kenyataan yang menyakitkan, bahwa ia bukanlah putra kandung jendral?. Diberikan kesempatan untuk mengungkapkan kebenaran yang terjadi, dan tentunya akan melakukannya dengan hati-hati. Apakah Lingyun Kai berhasil menyelamatkan keluarga istana?. Temukan jawabannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Retto fuaia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
APA? KAU MENGETAHUINYA?
...***...
Lingyun Kai baru saja sampai di halaman kamarnya, ia merasa lelah, apalagi kakinya belum pulih sepenuhnya.
"Lingyun kai."
Deg!.
Matanya melotot lebar ketika menangkap sosok Mingmei yang terlihat mengerikan.
"Kau punya hutang padaku." Ia menyeringai lebar.
"Eh? A-a-apa maksudmu kak?." Lingyun Kai bergetar ketakutan. "Apakah dia mau membunuh ku?." Dalam hatinya sangat panik.
Mingmei mendekati Lingyun Kai, tatapan matanya begitu menyeramkan.
"Kau tidak ingat? Atau pura-pura lupa?." Bisiknya tepat di belakang telinga Lingyun Kai. "Aku harap kau bisa menjelaskannya dengan benar."
"Kak-!."
Duakh!.
Belum sempat berbicara Mingmei telah memukul kuat leher belakang Lingyun Kai, sehingga pemuda itu tak sadarkan diri.
"Kau perlu mendapatkan hukuman dariku." Mingmei menyeringai lebar, setelah itu ia gendong Lingyun Kai seperti menggendong seorang putri. "Supaya kau tidak lagi mengganggu rencana ku."
Mingmei membawa Lingyun Kai ke sebuah tempat, yang mungkin agak jauh dari kediaman Jendral.
...***...
Kediaman menteri pertahanan dan keamanan.
Zi Rui mengetuk kamar kakak perempuannya, hatinya merasa gelisah setelah acara perdamaian istana.
Tok!. Tok!. Tok!.
"Siapa?." Responnya dari dalam.
"Saya kak, zi rui." Balasnya.
"Masuklah."
Zi Rui membuka pelan pintu itu, sebenarnya ia takut mengganggu istirahat kakaknya.
"Kakak tertua." Zi Rui memberi hormat.
"Adik." Balasnya. "Ada apa? Apakah ada sesuatu yang hendak kau sampaikan?." Ia memberi kode agar adiknya duduk bersamanya.
"Bagaimana keadaan kakak tertua? Apakah baik-baik saja?." Ucapnya cemas.
"Aku baik-baik saja." Ia tersenyum kecil. "Kenapa kau belum juga istirahat?."
"Maaf, saya cemas pada kakak tertua." Ungkapnya. "Saat acara perdamaian istana, saya merasa kesal dengan tatapan mereka yang merendahkan dirimu kak."
Nona muda Xin Qian tersenyum kecil, menguap tangan adiknya. "Biarkan mereka berkata apa tentangku."
"Tidak bisa kak." Hatinya merasa sedih. "Saya tidak bisa." Ia mencoba menahan amarahnya. "Apalagi ketika kau duduk bersama lelaki rendahan itu!." Suaranya terdengar tinggi. "Kau semakin dipandang hina oleh mereka!."
"Zi rui!." Nona muda Xin Qian terkejut mendengar ucapan adiknya. "Jangan berkata seperti itu!."
"Apakah kakak tertua tidak dengar?!." Balasnya dengan marahnya, bahkan ia sampai berdiri karena tidak tahan lagi. "Semua orang sedang bergunjing tenang kau!." Ucapnya penuh penekanan. "Putus asa tidak ada yang datang melamar? Kau malah bermain-main dengan lelaki gigolo! Lelaki pelacur!." Gejolak di hatinya semakin besar. "Telinga saya! Hati saya terasa sakit mendengar gunjingan orang-orang tentang kau seperti itu!."
"Zi rui!." Nona muda Xin Qian mencoba menahan amarahnya. "Jangan bahas apapun lagi." Dadanya terasa sakit.
"Kenapa? Kau mau berkata pada saya?!." Responnya semakin marah. "Jika kau memang menyukai lelaki murahan itu? Kau suka pada lelaki pelacur seperti dia?!."
"Zi rui!." Ia tidak dapat lagi menahan amarahnya.
Deg!.
Zi Rui terkejut melihat tatapan mata kakaknya yang tajam, matanya memerah menahan emosi dan air mata.
"Pergi dari sini." Bibirnya bergetar menahan amarah. "Sudah malam, aku mau tidur."
Zi Rui menatap lekat kakaknya, mencari celah untuk menangkap apa yang disembunyikan kakaknya. Namun ia tidak menemukan apapun selain kakaknya yang berusaha menahan diri agar tidak melepaskan segala gejolak di hatinya. Zi Rui memutuskan untuk mengalah, ia pergi begitu saja dari kamar kakaknya. Nona muda Xin Qian hampir saja kehilangan keseimbangan, kepalanya mendadak terasa sakit.
"Kenapa kau berkata? Bahwa saya adalah istrimu di masa depan?." Nona muda Xin Qian sangat gugup.
Ucapan Lingyun Kai masih terngiang-ngiang di dalam ingatannya.
"Saya suka dengan sikap dewasa mu." Jawabnya malu-malu. "Perhatian, tidak genit seperti saya." Tatapan matanya seperti minta dikasihani.
"Owalah." Dalam hati nona muda Xin Qian hampir histeris melihat mata lucu Lingyun Kai. "Tapi saya jauh lebih tua darimu." Ia berusaha menahan dirinya.
"Umur hanyalah angka." Raut wajahnya cerita. "Saya yang salah, karena terlalu lama lahirnya." Tapi kali ini ia terlihat cemberut. "Sehingga tidak bisa menyamai usia nona muda tertua xin qian."
"Lingyun kai." Dalam hatinya sangat tidak karuan. "Berani sekali kau menggunakan cara seperti ini untuk meluluhkan hatiku?." Ia mencoba menekan perasaan aneh di hatinya.
"Tapi bukan berarti saya tidak memiliki perasaan apapun terhadap mu." Ungkapnya dengan perasaan tulus. "Saya pasti akan memberikan kebahagiaan padamu."
Nona muda Xin Qian benar-benar tidak tahan lagi dengan apa yang dikatakan Lingyun Kai. Tindakan pemuda itu benar-benar telah meluluhlantakkan kondisi jantung dan hatinya.
Ya, ingatan ucapan Lingyun Kai telah memberikan kesan padanya. Kesan yang sangat menghormatinya, Lingyun Kai tidak bersikap kurang ajar, atau berusaha menjebaknya agar melakukan hal tidak terpuji.
"Lingyun kai sangat tulus padaku." Dadanya terasa sesak, hingga menangis sebagai ungkapan tidak dapat menahan beban yang menghimpit hatinya.
...***...
Kediaman Jendral Xiao Chen Tao, kamar Junfeng.
"Adik, kau harus minta maaf pada ayah." Ia mengolesi obat pada punggung adiknya yang terluka. "Kau harusnya memahami bagaimana ambisi ayah mengenai tahta kerajaan ini."
Belum ada tanggapan dari Junfeng, hatinya terasa gelisah, ia menyembunyikan wajahnya di bantal, saat ia berbaring terlungkup karena punggungnya dicambuk oleh ayahnya hingga terluka. Junfeng merenungi hidupnya, masa depannya.
"Kau benar-benar hebat bersandiwara." Jianhong masih mengolesi obat luka di punggung adiknya. "Kau terlihat tulus pada nona muda daxia." Ia hampir saja tertawa. "Semua orang memuji keberanian, dan kejantanan mu yang berani bertanggungjawab."
Belum ada respon dari Junfeng, pikirannya sedang terbang lebih jauh.
"Ambisi ayah, masa depan bersama daxia." Dalam hatinya sedang membayangkan keduanya. "Beberapa kali mengalami kegagalan dalam rencana, dan hampir saja membahayakan nyawa." Kepalanya terasa sakit membayangkan itu semua. "Bagaimana jika aku nantinya punya anak? Dan anakku diajarkan memiliki ambisi untuk menguasai kerajaan ini?." Dadanya terasa sesak membayangkan itu semua. "Berebut tahta dengan cara kotor, membunuh keluarga sendiri tanpa perasaan?." Kepalanya semakin sakit membayangkan itu semua. "Anakku bisa saja berlaku kejam padaku nantinya, jika salah satu dari mereka tidak setuju untuk melakukan ambisi itu?." Ia menarik nafas dalam-dalam. "Apa yang harus aku lakukan? Bagaimana keadaan daxia? Bagaimana perasaannya? Memiliki anak dan suami gila ambisi untuk menguasai sebuah tahta tertinggi di dunia?." Hatinya terasa sakit memikirkan reaksi nona muda Daxia mengetahui anak dan dirinya melakukan hal yang tak terpuji?. "Aku harus menemui daxia, aku akan meminta pendapatnya." Ia berusaha tenang, agar tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan.
...*** ...
Istana, kamar Putri Liangyi.
Kaisar dan Permaisuri Chan Juan merasa lega melihat Putri Liangyi sedang tertidur pulas di tempat tidurnya.
"Pelayan, katakan apa yang terjadi pada Putri liangyi?." Permaisuri Chan Juan menatap serius. "Sejak kapan ia tertidur seperti ini?."
"Hamba Gusti permaisuri." Ia memberi hormat. "Hamba melihat ada seorang pemuda yang membawa Gusti putri liangyi ke kamarnya."
"Seorang pemuda?!." Kaisar langsung bereaksi marah?. "Kau mengenali wajahnya? Dari kediaman mana dia?!."
"Mohon ampun yang mulia kaisar." Pelayan wanita itu panik, ia langsung bersujud. "Hamba tidak melihat wajahnya, karena ia mengenakan topeng penutup wajah."
Brakh!.
"Mengenakan topeng penutup wajah?!." Hati Kaisar semakin panas. "Apakah kau melihat ada bekas luka? Atau bekas mencurigakan di tubuh putri saya ketika menggantikan pakaiannya tadi?!."
"Ampun yang mulia kaisar." Pelayan wanita itu semakin ketakutan.
"Katakan dengan jelas!." Permaisuri Chan Juan juga ikutan marah. "Ini menyangkut masa depan anak saya!."
"Ampun Gusti permaisuri." Ia kembali bersujud takut. "Gusti putri liangyi dalam keadaan baik-baik saja." Jelasnya dengan suara bergetar. "Tubuh Gusti putri tidak ada bekas luka, ataupun bekas yang mencurigakan."
"Lantas? Kenapa pemuda itu menggendong anak saya?!." Kaisar berusaha menahan amarah. "Kau bisa memberikan penjelasan?!."
"Ampun yang mulia kaisar." Responnya cepat. "Pemuda itu berkata Gusti putri liangyi dalam keadaan mabuk, dan minum obat perangsang."
Deg!.
Kaisar dan permaisuri Chan Juan terkejut mendengar itu.
"Tapi pemuda itu telah memberikan obat penawarnya, sehingga Gusti putri liangyi baik-baik saja." Ia berusaha menjelaskan apa yang terjadi, supaya nyawanya masih betah di badannya. "Selain itu, dia juga menyuruh kami memandikan Gusti putri liangyi dengan air hangat yang dicampuri bunga gerbera, agar tidur beliau lebih nyaman."
"Bunga Gerbera memang digunakan untuk aroma menenangkan pikiran." Kaisar menghela nafas pelan. "Apalagi karena dipaksa minum obat perangsang." Lanjut Kaisar.
"Jadi? Pemuda bertopeng itu tidak menyakiti anak saya?." Permaisuri Chan Juan waspada.
"Tidak Gusti permaisuri." Jawabnya. "Justru beliau yang menyelamatkan Gusti putri liangyi, membawanya dari ruangan istirahat taman istana."
Deg!.
Kaisar dan permaisuri Chan Juan terkejut mendengar ucapan itu, teringat dengan kejadian sebelumnya.
"Kau melihatnya?." Permaisuri Chan Juan merasa takut.
"Dari kejauhan, ketika hamba hendak membersihkan taman." Ia berusaha mengingat kejadian itu. "Hamba melihat Gusti Putri yang jalan sempoyongan, hampir jatuh, tapi pemuda itu menangkap tubuh Gusti putri."
"Lantas? Apa yang terjadi setelah itu?." Kaisar penasaran?. "Katakan saja."
"Hamba langsung mendekat, takut terjadi sesuatu pada Gusti putri liangyi." Jawabnya. "Hamba takut ia akan berbuat jahat pada Gusti putri."
...***...
Kembali kejadian saat itu.
"Tunggu!." Pelayan wanita itu berteriak keras. "Apa yang kau lakukan pada Gusti putri?!." Ia mengancam dengan sapu di tangannya. "Kau mau menculik Gusti putri?!."
"Diam kau!." Ia terlihat kesal. "Aku justru ingin menyelamatkan Gusti putri mu!." Tegasnya. "Dia telah diracuni dengan obat perangsang! Segera bawa aku ke kamarnya!."
"Setan cabul!." Bentaknya. "Apa yang sedang kau rencanakan?!."
"Segera bawa aku ke kamarnya! Segera beri dia obat penawarnya!." Ia menatap tajam. "Apakah kau ingin dia mati meledak karena terlalu lama menahan racun?!."
Deg!.
Dengan terpaksa ia menunjukkan jalan menuju kamar Gusti Putri Liangyi.
...***...
Kembali ke masa ini.
"Seperti itulah yang terjadi yang mulia kaisar, Gusti permaisuri." Ia menahan nafasnya, semoga saja tidak kena hukuman.
"Kau tidak melihat tuan muda junfeng di belakang putri saya?." Kaisar teringat dengan ucapan pelayan wanita yang memberikan kesaksian kejadian itu.
"Saya tidak melihatnya yang mulia kaisar." Jawabnya dengan perasaan aneh.
"Kau yakin? Tidak melihat tuan muda junfeng?." Kaisar mengulangi pertanyaannya.
"Sungguh! Hamba berani bersumpah!." Ia kembali bersujud memberi hormat. "Hamba tidak melihat tuan muda junfeng di belakang hamba."
"Baiklah." Respon Kaisar. "Kau jaga dengan baik putri liangyi." Kaisar mencoba tenang. "Jangan katakan apapun mengenai masalah ini dengannya, kau mengerti?."
"Mengerti yang mulia kaisar." Ia sangat takut dengan tatapan tajam Kaisar.
"Permaisuri, mari kita istirahat." Kaisar tersenyum kecil.
"Mari." Permaisuri mengikuti langkah Kaisar yang meninggalkan kamar Putri Liangyi.
...***...
Perlahan-lahan ia membuka matanya, ia merasa dingin pada tubuhnya.
"Kegh!." Lingyun Kai meringis sakit, lehernya terasa berdenyut.
"Kau sudah bangun lingyun kai?."
Deg!.
Jantungnya terasa mau copot melihat raut wajah Mingmei yang mengerikan.
"Kau masih ingat dengan aku? Hm." Ia menyeringai lebar.
"Ka-kakak, apa artinya ini?." Lingyun Kai ketakutan. "Kenapa kakak mengikat aku seperti ini?." Ia berusaha melepaskan diri.
Ya, Lingyun Kai terbaring di atas tempat tidur, tapi kedua tangan dan kakinya diikat kuat dengan tali tambang.
"Heh!." Mingmei mendengus dan tersenyum aneh. "Justru aku yang ingin bertanya padamu." Ia mendekati adiknya, duduk di sampingnya. "Kenapa kau memberikan obat perangsang pada minumanku?."
"Apa maksud kakak? Kapan saya melakukan itu?." Lingyun Kai tampak gugup. "Mana berani saya melakukan itu."
Mingmei menekan kuat kening Lingyun Kai dengan telunjuknya. "Kau tidak usah berpura-pura bodoh!." Ucapnya jengkel. "Kau sengaja berdebat dengan pangeran ketiga, saat itu aku dapat menangkap gerakan tanganmu menjentikkan sesuatu ketika aku mau minum." Ia bahkan memperagakan bagaimana Lingyun Kai melakukan itu. "Aku tidak cepat merespon, dan meminumnya." Raut wajahnya berubah sedih. "Kau kejam juga pada kakakmu ini lingyun kai." Ingin rasanya ia menangis.
Deg!.
Lingyun Kai hampir kehilangan kata-kata, ia tidak menduga kakaknya menyadari apa yang telah ia perbuat.
"Tubuhku terasa panas, dan sakit." Mingmei benar-benar menangis kali ini. "Kenapa kau melakukan itu?."
Lingyun Kai panik, ia tidak tahu harus menjawab seperti apa.
Cup!.
Mingmei mencium kening Lingyun Kai, membuat pemuda itu tercengang.
"Kenapa raut wajahmu seperti itu?." Ia usap lembut pipi adiknya. "Bukankah? Kau ingin menciptakan jebakan dua saudara bercumbu karena pengaruh obat perangsang?." Ia tekan kuat pipi Lingyun Kai, hingga bibirnya seperti moncong bebek.
Lingyun Kai masih belum bereaksi, kepalnya sedikit sakit.
"Kau mengetahui rencana jianhong, junfeng." Ia tersenyum kecil. "Menjebak putri liangyi melakukan perbuatan tidak senonoh." Matanya menyimpan banyak luka. "Karena ingin menyelamatkan reputasi liangyi, kau memberikan obat itu padaku." Ia tepuk-tepuk pelan pipi Lingyun Kai. "Tapi sayangnya bukan aku yang ada di sana, hahaha!." Ia tertawa aneh. "Apakah kau kecewa lingyun kai? Karena yang bercinta dengan junfeng adalah kekasih aslinya."
Deg!.
Lingyun Kai merasa tidak karuan, ia memang merasa ada yang aneh. Mingmei mencoba duduk dengan tenang di samping adiknya yang masih terbaring di tempat tidur.
"Kau tidak bertanya? Kenapa aku mengetahuinya?." Ia menatap lekat adiknya yang tampak kebingungan.
Lingyun Kai mengangguk kecil, ia belum berani bersuara.
Mingmei menarik nafas pelan, mencoba menenangkan dirinya. "Aku mendapatkan gambaran itu dalam mimpiku malam sebelumnya." Ia merasa sesak. "Tapi masih saja terkena jebakan mu." Ia tersenyum lembut menatap Lingyun Kai. "Kau berbakat juga dalam merencanakan sesuatu." Ia pukul pelan bahu adiknya.
"Maafkan saya kak." Lingyun Kai terlihat sedih. "Saya terpaksa melakukan itu." Ia telah berkata yang sebenarnya. "Jika kakak mau membunuh saya? Lakukan saja."
"Awalnya aku memang ingin membunuhmu." Mingmei menatap langit-langit kamar itu. "Aku kesal, karena kau tega mengorbankan aku dalam kejadian itu." Hatinya terasa sakit. "Tapi kau melakukan itu demi nama baik kelurga yang kau cintai."
Deg!.
Lingyun Kai langsung terbangun, dan duduk.
"Kau tidak perlu takut." Ia tersenyum kecil menatap Lingyun Kai. "Aku ini bukan musuh mu, tapi aku ini sekutu mu."
"Apa maksud kakak?." Lingyun Kai masih bingung.
"Kakakmu sudah tidak ada lagi di dunia ini." Ia menyentuh dada kirinya. "Dia telah tewas dalam kasus perampokan."
Deg!.
Rasanya Lingyun Kai tak henti-hentinya terkejut mendengar pengakuan dari Mingmei.
"Apakah kau ingat dengan musim berburu di hutan terang langit?." Pikirannya tertuju ke arah sana. "Nona muda dari kediaman jendral perang wilayah barat langit." Hatinya merasa sakit. "Kekasih pangeran pertama yang terbunuh di tebing baju pijakan rusa."
"Ho?." Lingyun Kai langsung bereaksi, ia masih ingat dengan kejadian memilukan itu.
"Aku tidak mengetahui dengan pasti, tiba-tiba saja aku berada di dalam tubuh mingmei." Hatinya mendadak berubah, merasa jengkel. "Dia yang merencanakan itu, bersama istri pangeran pertama yang sekarang." Ia tepuk-tepuk wajahnya dengan pelan. "Rasanya menjengkelkan sekali, reinkarnasi di tubuh orang yang paling aku benci."
"Lantas? Kakak mingmei sekarang bagaimana?." Lingyun Kai dengan hati-hati bertanya seperti itu.
"Aku telah mengatakan padamu bukan?." Jawabnya dengan lirikan bosan. "Dia sudah mati, dan sekarang aku adalah rohnya bai chenguang."
"Apa yang akan kau lakukan dengan tubuh kakakku?." Ia menyipitkan matanya. "Kau mau balas dendam?."
"Aku katakan padamu satu hal lingyun kai." Ia tekan bahu kiri Lingyun Kai dengan jari telunjuknya. "Keluarga jendral bukan keluarga mu, dan aku mengetahui jika kau juga reinkarnasi sama seperti aku."
Deg!.
Lingyun Kai tidak bisa menjawab pertanyaan itu, lidahnya terasa kaku saat itu juga. Bagaimana kelanjutannya?. Temukan jawabannya.
...***...
Tadinya kupikir Wu Xian beneran saudara lainnya Kai pas baru ngucapin nama, rupanya oh rupanya....
Waduh, kayaknya aku jadi salah fokus dan gak terlalu peduliin Si kai kenapa dan malah lebih fokus mengagumi kekuatan Si mbak! 😌🗿