Suaminya ketahuan selingkuh dan anak yang dikandungnya meninggal adalah petaka yang paling menyedihkan sepanjang hidup Belcia. Namun, di saat yang bersamaan ada seorang bayi perempuan yang mengira dia adalah ibunya, karena mereka memiliki bentuk rambut yang sama.
Perjalanan hidup Belcia yang penuh ketegangan pun dimulai, di mana ia menjadi sasaran kebencian. Namun, Belcia tak memutuskan tekadnya, menjadi ibu susu bagi bayi perempuan yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama.
Penasaran dengan kisah Belcia? Ayo kita ikuti di novel ini🤗
Jangan lupa follow author💝
Ig @nitamelia05
FB @Nita Amelia
TT @Ratu Anu👑
Salam Anu 👑
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ntaamelia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17. Kabar Untuk Maria
Pulang dari makam Maureen, Jasper kembali terlihat murung. Apalagi saat masuk ke dalam kamar, di mana semua kenangan manis itu tercipta. Kini dia tak bisa memeluk raga itu lagi, menikmati senyumnya yang hangat dan menyenangkan.
"Aku sangat merindukanmu, Sayang, aku merindukanmu."
Pria itu melangkah gontai, dan akhirnya ambruk di atas kasur. Lama menyelami semua memori yang ada di dalam otaknya, Jasper malah tertidur.
Sementara itu Belcia yang sudah kembali langsung memandikan Leticia. Di dalam bathtub, Leticia berdiri dan terus berusaha memainkan rambutnya yang dikuncir kuda. Hal yang selalu dilakukan bayi itu, saat ada di dekatnya.
"Leticia, rambutku basah," ucap Belcia sambil menyabuni, kepalanya miring-miring karena tangan kecil nan lincah itu tak berhenti menariknya.
"Emmmahhh, atcah," celoteh Leticia sambil tersenyum lebar. Tingkah menggemaskan yang membuat Belcia tidak bisa marah, meski Leticia kerap menyebalkan. "Inyih, machhh ...."
"Aku tahu rambutku bagus, kamu mau?" Belcia mengajak bayi itu bicara, tapi Leticia malah tertawa-tawa sambil menepuk-nepuk air hingga menyiprat ke wajah dan sebagian tubuh Belcia.
Wanita itu berdecak dan pura-pura marah, tapi lagi-lagi Leticia menganggapnya bercanda, hingga suara gelak tawanya menggelegar sampai keluar kamar mandi. Ini adalah momen yang tidak bisa Belcia beli di manapun, yang membuatnya ingin tetap bertahan di sisi bayi cantik itu.
Hingga malam menjelang, Jasper masih belum keluar dari kamarnya. Sementara itu Maria yang sedang makan mendapat telepon dari ibunya yang ada di kampung. Lantas dia pun berhenti sejenak untuk menerima panggilan tersebut.
"Halo, kenapa, Bu?" tanyanya.
"Mar, ini aku Sada. Bukan ibu," jawab seseorang di ujung sana, yang ternyata kakak sepupunya.
Deg!
Perasaan Maria mendadak tak karuan karena bukan ibunya sendiri yang bicara.
"Kenapa handphone ibu ada sama kamu, Kak? Ibu ke mana?" tanya Maria sedikit terbata.
"Ibumu jatuh di kebun, Mar, dan langsung dilarikan ke rumah sakit. Kalau bisa, ambil cuti sebentar. Karena sebenarnya sudah dari tiga hari yang lalu ibumu sakit, tapi dia selalu diam saja," jelas Sada dengan suara gemetar menahan tangis.
Wajah Maria mendadak pias, seluruh tubuhnya lemas dan tak bisa memberi respon apa-apa. Selama ini ibunya memang hidup menjanda setelah ditinggal mati sang ayah, menjadi tulang punggung untuk dia dan sang adik.
Maria sudah meminta agar sang ibu tidak lagi bekerja, karena dia yang akan menggantikannya. Namun, tetap saja sang ibu tak pernah mau mendengar dan selalu bilang agar uang penghasilannya ditabung untuk masa depan.
"Mar," panggil Sada karena tak mendapat balasan.
"Iya-iya, tolong jaga ibu, Kak. Aku akan izin sama majikanku untuk pulang," pungkas Maria dengan air mata yang sudah merembes membasahi pipi. Dia terisak-isak di sudut ruangan dan membuat atensi Belcia teralihkan.
"Mar, kamu kenapa?" tanya Belcia seraya menghampiri Maria.
Maria langsung menghapus air matanya dan menggeleng.
"Saya nggak apa-apa, Nyonya," jawabnya. Akan tetapi mana mungkin Belcia bisa dibohongi, sementara dari suaranya saja terdengar sumbang.
"Jangan begitu, kalau ada apa-apa cerita saja," ujar Belcia seraya mengelus-elus lengan Maria dengan lembut. Belcia bisa leluasa beraktivitas, karena Leticia sudah tidur di kamarnya.
Mendengar itu, suara isak tangis Maria makin kencang, dan Belcia senantiasa menemaninya sampai wanita itu merasa tenang dan mau bicara.
"Ibuku sakit, Nyonya. Saya harus pulang, tapi—bagaimana dengan Nona Kecil, kalau saya tidak ada Anda pasti kerepotan, dan Tuan Jasper belum tentu mengizinkan," papar Maria dengan gelisah.
Belcia yang memahami kekhawatiran Maria turut merasa prihatin.
"Untuk masalah Leticia kamu tenang saja, aku bisa kok menjaganya. Lagi pula di sini masih ada yang lain, aku bisa meminta bantuan mereka. Kalau kamu mau pulang, pulang saja. Ayo aku antar kamu pamit," ujar Belcia memberi dukungan supaya Maria berani untuk bicara pada Jasper.
Maria tak menyia-nyiakan kesempatan, dia langsung menganggukkan kepala dan akhirnya mereka pergi ke kamar utama. Di mana Jasper masih tertidur pulas.
Tok ... Tok ... Tok ...
Maria mengetuk pintu dan menunggu dengan harap-harap cemas. Namun, sampai beberapa menit mereka berdiri di sana, Jasper tak kunjung menampakan batang hidungnya.
"Setelah dari makam, dia pulang kan?" tanya Belcia memastikan.
"Iya, Nyonya, setelah itu saya tidak melihat Tuan keluar," jawab Maria yang ikut kebingungan.
Dalam kebimbangan itu akhirnya Belcia dan Maria memutuskan untuk membuka pintu tanpa izin.
Ceklek!
Benda persegi panjang itu tidak dikunci. Belcia dan Maria saling pandang, kemudian masuk untuk memastikan bahwa Jasper tidak ada di sana. Kamar itu terlihat gelap, karena lampu belum dinyalakan, mereka bisa melihat karena cahaya yang meremang dari gorden yang belum tertutup sempurna.
"Sepertinya dia keluar," ucap Belcia sambil mencari saklar lampu. Namun, tiba-tiba ada tangan mencekal pergelangannya.
Deg!
Jantung Belcia seakan melompat dari sarangnya. Belum sempat bicara, tangan itu menariknya hingga terjatuh. Suaranya cukup membuat Maria menoleh dan tersentak.
Mata Maria membulat sempurna, sementara Belcia membeku dan kesulitan untuk bernafas. Karena saat ini dia berada tepat di atas tubuh Jasper.
"Tetaplah di sini, aku tidak mau kehilanganmu. Ayo besarkan Leticia sama-sama, aku tidak bisa melakukannya sendirian," rancau Jasper dengan suara parau. Sedangkan matanya senantiasa tertutup, saat ini pria itu sedang mengigau.
Belcia menelan ludahnya susah payah, dia yakin Jasper sedang memimpikan mendiang istrinya.
Belcia berusaha bangkit, tapi satu tangan Jasper meraba wajahnya, menyusup di antara riapan rambut yang dia gerai.
"Aku sangat merindukanmu, jangan pergi lagi," katanya dengan suara mengiba. Belcia tak bisa tinggal lebih lama, dia menyadarkan diri sebelum Jasper benar-benar bangun.
Belcia menarik dirinya hingga tangan Jasper terlepas, lalu menyeret Maria yang sedari tadi mematung. Mereka sama-sama terengah setelah berhasil keluar dari kamar itu.
"Kalau keadaannya sangat genting, lebih baik kamu pulang sekarang. Biar aku yang tanggung jawab," ujar Belcia memberikan solusi agar Maria tidak perlu bingung.
"Tapi, Nyonya." Maria masih tahu diri, dia juga tidak ingin Belcia terus-menerus dimarahi oleh tuannya.
"Percaya padaku, aku bisa melakukannya. Aku bisa mengurus Leticia, dan ... Tuan Jasper," ujar Belcia seraya menggenggam kedua tangan Maria untuk meyakinkan wanita itu. Hingga akhirnya Maria mengangguk.
"Terima kasih, Nyonya," katanya sambil memeluk. Setelah itu dia langsung membereskan barang-barangnya, karena malam ini dia akan langsung pulang ke kampung halaman.
lagian kamu tuh kok kagak punya malu? kamu tuh tinggal di rumah siapa? meskipun kamu kakak dari almarhum maureen, bukankah maureen sudah tiada. terus kenapa kamu masih bertahan di rumah jasjus, dengan alasan ingin mengawasi leticia 😒 jelas2 leticia ogahh sama kamu? kok yaa masih betah bertahan di rumah iparr...memuakkan 😒
setelah dia tau kronologi kecelakaan itu.jaspeer jdi kerasukn jin baik/Facepalm/
kamu tembulu yaaaa....
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣