Pertemuan pertama Alana dengan Randy terjadi secara kebetulan, dimana Alana langsung terpesona dan jatuh cinta pada pandangan pertama. Tak disangka - sangka, ternyata Randy adalah pemuda yang dijodohkan dengannya oleh nenek mereka berdua karena persahabatan. Namun saat Randy mengajak Alana berbicara empat mata, pemuda itu mengakui bahwa ia telah memiliki seorang kekasih, dan ia bersedia menikahi Alana hanya karena tak ingin mengecewakan neneknya. Pada akhirnya Alana pun terjebak dalam pernikahan yang semu, yang membuatnya harus menyembunyikan cintanya di balik kisah asmara Randy dan kekasihnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Three Flowers, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BERCANDA
Masa berlibur di rumah nenek telah usai karena besok Randy sudah harus bekerja lagi dan Alana akan menghadapi ujian masuk perguruan tinggi. Sore itu mereka berpamitan pada kedua nenek mereka. Meski sedih karena secepat itu harus berpisah lagi, tetapi demi masa depan Alana, maka sang nenek harus tetap bersemangat dan mendukung cucunya untuk melanjutkan mimpinya di kota.
"Belajarlah yang rajin agar lulus ujiannya, buktikan pada keluarga suamimu kalau kamu bisa berusaha sendiri tanpa merepotkan mereka lagi," pesan nenek Mira kepada cucu semata wayangnya itu.
"Iya, nek. Aku sudah belajar siang dan malam dari semua buku - buku yang dibelikan oleh Randy. Doakan aku bisa, ya, nek.." sahut Alana.
"Randy begitu baik dan perhatian padamu. Nenek sangat bersyukur karena tidak salah dalam memilihkan jodoh untuk cucu nenek," ujar nenek Mira lembut, "Nenek doakan keberhasilanmu, nak."
"Terimakasih, nek," ucap Alana dengan mata berkaca - kaca, "Alana akan berusaha untuk tidak mengecewakan nenek. Alana pamit dulu, nek.."
Akhirnya dengan berat hati Alana meninggalkan neneknya di desa untuk kembali ke kota, tempat tinggal barunya.
Dalam perjalanan gadis itu hanya diam termenung. Boneka kelinci dari pasar malam kemarin duduk manis di pangkuannya. Randy meliriknya sebentar, lalu tersenyum tipis. Imutnya, batin Randy.
"Kenapa dari tadi diam saja?" tanya Randy iseng.
"Tidak apa," jawab Alana singkat.
"Cucu kesayangan nenek tidak bisa jauh dari neneknya, ya.." goda Randy, mencoba untuk menghiburnya.
"Kamu juga cucu kesayangan nenek, pasti sedih juga meninggalkan nenek Ranita, " balas Alana.
"Iya, tapi aku kan tidak menangis seperti gadis di sebelahku ini,"
"Siapa juga yang menangis?"
"Oke, nggak menangis.. tapi kan mau menangis?" ujar Randy sambil tertawa.
"Kamu.." Alana tidak bisa berkata lagi dan akhirnya ikut tertawa.
Tiba - tiba ponsel Randy berbunyi. Itu pasti Delia, batin Alana sambil melirik ke arah suara yang ada di saku Randy. Randy sengaja tidak mengangkatnya dan ponsel itu terus berbunyi.
"Kenapa tidak diangkat?" tanya Alana. Pandangan Randy tetap lurus ke depan, fokus pada jalanan yang mulai ramai karena telah memasuki pinggiran kota.
"Aku sedang menyetir, jalannya mulai ramai," sahut Randy.
"Oh.." sahut Alana singkat. Tapi nada dering ponsel itu terus berbunyi tanpa henti di sepanjang perjalanan, membuat Alana merasa risih.
"Bagaimana kalau aku bantu angkat dan pegang, siapa tahu itu penting?" tawar Alana. Randy tersenyum, sifat isengnya mulai muncul lagi untuk menggoda Alana yang polos.
"Baiklah, tolong ambilkan di sakuku," jawab Randy. Padahal dengan pengalamannya menyetir sangatlah mudah untuk mengambil sendiri ponselnya. Ia hanya sedang tidak ingin mengangkat panggilan itu karena ia tahu itu adalah Delia, dengan nada dering yang dibuat khusus untuknya.
Alana mulai panik, ia baru menyadari kalau ponsel yang dimaksud berada di saku celana Randy, bukankah memalukan untuk mengambilnya langsung? Ia menatap Randy penuh curiga.
"Kamu sedang mengerjai aku?" tanyanya.
"Bukannya kamu sendiri yang menawarkan begitu, ya?" sahut Randy dengan wajah datar, seolah tanpa rasa bersalah, "Lihat, jalannya padat sekali."
Alana memandang ke depan, memang betul yang dikatakan Randy. Terlambat konsentrasi sedikit saja mungkin bisa mengakibatkan kecelakaan.
"Baiklah, permisi ya," sahut Alana pelan. Perlahan ia mulai berusaha mengambil ponsel Randy yang terus berbunyi. Randy tertawa dalam hati melihatnya yang tampak kesulitan meraih ponsel di sakunya.
"Awas, jangan sampai memegang yang lain ya.." ujar Randy.
"Kamu.." Alana terkejut dengan candaan Randy yang tak terduga itu, tapi masih berusaha menarik ponsel itu dari saku Randy. Pipinya yang tiba - tiba memerah kini terasa panas. Sialan, batinnya sambil menahan malu. Randy tertawa terbahak - bahak.
"Bukannya kamu pernah diam - diam memeluk aku waktu tidur, dan karena ketahuan kamu sampai terjatuh ke lantai, ya?" Pemuda itu belum mau berhenti menggoda Alana. Alana segera menarik ponsel yang sudah ia pegang dari saku Randy.
"Ih, merasa banget, aku tidak sengaja, tahu.." sahut Alana membela diri. Lalu gadis itu segera menekan tombol menerima panggilan telepon dan membunyikan pengeras suara. Sisa tawa Randy terdengar di seberang sana.
"Randy.. kenapa kamu tidak segera angkat teleponku? Dan kenapa kamu tertawa seperti itu?" tanya Delia dengan nada marah dari seberang. Randy terkejut dan segera menghentikan tawanya, tidak mengira Alana sudah mengangkat telepon itu. Ia terlihat sedikit panik dan kebingungan menjawab karena tidak siap. Giliran Alana yang tertawa tanpa bersuara sambil menyeringai ke arah Randy, "Rasakan," ucapnya tanpa suara saat Randy menoleh padanya. Randy melotot dengan ekspresinya yang lucu, lalu Alana menunjuk ke depan agar Randy kembali fokus ke depan.
"Randy? Kamu dengar aku, tidak?" tanya Delia dengan nada tinggi.
"Y.. Ya, Delia sayang," sahut Randy sedikit terbata, "Ini sedang macet, jadi aku sedang fokus di jalan. Maaf ya, sayang."
"Fokus tapi kenapa tertawa - tawa?" tanya Delia masih dengan kecurigaannya,, "Kamu sedang bersama Alana, kan?"
Alana menahan tawanya dengan tangan satunya, menertawakan Randy yang tampak panik karena diinterogasi oleh kekasihnya. Randy melirik Alana dengan kesal namun juga gemas.
"Iya, sayang. Aku sedang menertawakan Alana, dia makan coklat dan mulutnya berlepotan coklat.." jawab Randy sekenanya, sekalian menjahili Alana. Kini giliran Alana yang melotot ke arah Randy.
"Huh, seperti anak kecil saja, aku kira ada apa," sahut Delia kesal namun dengan nada mulai merendah.
"Yah, mungkin karena dia tidak pernah makan coklat seenak itu," gurau Randy sambil nyengir dan melirik Alana dengan penuh kemenangan. Alana menepuk jidatnya sambil menaikkan bola matanya yang indah, membuat Randy semakin menahan tawa.
"Memangnya kamu belikan dia coklat apa?" tanya Delia. Randy segera menyebutkan merek coklat terkenal di kota.
"Wah, kalau itu aku juga mau," ujar Delia tidak mau kalah, "Kalau sudah sampai kamu segera ke apartemenku dan bawakan coklat itu, ya.."
"Baiklah, sayang. Sekarang sudah dulu, ya," ucap Randy menutup pembicaraan.
"Baik, hati - hati di jalan, ya.. sampai ketemu, mmuach!" sahut Delia lalu mematikan ponselnya.
"Nah, sekarang kembalikan ponsel itu ke tempat semula, nona jutek.." ujar Randy menggoda Alana lagi. Rupanya ia belum menyerah.
"Tidak mau, buaya darat.." potong Alana cepat, "sekarang siapa coba, yang sedang mencari kesempatan? Baru juga ditelepon kekasihnya sudah modus ke perempuan lain."
Ucapan Alana itu membuat Randy tertawa lagi. Mereka pun melanjutkan perjalanan dengan suasana yang sudah mencair, membuat Alana melupakan kemurungannya karena berpisah lagi dengan neneknya di desa.
Sebelum tiba di rumah, Randy menghentikan mobilnya di sebuah toko coklat yang terkenal di kota itu. Tak lama kemudian ia kembali dan membawa dua kotak coklat yang kemasannya terlihat mewah.
"Inikah coklat yang kamu bilang tadi?" tanya Alana di dalam mobil. Randy mengangguk, menata duduknya dan menyisihkan salah satu kotak untuk Delia, lalu membuka kotak yang satunya lagi.
"Kamu penasaran rasanya, kan? Ini coklat terenak di kota ini," ujar Randy sambil mengambil salah satu coklat dan membuka plastik pembungkusnya. Alana mengamatinya dengan penasaran.
"Sini, aku suapi.." ujar Randy jahil sambil mengarahkan coklat itu mendekat ke mulut Alana.
"Tidak mau.." tolak Alana cepat dan tangannya segera menangkap coklat itu, namun tidak berhasil. Tangan kiri Randy yang lebih kuat telah menghentikan tangannya dan dengan cepat tangan kanannya memasukkan coklat itu ke mulut Alana dengan lembut, namun cukup untuk membuat Alana tidak bisa melawan, "Hmmph.." Alana terpaksa mengunyah coklat itu dan bagian dalam coklat itu ternyata lumer sekali, membuatnya meleleh di sekitar mulut Alana. Randy tertawa terbahak - bahak, "Nah, dengan begini aku kan tidak berbohong pada Delia," ujarnya puas.
Alana memandangnya dengan jengkel tapi mulutnya tidak bisa berhenti mengunyah coklat yang sangat lezat itu.
Setelah itu, dengan tiba - tiba ia menyambar sisa coklat dari tangan Randy dan memasukkan ke mulut Randy juga, sehingga coklat itupun berlepotan di mulut Randy. Randy pun terkejut namun akhirnya tertawa lagi.
"Kamu ternyata nakal juga, ya.." ujar Randy sambil menjilati coklat di tangannya, sementara sekitar mulutnya masih penuh dengan coklat lumer.
"Kamu yang mulai duluan," sahut Alana sambil mengambil tissue dan mengelap mulutnya. Ia menoleh ke arah Randy dan melihat kemeja Randy kotor ternoda lelehan coklat. Merasa bersalah, ia segera mengambil tissue lagi dan mengusap kemeja Randy dengan penuh hati - hati. Randy tersentak, matanya melihat mata Alana yang tulus dan ia pun tersenyum.
"Lihatlah siapa yang mancari - cari kesempatan," ucapnya jahil lagi. Alana tersadar dan menghentikan gerakannya, lalu melempar tissue itu ke tubuh Randy.
"Bersihkan sendiri!" ujar Alana kesal. Randy menahan tawanya melihat gadis di sebelahnya cemberut.
Kemudian Randy segera melajukan mobilnya untuk pulang ke rumah mereka. Setibanya di halaman rumah, Randy menyuruh Alana menunggu sebentar agar ia bisa membukakan pintu mobil untuk gadis itu. Alana menurut. Tak lama kemudian pintu mobil dibukakan untuknya dan Randy berkata lagi dengan jahil, "Ayo cepat turun, lama sekali turunnya? Apa mau digendong?"
Spontan Alana memukul Randy untuk menjauh darinya, namun ia tak kuasa menahan tawa, "Dasar jahil, bukankah tadi kamu yang menyuruh aku menunggu untuk dibukakan pintu?" Randy pun kembali tertawa lepas melihat wajah Alana yang tampak sewot tapi terlihat tersipu. Lucu sekali, batinnya.
Dari dalam rumah, tampak Friska memperhatikan keduanya dari balik jendela. Ia menatap heran pada kedua pasangan yang terus bercanda di bawah sorot lampu taman yang terang. Tak lama kemudian ia segera membukakan pintu, berpura - pura menyambut tuannya dengan sopan, lalu segera berlari keluar dan mengambil ponselnya.
'Tuan muda dan Alana baru saja sampai. Mereka tampak bercanda dan tertawa, nona Delia' Friska mengetik pesan tersebut pada Delia. Delia yang membaca pesan itu pun menjadi geram dan segera menelepon Randy, meminta Randy untuk segera ke apartemennya.
"Aku harus segera ke apartemen Delia sebelum dia marah," pamit Randy pada Alana. Alana mengangguk, membiarkan suaminya pergi tanpa sempat beristirahat sejenak di rumah selepas perjalanan yang cukup jauh. Gadis itu menghela nafas panjang. Baru saja ia merasa nyaman sepanjang perjalanan bercanda dengan Randy, kini ia harus menatap lagi kenyataan bahwa Randy adalah milik wanita itu.