NovelToon NovelToon
Hadiah Penantian

Hadiah Penantian

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Dokter
Popularitas:347
Nilai: 5
Nama Author: Chocoday

Riyani Seraphina, gadis yang baru saja menginjak 24 tahun. Tinggal di kampung menjadikan usia sebagai patokan seorang gadis untuk menikah.

Sama halnya dengan Riyani, gadis itu berulang kali mendapat pertanyaan hingga menjadi sebuah beban di dalam pikirannya.

Di tengah penantiannya, semesta menghadirkan sosok laki-laki yang merubah pandangannya tentang cinta setelah mendapat perlakuan yang tidak adil dari cinta di masa lalunya.

"Mana ada laki-laki yang menyukai gadis gendut dan jelek kayak kamu!" pungkas seseorang di hadapan banyak orang.

Akankah kisah romansanya berjalan dengan baik?
Akankah penantiannya selama ini berbuah hasil?

Simak kisahnya di cerita ini yaa!!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chocoday, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Gara-gara Jajanan

Tiba-tiba rasanya pundakku mulai merinding hingga aku memutuskan untuk kembali ke ruang perawatan.

Teteh sepupu terbangun saat aku baru saja masuk dan duduk pada tepian kasur untuk kembali menaruh infusan.

"Abis darimana?" tanyanya.

"Abis dari luar, Teh. Tadi gak bisa tidur makanya keluar," jawabku.

Wanita itu malah mendekat padaku, "emangnya kamu gak takut ya lewatin lorong itu?" tanyanya.

"Emangnya kenapa Teh?" tanyaku penasaran.

"Ah enggak deh. Nanti kamu ketakutan, bisa-bisa gak tidur sampe pagi," ucapnya lalu kembali berbaring pada kasur lantai yang dibawakan mamah tadi.

Aku mendecak mendengarnya lalu mulai berbaring sembari sesekali menoleh pada setiap sudut gorden.

Perlahan mataku mulai terpejam dan tidur dengan nyenyak hingga pagi hari. Setelah direnungi, jika memang yang semalam bicara itu bukan manusia. Aku juga mewajarkan, selain rumah sakit—aku juga sedang dalam keadaan menstruasi.

Memang mungkin tidak banyak yang percaya akan hal itu, tapi sejak aku mengalami tamu bulanan saat itu juga banyak sekali cerita-cerita dari orangtua yang cukup menakutkan hingga aku sendiri cukup mempercayainya.

Seperti pembalut yang harus dicuci sebelum dibuang, lalu tidak boleh membuangnya secara sembarangan dan bahkan keluar sembarangan saat malam hari.

Sebenarnya, aku tidak ingin begitu memikirkannya. Toh lorong itu memang seram karena tidak banyak orang yang berlalu lalang dan aku juga tidak akan di sini selamanya.

Paginya, teteh sepupu duduk kembali di ranjang pasien—menemaniku yang sedang sarapan.

"Teh cerita semalem gak mau dibicarain aja? Kan neng penasaran," pintaku.

"Kamu yakin gak bakal takut?"

"Teteh takut gak? Kalau teteh yang penakut aja gak takut apalagi neng," tanyaku balik membuat wanita itu mendelik.

Aku terkekeh pelan mendengarnya, "jadi gimana? neng penasaran tau."

"Jadi kan waktu teteh ke kantin itu banyak perawat yang sarapan juga ya?" aku mengangguk mengiyakan, "nah mereka cerita kalau katanya ada arwah pasien yang gentayangan karena ulah suaminya."

"Ulah suaminya?" tanyaku.

Teteh sepupu mengangguk, "dia katanya bawa cewek buat bantuin istrinya awalnya. Eh ternyata yang dijadiin buat bantu-bantu itu selingkuhannya, terus katanya emang masih ada dendam yang belum selesai karena si selingkuhannya ini jahat banget."

"Kasian banget, orang yang udah meninggal masa gentayangan Teh. Bukannya dia juga udah tenang di alam sana?" tanyaku.

"Ya gak tau atuh neng. Intinya emang kayak begitu ceritanya, jadi kalau malam-malam jangan kemana-mana apalagi sampe ngelewatin lorong itu," pintanya membuatku mengangguk saja.

Singkat cerita, hari sudah mulai siang. Makanan untuk makan siang belum dibagikan, tapi aku sudah merasa lapar kembali. Padahal biasanya juga makan sehari sekali, tapi sekarang rasanya sudah lapar lagi.

Aku menghela napas karena mungkin berat badanku akan naik kembali setelah ini. Tapi biarin dulu lah, aku merasa lapar sekali sekarang.

Di tengah teteh sepupu sedang pergi menemui perawat karena seprei yang kupakai itu kotor karena tumpahan kuah sup tadi pagi, aku memilih pergi ke kantin seorang diri dengan infusan di tanganku.

Wanita paruh baya penjaga kantin itu tersenyum padaku, "teteh mau beli apa? Kok sendirian ke kantinnya. Gak ada yang jaga?" tanyanya.

Aku tersenyum, "sengaja bu. Pengen pilih sendiri, terus yang jaga lagi ada keperluan lain."

Ibu itu mengangguk, "mau beli apa Teh?" tanyanya lagi.

"Pengen beli puding susunya 4, agar-agar gula merahnya 5, sama pastelnya 3 bu," pintaku.

"pastelnya keluarin aja bu, pesanannya biar saya yang bayar," ucap seseorang dari belakang.

Aku menoleh pada seseorang yang tepat di belakangku, "loh—ngapain di sini? Kenapa juga main keluarin pesanan orang?"

Hanif menyentil keningku, "gorengan itu cukup kasar. Kalau kamu makan itu, nanti lambung kamu sakit lagi."

"Lagian itu buat Teteh," jawabku.

Hanif tetap menggelengkan kepalanya, "nanti kamu curi-curi makanannya. Pokoknya gak boleh, yang boleh cuman puding sama agar-agar aja."

Aku menekuk wajah mendengarnya, "sekali aja emang gak boleh?" tanyaku memohon padanya.

Hanif mendekatkan wajahnya, "jangan ya bocil!! sekali juga, nanti aja baru boleh kalau udah baik banget aku kasih."

Aku menekuk wajahku, "ya udah pudingnya juga kamu aja yang makan. Aku mau balik aja."

Aku langsung pergi begitu saja dengan infusan yang mulai terasa sakit pada tanganku.

"Tunggu Ri!" ucap Hanif menahan tanganku dengan pelan dengan puding yang dibawanya.

"Apalagi?" tanyaku dengan tangisan padanya.

Hanif terkekeh melihatnya sembari menghapus air mataku yang sudah mulai basah.

"Udah, jangan nangis begitu!"

"Kenapa?" tanyaku, "jelekkan aku?"

"Tuh suudzon lagi," jawabnya.

"Sekarang mending ke ruangan kamu aja, itu infusan darahnya mulai naik," ajaknya.

"Biarin, darah aku banyak ini," ucapku.

Hanif terkekeh mendengarnya lalu mengangkat tubuhku begitu saja karena darahnya sudah semakin naik.

Aku merengek sembari memukul punggungnya, "turunin ih malu!!"

"Biarin!! Darah kamu itu udah naik. Kalau jalan sambil gerak banyak makin naik itu," ucapnya sembari terus jalan ke ruanganku.

Beberapa orang yang menatapnya tersenyum melihat hal itu. Sedangkan aku menutup wajah karena malu.

Hanif menurunkan aku pada ranjang pasien, lalu meminta perawat untuk mengganti infusan.

"Nih pudingnya, makan kalau udah laper," ucapnya.

"Gak mau ah, udah males," jawabku sembari menekuk wajah.

"Jangan gitu atuh Ri!! Nih makan pudingnya udah aku bukain," ucapnya terus membujukku.

"Gak mau!!" tolakku.

"Atau mau aku suapin?" tanyanya sembari mengangkat sendok padaku.

Aku langsung merebut sendoknya, "aku bisa sendiri."

Hanif menahan senyumannya.

Si bungsu ini emang susah banget kalau udah ngambek.

Untung bisa dibujuk pake puding.

Hanif memperhatikanku hingga puding itu habis 1 cup sedang.

"Ini masih ada. Mau lagi?" tawarnya.

Aku mengangguk, "aa mau gak? masa aku makan sendirian."

"Makan aja, Aa gak terlalu suka puding susu. Terlalu manis," jawabnya.

Aku membuka kantong plastik yang dibawanya, ada gorengan pastel yang kubeli tadi. Aku menoleh padanya.

Hanif seketika mendecak. Ia mengambil bungkusan pastelnya—membelah pastel yang tidak terlalu besar itu.

"Boleh kalau kamu mau banget. Tapi cuman setengah aja, setengahnya lagi buat Aa," jawabnya lalu memakan pastel yang sudah ia belah.

Aku sedikit menekuk wajah lalu menghela napas.

Setengah begini mah kerasa juga enggak.

"Udah ya segitu aja, jangan tawar menawar," ucapnya membuatku mengangguk pasrah lalu kembali membuka jajanan lain yang dibelinya.

"Ini buat aku semuanya?" tanyaku dianggukinya.

Aku mencoba agar-agar gula merah yang belinya, "wahhh.... ini enak loh A. Mau coba gak?" tawarku.

Tanpa disangka, Hanif melahap sisa agar-agar yang baru saja kumakan.

"Ihhhhh itu kan punya aku!!"

Hanif menahan senyumannya.

Lama-lama dia makin lucu!!

"Kenapa liatin aku begitu?" tanyaku.

Hanif menggelengkan kepalanya dengan senyuman.

"Aa lagi istirahat?" tanyaku dianggukinya.

"Makan siang bareng aku yuk!" ajakku, "kan kemarin gak jadi makan siang barengnya."

"Gak mau ah," tolaknya.

Aku menekuk wajah mendengarnya, "kenapa?" tanyaku.

1
Chocoday
Ceritanya dijamin santai tapi baper
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!