Anya bermimpi untuk memiliki kehidupan yang sederhana dan damai. Namun, yang ada hanyalah kesengsaraan dalam hidupnya. Gadis cantik ini harus bekerja keras setiap hari untuk menghidupi ibu dan dirinya sendiri. Hingga suatu malam, Anya secara tidak sengaja menghabiskan malam di kamar hotel mewah, dengan seorang pria tampan yang tidak dikenalnya! Malam itu mengubah seluruh hidupnya... Aiden menawarkan Anya sebuah pernikahan, untuk alasan yang tidak diketahui oleh gadis itu. Namun Aiden juga berjanji untuk mewujudkan impian Anya: kekayaan dan kehidupan yang damai. Akankah Anya hidup tenang dan bahagia seperti mimpinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahmad Tyger, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 - Aku Hanya Mencintaimu
Anya bisa merasakan pipinya berdenyut akibat tamparan keras dari Deny. Matanya memerah menahan air mata. Ia tidak boleh menangis. Ia tidak boleh terlihat lemah!
Melihat kejadian di depan matanya, Abdi tak bisa lagi tinggal diam. Ia tidak sanggup melihat Anya dipermalukan, bahkan ditampar di depan umum, sementara ia hanya berdiri menunggu Aiden datang.
Namun, tepat saat Abdi hendak mendekati Anya untuk membantunya, pintu kafe terbuka.
Aiden masuk dengan langkah tegas, diikuti Harris dan beberapa pengawal di belakangnya. Mereka semua mengenakan setelan formal, membuat seluruh ruangan langsung terdiam. Kehadiran mereka memberi tekanan yang tak bisa diabaikan.
Aiden bisa merasakan emosi yang bercampur di wajah Anya marah, sedih, dan sakit hati. “Anya,” ucap suara dalamnya, membangunkan Anya dari keterpurukannya.
Begitu suara itu terdengar, semua orang di dalam ruangan menoleh dan menatap pemilik suara itu.
Wajah Deny langsung berbinar melihat kehadiran Aiden. Ia menyambut dengan penuh semangat, “Aiden, senang sekali bisa bertemu denganmu lagi!”
Namun, mata Aiden yang tersembunyi di balik kacamata hitamnya tidak menoleh sedikit pun ke arah Deny. Dari balik lensa gelap itu, ia hanya melihat satu sosok Anya.
Ia mengulurkan tangan ke arah Anya tanpa berkata apa-apa. Anya tahu, Aiden datang untuknya. Lelaki itu datang untuk menolongnya. Tanpa ragu, ia melangkah dan meletakkan tangannya di atas tangan Aiden.
Dengan tangan satunya, Aiden mengangkat dagu Anya, memiringkan wajahnya, dan menatap sisi wajah Anya yang memerah akibat tamparan.
“Kenapa wajahmu merah?” tanyanya dengan suara dingin.
Suasana di ruangan menjadi mencekam, terutama bagi Deny yang baru saja menampar putrinya. Tubuhnya bergetar, lehernya kaku, dan ia tak berani membuka mulut.
Anya melihat ketakutan di wajah ayahnya. Ia tidak ingin Aiden melakukan sesuatu yang buruk. Maka, ia buru-buru menutupi wajahnya dengan tangan. “Ah… aku hanya merasa sedikit panas.”
Aiden menaikkan alisnya, tak sepenuhnya percaya. “Lalu kenapa bajumu basah seperti itu?”
Anya baru sadar. ‘Bagaimana Aiden tahu? Bukankah dia buta?’
Apakah Aiden bisa melihat lagi? Atau Harris memberitahunya? Atau mungkin, ia bisa mencium aroma kopi di bajunya?
Anya menggeleng, mencoba menyingkirkan pikiran konyol itu. “Tadi aku tidak sengaja menumpahkan kopi ke bajuku,” jawabnya dengan senyum malu, “Maaf, aku menodai baju yang kamu berikan.”
Sorot mata Aiden melunak. Di tengah kondisi seperti ini, Anya masih memikirkan perasaannya karena menodai hadiah darinya, bukan memikirkan dirinya sendiri.
“Siapa yang berani memperlakukanmu seperti ini? Apa orang itu tidak tahu kamu adalah kekasihku?” tanyanya dingin. Namun tangan Aiden tetap menyentuh Anya dengan sangat lembut.
Mendengar itu, Anya langsung mendapat ide. Ia tak ingin ayahnya disakiti Aiden. Tapi itu bukan berarti ia akan membiarkan Natali bebas. Ia ingin Natali mendapat balasan.
“Natali menuduhku merebutmu dari dia,” jawab Anya lirih, dengan ekspresi sedih.
Diam-diam Aiden tersenyum tipis. Ia tidak menyangka Anya akan melaporkan Natali secara langsung. Ia pikir Anya terlalu baik hati untuk membalas dendam. Tapi ternyata, istrinya cukup cerdas. Ia ingin Natali merasakan apa yang ia rasakan.
“Aku dan Natali dijodohkan demi kerja sama bisnis. Tapi aku rela membatalkan semuanya demi kamu. Aku hanya mencintaimu,” ucap Aiden, menatap Anya lekat-lekat.
Ia melepas kacamatanya agar Anya bisa melihat jelas kelembutan matanya, tatapan penuh ketulusan yang nyaris menenggelamkan Anya.
‘Cinta? Apa Aiden hanya berpura-pura?’
‘Apa ini bagian dari rencananya agar Natali cemburu?’
Aiden tidak sadar bahwa Anya tengah menerka makna di balik tatapannya. Ia memanggil Harris. Sang asisten segera menyerahkan tas kecil kepadanya. Aiden lalu memberikannya pada Anya.
“Gantilah bajumu. Kamu pasti tidak nyaman.”
Memang, pakaiannya lengket dan membuat risih. Tapi Anya masih ragu meninggalkan Aiden berdua dengan ayah dan Natali. Ia khawatir mereka akan dipermalukan lagi.
Namun akhirnya, ia memutuskan untuk menurut. Ia percaya pada Aiden sepenuhnya.
‘Lebih baik aku ikuti saja kata Aiden…’
Setelah Anya pergi ke toilet, Aiden berbalik menghadapi Deny dan Natali. Sorot lembutnya lenyap. Yang tersisa hanya kegelapan dan aura mengancam.
Natali menoleh ke kanan dan kiri, mencari celah untuk kabur. Tapi Harris dan para bodyguard telah memblokir semua jalan keluar.
Deny mencoba bersuara, “Aiden, maafkan anakku jika telah menyebabkan skandal ini. Aku gagal mendidik Anya, hingga dia tumbuh menjadi anak yang tidak tahu diri.”
Aiden diam, namun matanya semakin dingin. Harris, yang menyadari amarah tuannya semakin membara, langsung berbicara.
“Tuan Deny, sepertinya Anda salah paham.”
Deny membeku. Ia tertegun. “Apa maksudmu?”
Aiden mengalihkan pandangannya pada Natali. Tatapannya tajam menusuk, membuat Natali ketakutan. Ia langsung bersembunyi di belakang tubuh ayahnya.
“Natali Tedjasukmana, kalau kamu tidak ingin dijodohkan denganku, kamu bisa bicara langsung. Tidak perlu menjebak wanita lain dan menuduhku berselingkuh sebelum kita menikah. Berani-beraninya kamu…”
Napas Aiden terdengar berat.
“Karena pada akhirnya, aku juga tidak pernah mencintaimu.”
Natali terpaku. Aiden benar-benar menyudutkannya di depan umum. Ia bahkan tak sempat membela diri ketika semua mata mulai menatapnya dengan jijik.
Deny pun ikut bingung. “Apa maksud semua ini?” tanyanya dengan suara goyah. “Aiden, kamu pasti salah paham…”
“Aiden, sepertinya kamu salah paham,” ucap Deny, berusaha menenangkan kemarahan Aiden. Ia tahu betul, ia tidak boleh kehilangan calon menantu seperti Aiden. Ia harus berusaha agar Aiden tidak marah dan mau bekerja sama dengannya.
Deny sangat membutuhkan Aiden agar perusahaannya bisa bangkit kembali. Dengan bantuan Aiden, dia bisa jadi lebih kaya, bahkan masuk jajaran orang paling berpengaruh di kota ini.
“Salah paham?” Suara Aiden rendah dan berat, nyaris terdengar seperti geraman.
Deny langsung menutup mulutnya rapat-rapat. Ia tahu, kalau bicara sedikit saja lagi, bisa-bisa kemarahan Aiden diarahkan padanya. Sementara itu, Natali hanya bisa gemetar di sisi ayahnya. Aiden sudah tahu semua rencananya. Lelaki itu juga tahu bahwa ia telah menjebak Anya.
Lelaki itu tidak buta! Lelaki itu tahu semuanya!
Air mata yang sebelumnya hanyalah akting kini berubah menjadi nyata. Natali benar-benar ketakutan. Apa yang harus ia lakukan sekarang?
“Bukan aku! Aku nggak ngelakuin apa-apa… Bukan aku…” katanya tergagap. Air mata kembali mengalir di wajahnya. Tapi kali ini bukan karena sedih, melainkan karena panik dan takut.
“Kamu kira aku bodoh hanya karena aku tidak bisa melihat?” potong Aiden tajam. Tatapannya seperti bilah es menusuk lurus ke arah wajah Natali yang ketakutan.
“Rekaman CCTV yang kamu hapus. Kamu pikir aku nggak bisa mendapatkannya lagi? Mendapatkan data seperti itu… terlalu mudah bagiku.”
Natali terperanjat. Ia tak bisa percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. CCTV? Bukankah semuanya sudah dihapus? Bagaimana bisa Aiden masih mendapatkannya?
“Orang yang kamu suruh untuk mengantar Anya ke kamar hotel. Kamu yakin bisa bungkam dia? Kamu nggak kepikiran, kalau aku bisa bayar dua kali lipat dari yang kamu beri?” lanjut Aiden dengan nada meremehkan. Seolah ia sedang berbicara pada anak kecil yang terlalu polos.
Natali benar-benar panik sekarang. Semua rencananya runtuh. Ia buru-buru memeluk lengan ayahnya dan mencoba membela diri, “Ayah… bukan begitu… Anya sendiri yang minta. Dia bilang dia butuh uang buat biaya ibunya. Jadi dia suruh aku ngenalin ke orang kaya. Bukan aku!”
Deny terlihat bingung. Ia benar-benar tidak tahu siapa yang jujur dan siapa yang berbohong. Tapi satu hal yang pasti yang dia pedulikan hanyalah Aiden. Selama Aiden menyalahkan Natali, maka baginya Natali memang bersalah.
Tiba-tiba, tangan Deny terangkat dan menampar Natali keras, membuat putrinya terhuyung dan jatuh dari kursi ke lantai.
“Ayah!” Natali menjerit sambil memegangi pipinya yang memerah.