti biasa! Ayah tahu kau akan sangat marah saat itu." Ucap sang Ayah, di balik punggung pria paruh baya itu terlihat gunung-gunung yang indah dengan pemandangan menakjubkan.
Hinata tahu, saat ini dia harus kuat. Dia tidak boleh mengeluh atau bercerita tentang keadaannya pada Ayah. Itu hanya akan menambah beban pikiran ayah yang sedang menunaikan tanggung jawab pada pekerjaannya.
"Jaga diri ayah baik-baik di sana! Makan lah yang teratur. Kembalilah dengan selamat. Aku... Menunggu ayah di sini. Hiduplah dengan baik." ucap Hinata dengan suara lirih.
"Aku tahu kau sedang mengalami masa sulit. Tuan Namikaze bercerita banyak pada ku! Maafkan aku tidak bisa berbuat banyak. Tuan Hashirama hanya meminta ku untuk setuju. Aku juga memintanya untuk menunggu sampai kau siap. Untuk itu! Rencana pernikahan yang dia inginkan. Tapi... Sepertinya semua tidak berjalan sesuai rencananya, benar kan? Aku hanya ingin kau mengikuti kata hati mu. Kau putri ku, aku yakin kau mampu. Jika kau tidak menginginkan~nya. Aku harap, siapapun tidak menganggu pilihan mu untuk melakukan apa yang kau anggap benar."
Ucap ayah panjang lebar. Hinata tidak bisa berkata-kata. Dia hanya menundukan wajah~nya seraya mengusap pelan pipi~nya yang kini basah oleh air mata. Dia berusaha menutupi cairan kepedihan yang mulai mengalir di kedua belah pipinya yang memerah.
Gadis itu mengangkat wajah~nya. Sembari menghembus nafas dalam. Mencoba mengatur kembali perasaan~nya. Semua yang Ayah katakan akan dia lakukan. Dia akan menurut agar ayah cepat kembali.
"Aku menyayangi ayah! Cepatlah kembali! Aku akan baik-baik saja." ucap gadis itu pelan.
"Aku juga menyayangi mu putri ku! Aku menitipkan mu pada Tuan Hashirama! Dan aku yakin sekarang salah satu cucunya bisa menjagamu dengan baik. Seperti saat ini, Sampaikan salam ku pada Tuan Namikaze."
Hinata tersenyum kecil seraya melambaikan tangannya dengan lemas. Mengakhiri pembicaraan mereka.
Gadis itu menghembus nafas lelah ketika panggilan Video itu berakhir.
Naruto menghampiri gadis itu yang kini hanya duduk dengan wajah lesu.
"Kau sudah bicara dengan Ayah mu. Kenapa bersedih? Bukankah seharusnya kau senang? Ada apa lagi, Hum?" Tanya pria itu sembari merapihkan Laptop di meja.
Hinata memeluk Naruto tiba-tiba. Melingkari lengan~nya pada perpotongan pinggang pria itu yang duduk di sebelahnya.
"Aku... Takut ayah mengalami hal buruk di sana! Dia... Akan baik-baik saja kan?" Tanya Hinata sembari mendongak menatap wajah Naruto di atasnya dengan mata berkaca-kaca.
Naruto tercekat untuk sesaat. Sebelum akhirnya pria itu menjawab pertanyaan Hinata.
"Tentu saja! Dia baik-baik saja. Seperti yang kau lihat barusan. Ayah mu hidup dengan baik di sana."
"Apa kau tahu dimana Ayah ku tinggal?" Tanya Hinata. Wajah gadis itu yang menyiratkan permohonan tidak bisa Naruto abaikan begitu saja.
Pria itu berpikir sesaat sebelum akhirnya kembali menjawab.
"Dia ada di Eropa! Di tempat yang penuh dengan orang-orang baik! Jangan khawatir."
Hinata masih memeluk perpotongan pinggang Naruto sembari menatap wajah pria itu di atasnya. Mendengar jawaban Naruto membuat hati~nya sedikit tenang.
"Aku tidak akan memberitahu dimana ayah mu berada. Karena mungkin saja. Jika kau tahu, kau akan pergi mencarinya dengan cara apapun. Benarkan?" sambung pria itu lagi.
Hinata kembali menghembus nafas lelah. Apa yang Naruto ucapkan memang benar. Dia pasti akan pergi ke tempat dimana ayahnya berada. Dan cucu kakek bukan orang bodoh yang bisa percaya begitu saja. Hinata memejamkan matanya sesaat. Sebelum akhirnya dia kembali bicara.
"Terima kasih!" Ucap gadis itu."... Telah mengizinkan ku bicara dengan ayah meski hanya sebentar."
Naruto tersenyum lebar. Memperlihatkan barisan giginya yang rapih. Expresi gadis itu yang masih menatapnya lekat membuat pria itu akhirnya terkekeh.
"Kenapa? Kenapa menatap ku begitu?"
"Kau, sangat tampan!" Ucap Hinata seraya menatap lebih dalam lagi wajah pria itu di atas wajahnya.
Air mata yang baru mengering dari pipinya membuat seluruh wajah gadis itu merona. Dia juga belum melepaskan tangannya yang melingkari pinggang Naruto. Garis wajah Naruto membuatnya lupa pada apa yang tengah dia rasakan.
Naruto terkekeh. Pria itu tersenyum lebar.
"Kau ingin menggoda ku? Di sini?" Tanya Naruto mendekatkan wajahnya pada Hinata yang langsung mengerjapkan matanya. Mencoba mengembalikan kesadarannya. Dia melepaskan pelukannya dengan kasar seraya mundur menjauh dengan gugup.
Hinata menggelengkan kepalanya.
"Tidak! Tidak! Maaf, kalau begitu aku. Akan pergi sekarang. Haha!" sahut gadis itu sembari tertawa hambar."... Terima kasih atas semuanya!" ucapnya sembari bangkit. Dan dia berniat beranjak pergi.
"Sebentar lagi jam makan siang. Jangan pergi. Temani aku makan siang ini!" sahut pria itu.
"Umm??"
...°°°...
Sasuke kembali ke rumah keluarga Hashirama siang ini. Dia segera menuju lantai dua rumahnya. Dimana kamar Hinata berada.
Dia membuka dengan kasar pintu kamar yang tidak terkunci itu. Pandangannya mengedar mencari sosok tujuan~nya ke sini.
Kosong, dia tidak menemukan keberadaan gadis itu.
Sasuke kembali menuruni tangga.
"Nyonya Mizuke!!!" panggil pria itu.
Nyonya Mizuke segera menghampiri Sasuke dan memberi salam dengan sopan.
"Dimana Calon istri ku? Hyuuga Hinata?" Tanya pria itu sarkas.
"Nona Hinata keluar rumah pukul sebelas siang ini Tuan" Ucap Nyonya Mizuke pelan.
Sasuke mendecih, seraya terkekeh kasar. Pria itu berkacak pinggang memperlihatkan wajahnya yang kesal.
"Apa kau tahu kemana dia pergi?" Tanya pria itu lagi.
"Aku tidak tahu Tuan! Maaf!" Ucap Nyonya Mizuke seraya menunduk.
Sasuke mengambil ponsel dari saku celananya. Membuka sebuah ikon aplikasi di ponselnya.
'Dia harus mencari tahu apa saja yang gadis itu lakukan di rumah ini!'
To be continued