Storm adalah gadis bar-bar dengan kemampuan aneh—selalu gagal dalam ujian, tapi mampu menguasai apa pun hanya dengan sekali melihat.
Ketika meninggal pada tahun 2025, takdir membawanya hidup kembali di tubuh seorang narapidana pada tahun 1980. Tanpa sengaja, ia menyembuhkan kaki seorang jenderal kejam, Lucien Fang, yang kemudian menjadikannya dokter pribadi.
Storm yang tak pernah bisa dikendalikan kini berhadapan dengan pria yang mampu menaklukkannya hanya dengan satu tatapan.
Satu jiwa yang kembali dari kematian. Satu jenderal yang tak mengenal ampun. Ketika kekuatan dan cinta saling beradu, siapa yang akan menaklukkan siapa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Tidak lama kemudian, pintu diketuk pelan sebelum Max masuk ke ruangan itu. Aroma obat dan darah masih samar tercium. Lucien kini sudah duduk bersandar pada tempat tidur, tampak tenang meski wajahnya sedikit pucat.
"Jenderal, Anda tidak apa-apa?" tanya Max cepat, napasnya sedikit terengah karena terburu-buru.
"Tidak apa-apa," jawab Lucien singkat, suaranya tetap tegas seperti biasa.
Storm, yang sedang merapikan alat operasi dengan santai seolah operasi barusan hanya sekadar kegiatan rutin, menambahkan,
"Jangan banyak bergerak. Jangan sampai kena air. Jangan menendang orang, jangan berdiri atau berlari. Kalau Anda patuh, setengah tahun lagi akan pulih sepenuhnya."
Max mengangguk, lalu bertanya sopan, "Nona Shu, selanjutnya apa yang harus kami lakukan?"
"Seperti yang aku katakan tadi," sahut Storm tanpa menoleh. "Gunakan kursi roda. Tulang kaki Jenderal mengalami keretakan. Aku sudah mengoleskan obatnya. Kalau tidak dirawat dengan baik, tulangnya bisa patah total. Dan pada saat itu… bukan tanggung jawabku lagi."
Storm berbalik dan hendak melangkah keluar ketika suara Lucien menahan langkahnya.
"Apa kau tidak ingin mempertimbangkan tawaranku?" tanya Jenderal itu dengan nada santai, seolah membicarakan hal sepele. "Banyak yang berharap bisa menjadi istriku."
Storm berhenti, tapi tidak menoleh. “Jenderal, sayangnya aku bukan mereka. Aku tidak berminat padamu.” Ia menjawab begitu saja, ringan, tanpa beban.
Max langsung panik. "Nona Shu! Jaga mulutmu! Jangan asal bicara di depan Jenderal!"
Storm menatap Max seperti menatap seseorang yang berlebihan. “Aneh sekali. Walau Jenderal adalah pahlawan perang, bukan berarti aku tidak boleh bicara terus terang. Masa aku harus berbohong hanya untuk menyenangkan hatinya?”
Max terkesiap. “Nona Shu… asal kau tahu, banyak putri menteri menginginkan posisi nyonya Fang. Kenapa kau malah menolak?”
Storm mengangkat alis, menatap Lucien dari ujung kaki hingga kepala, lalu menjawab dengan ceplas-ceplos khasnya,
"Bagaimana aku bisa berhadapan dengan Jenderal setiap hari? Wajahnya walaupun tampan… tapi seperti orang baru pulang dari pemakaman. Tidak pernah senyum sama sekali."
Max menutup mulutnya cepat, takut Lucien akan murka. Namun Lucien hanya menatap Storm, diam… entah tersinggung, tersenyum dalam hati, atau justru semakin tertarik.
"Baiklah, kalau kau menolak, aku tidak akan memaksamu," ujar Lucien dengan tenang. Tak ada kemarahan, tak ada kekecewaan, hanya ketenangan yang justru membuat Max lebih gugup.
Storm menghela napas, "Sampai jumpa. Inap lah di sini selama seminggu. Setelah itu baru boleh pulang dan ganti obat sendiri. Tidak perlu keluar masuk rumah sakit."
Ia berbicara santai, seolah bicara pada pasien biasa, bukan seorang Jenderal yang ditakuti seluruh negeri.
Max menelan ludah. "Gadis ini benar-benar cari mati," gumamnya dalam hati.
"Max," panggil Lucien tiba-tiba.
"Ya, Jenderal?" Max segera berdiri tegak.
"Sampaikan pada direktur rumah sakit. Aku ingin menjadikan gadis itu sebagai dokter pribadiku."
Max terperanjat sesaat sebelum menjawab, "Baik, Jenderal!"
Ia hendak berbalik, tetapi teringat sesuatu. "Jenderal, ada satu hal lagi yang ingin saya laporkan."
"Ada apa?" tanya Lucien tanpa mengubah ekspresi.
"Tuan Besar ingin melakukan perjodohan Anda dengan putri pejabat… Nona Xiao."
Lucien mengerjapkan mata sekali, lalu berkata datar, "Beritahu saja aku sedang sibuk."
"Baik!" Max menunduk dan segera pergi.
Beberapa saat kemudian…
Suasana di ruang kantor dokter senior mendadak pecah oleh suara teriakan.
"Apa!? Menjadikan aku sebagai dokter pribadi!?" Storm hampir melompat dari kursinya, tidak percaya dengan apa yang baru didengarnya.
Dokter tua itu menghela napas panjang, berusaha menenangkan muridnya yang keras kepala itu. “Ah Zhu, kenapa kau harus bereaksi seheboh ini? Bukankah ini kesempatan baik? Bisa berada di sisinya berarti Jenderal Fang percaya padamu.”
"Percaya padaku? Kesempatan baik apanya? Kalau dia sembuh total, mungkin aku selamat. Tapi kalau tidak sembuh… aku yang mati! Ini bukan kesempatan ... ini kesempatan untuk mati lebih cepat!”