Menjadi istri kedua hanya untuk melahirkan seorang penerus tidak pernah ada dalam daftar hidup Sheana, tapi karena utang budi orang tuanya, ia terpaksa menerima kontrak pernikahan itu.
Hidup di balik layar, dengan kebebasan yang terbatas. Hingga sosok baru hadir dalam ruang sunyinya. Menciptakan skandal demi menuai kepuasan diri.
Bagaimana kehidupan Sheana berjalan setelah ini? Akankah ia bahagia dengan kubangan terlarang yang ia ciptakan? Atau justru semakin merana, karena seperti apa kata pepatah, sebaik apapun menyimpan bangkai, maka akan tercium juga.
"Tidak ada keraguan yang membuatku ingin terus jatuh padamu, sebab jiwa dan ragaku terpenjara di tempat ini. Jika bukan kamu, lantas siapa yang bisa mengisi sunyi dan senyapnya duniaku? Di sisimu, bersama hangat dan harumnya aroma tubuh, kita jatuh bersama dalam jurang yang tak tahu seberapa jauh kedalamannya." —Sheana Ludwiq
Jangan lupa follow akun ngothor yak ...
Ig @nitamelia05
FB @Nita Amelia
Tiktok @Ratu Anu👑
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ntaamelia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17. Serba Salah
"Apakah kejadian tadi perlu saya adukan pada Tuan Ruben?" tanya Luan yang langsung mendapat pelototan dari Sheana. Wanita itu mengacungkan jari telunjuknya tepat di bibir Luan.
"Tolong, kali ini biar jadi rahasia kita berdua. Kamu tahu kan bagaimana posisiku sekarang? Tuan Ruben tidak akan mungkin membiarkan Firza maupun aku menjalani kehidupan ini dengan tenang," balas Sheana memohon pada Luan untuk tutup mulut. Sebab andai Ruben tahu, mungkin kebebasannya akan tergadaikan kembali.
"Kamu mengerti?"
Luan langsung menganggukkan kepala, dan tepat pada saat itu Sheana langsung menarik kembali jarinya. Mereka masuk ke dalam mobil untuk meninggalkan tempat tersebut.
Baru pertama kali keluar saja, dia hampir membuat masalah. Beruntung yang menemaninya adalah Luan—sosok yang bisa dia ajak kerja sama. Jika itu orang lain, pasti Sheana sudah dilaporkan selingkuh.
"Maaf kalau saya sedikit lancang, Nyonya, memangnya pria tadi itu siapa? Kok ngaku-ngaku calon suami," tanya Luan memecah keheningan di antara mereka. Sheana yang masih tampak tegang mengangkat pandangannya. "Kalau Nyonya tidak bersedia menjawab, tidak apa-apa kok." Lanjut Luan, mengartikan tatapan Sheana yang sepertinya keberatan.
"Dia memang calon suamiku sebelum aku menikah dengan Tuan Ruben, aku dijodohkan dengannya," jawab Sheana to the point. Berharap Luan bisa memahami posisinya.
Dugaan Luan tepat sasaran. Bahwa pernikahan ini memang merugikan banyak pihak, tapi tetap saja Ruben tidak akan peduli. Yang pria itu pikirkan hanya dirinya sendiri.
"Sepertinya dia masih berharap banyak pada Nyonya," timpal Luan, menganalisis tindakan Firza dan tatapan pria itu kepada Sheana.
"Sudahlah jangan dipikirkan. Yang penting kamu sudah tahu kan bagaimana posisiku sekarang. Aku hanya berharap, lain kali tidak akan ada pertemuan seperti ini lagi. Dia harus mendapatkan wanita yang jauh lebih baik dari pada aku," balas Sheana menutup topik tentang Firza. Karena mengorek masa lalu hanya akan membuatnya semakin merasa bersalah.
Luan langsung menganggukkan kepala, selanjutnya Sheana menyerahkan kepada Luan ke mana mereka akan pergi setelah ini. Karena setengah energinya mendadak habis, dia sudah tak se-excited tadi.
Namun, meski begitu ternyata Luan mampu membuat Sheana kembali bersemangat saat mereka tiba di salah satu toko bunga dan tanaman. Tan Florist.
"Karena Nyonya suka bunga-bunga yang cantik, saya membawa Nyonya ke sini," ucap Luan, setiap hari dia selalu memperhatikan kegiatan Sheana. Untuk itu dia cukup tahu apa yang menjadi kegemaran wanita itu.
"Kamu memang paling mengerti aku, Lu, terima kasih ya," balas Sheana sambil mengulum senyum, kemudian turun setelah Luan membukakan pintu mobil.
"Selamat siang, Nyonya, selamat datang di Tan Florist. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Ayanna, sang penjaga toko sambil tersenyum ramah.
"Aku ingin beberapa tanaman bunga, Nona. Bolehkah aku melihat-lihatnya terlebih dahulu?" jawab Sheana, matanya langsung termanjakan oleh warna-warni bunga yang terpajang. Rasanya berlama-lama di sana pun Sheana tidak akan bosan.
"Silahkan, Nyonya, saya akan dampingi Anda," jawab Ayanna sambil mengekori langkah calon pembelinya. Takut Sheana ingin menanyakan jenis-jenis bunga. Namun, ternyata tak hanya dia, tapi Luan juga sudah seperti anak itik yang mengikuti kemanapun induknya pergi.
"Bunga mawarnya bagus," puji Sheana, tangannya terulur untuk memegang tanaman berduri itu. Dan sayangnya jari Sheana terkena sasaran. "Aw!" Sheana langsung menarik kembali tangannya sambil mengaduh kesakitan.
"Astaga, Nyonya!" Ayanna ikut terkejut segera mengambil tisu, sementara Luan langsung bertindak cepat dengan mengulumm jari telunjuk Sheana yang berdarah. Tak hanya Sheana yang terkejut, tapi si penjual bunga pun terbelalak melihat apa yang Luan lakukan.
Tersadar, Sheana segera menarik tangannya, sedangkan Luan membuang ludahnya.
"Lain kali hati-hati, Nyonya, mawar adalah tanaman yang tidak boleh dipegang secara sembarangan. Iya kan?" ujar Luan seraya menodongkan kalimat itu kepada Ayanna, sontak Ayanna pun gelagapan dan langsung menganggukkan kepala.
"Benar, Nyonya, kalau memang Anda mau tanaman itu, biar nanti saya siapkan," timpal Ayanna.
"Ah iya, kalau begitu aku ingin mawar yang ini dan bunga yang itu juga ya," balas Sheana sambil menunjuk bunga yang lain. Jujur saja dia masih shock dengan kejadian tadi. Bahkan jantungnya pun tak berhenti berdegup kencang.
*
*
*
Siklus mentruasi Sheana masih dipantau terus-menerus dalam setiap bulannya oleh dokter Alana untuk melakukan prosedur inseminasi selanjutnya sampai menuai keberhasilan.
Namun, sayang pada siklus kedua ini, Sheana kembali menelan kekecewaan. Sebab dirinya tak kunjung hamil. Apakah ada yang salah dengan dirinya? Padahal setiap cek pemeriksaan dokter Alana selalu bilang bahwa semuanya baik, semua sehat.
"Bagaimana?" tanya Ruben, kali ini dia datang langsung untuk melihat bagaimana hasilnya. Sejak tadi dia dan Felicia menunggu dengan harap-harap cemas.
Wajah Sheana terlihat cukup pias, tangannya pun bergetar saat memperlihatkan tespek itu kepada Ruben. Ruben langsung meraihnya dengan cepat, mata yang semula berbinar langsung berubah sendu seketika. Dia menghela napas berkali-kali.
Begitu juga dengan Felicia yang menggeram. Dia melajukan kursi roda untuk mendorong tubuh Sheana hingga wanita itu menabrak sofa.
"Kali ini kamu tidak bisa mengelak, kalau kamu pasti sengaja melakukannya! Bagaimana bisa hasilnya masih negatif, sementara dokter Alana bilang peluang bulan ini bisa lebih besar!" ketus Felicia yang sudah tak bisa menahan diri. Apalagi dia sudah terlalu membusungkan dada di depan mertuanya. Andai gagal lagi, mau ditaruh di mana wajah Felicia?
"Felicia!" tegur Ruben yang melihat kejadian itu tepat di depan matanya.
Namun, Sheana tidak menunjukkan raut menyedihkan ataupun penyesalan.
"Sadarlah, Nyonya, saya bukan Tuhan. Jika saya bisa menghendaki apapun yang terjadi di muka bumi ini, saya akan membuat Anda hamil sendiri," ujar Sheana masih dengan nada bicara tenang. Namun, hal tersebut malah membuat api kemarahan di dada Felicia berkobar.
Felicia mengepalkan tangannya, andai dia tidak sedang berpura-pura cacat, mungkin dia sudah menampar Sheana bolak-balik.
"Jaga mulut sampahmu itu, Sundall!" umpat Felicia sambil melotot.
Sebelum terjadi perdebatan yang lebih besar, Ruben segera memegangi kursi roda istrinya, dan berniat untuk membawa Felicia pergi.
"Sayang kendalikan dirimu. Dan kamu—jangan bicara yang aneh-aneh!" ujar Ruben dengan nada bicara yang berbeda, dia berusaha mendamaikan kedua istrinya. Akan tetapi Felicia seakan tak mendengar suara suaminya.
"Semakin hari kamu semakin lancang ya, ingat ... Kamu hanyalah wanita rendahan yang rela menyewakan rahimmu demi uang!" cetus Felicia, makian adalah jurus andalannya untuk mematahkan kepercayaan diri Sheana.
Kali ini Sheana tak menjawab, dia hanya melirik dengan tatapan yang menyebalkan, Felicia kembali terpancing, tapi lagi-lagi Ruben menahan tubuhnya. Kini pria itu sudah memeluk.
"Cukup, Sayang ...."
"Awas saja, kalau sampai pada percobaan ketiga kamu tidak hamil juga, aku akan minta Ruben mengembalikanmu ke keluargamu yang miskin itu. Satu lagi, ku pastikan kamu tidak bisa mengangkat wajahmu seperti itu di depanku!" tegas Felicia dengan suara yang menggebu-gebu. Kemudian dia berusaha melepaskan tangan Ruben dari tubuhnya.
"Jangan ikuti aku! Aku akan bertambah marah kalau kamu melakukannya!" Kali ini ancaman Felicia ditunjukkan untuk Ruben. Dia ingin menjernihkan pikiran, untuk itu dia butuh waktu untuk menyendiri.
Felicia menjalankan kursi rodanya keluar rumah dengan napas yang menderu. Dan ketika tubuhnya tak terlihat lagi, Sheana langsung merasa lega.
"Kamu dengar apa katanya? Dari awal aku selalu mengikuti apa kata istriku, jadi ingatlah baik-baik!" kata Ruben sebelum meninggalkan ruangan. Sheana bergeming, tapi otaknya yang terasa berisik. Dia mengutuk takdir, kenapa harus dirinya yang berada di posisi seperti ini. Serba salah.
*
*
*
jadi ketagihan sma yg baru kan .... wah ternyata