Velira terjebak dalam pelukan Cyrill Corval pria dingin, berkuasa, sekaligus paman sahabatnya. Antara hasrat, rahasia, dan bahaya, mampukah ia melawan jeratan cinta terlarang itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melon Milk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 1
Tiga tahun yang lalu - Austria
Velira Drazel baru saja diterima di Universitas Vienna. Tepat ketika gadis itu sedang menantikan kehidupan masa depannya yang cerah, sebuah petir menghancurkan seluruh impiannya.
Perusahaan keluarga mereka berada di ambang kebangkrutan, dan Soren Drazel berniat menggunakan pernikahan putrinya untuk menyelamatkan bisnis keluarga.
Ketika Velira mengetahui rencana ayahnya, dia sudah terlanjur ditipu dan dibawa ke sebuah hotel mewah di pusat kota Vienna.
Calon suaminya adalah seorang pria tua berusia lebih dari lima puluh tahun. Sementara Velira baru berusia delapan belas tahun, sedang dalam masa mudanya yang paling indah. Bagaimana mungkin dia rela menyerahkan dirinya kepada pria tua yang menjijikkan itu?
Velira meraih pisau buah yang tergeletak di meja. Pria tua bernama Rowan Fenrow itu ketakutan setengah mati, sampai jatuh tersungkur ke lantai setelah diserang oleh gadis muda yang putus asa itu.
Velira mengambil kesempatan emas untuk melarikan diri. Begitu dia berlari keluar dari kamar dengan pisau buah masih di tangannya, tubuhnya menabrak dada bidang seorang pria asing.
Aroma maskulin yang segar langsung menyelimuti bau darah yang menempel di tubuh mungilnya.
Velira mengangkat wajahnya, memiringkan leher jenjangnya, dan menatap wajah pria tampan yang samar terlihat dalam cahaya remang-remang lorong hotel.
Dia mengenali pria itu. Cyrill Corval.
Pria tua di belakangnya tiba-tiba mengejar keluar dari kamar. "Mau lari ke mana kau, pelacur kecil!"
Velira tersentak ketakutan. Tangannya yang berlumuran darah dengan putus asa mencengkeram setelan mahal milik pria yang berdiri di hadapannya.
Cyrill tentu saja mengenali gadis itu. Velira adalah teman sekelas keponakannya dulu.
Pria berusia tiga puluh tahun itu merangkul bahu ramping Velira, melindunginya dengan tubuh tinggi dan tegapnya, lalu melirik sekretaris yang berdiri di sampingnya.
Sekretaris itu langsung memahami isyarat bosnya dan segera membelit lengan Rowan ke belakang punggung.
"Aduh! Sialan! Lepaskan aku! Siapa yang berani mengikat tanganku?!" Rowan belum sempat bereaksi sepenuhnya.
Ketika dia mendongak dan menatap mata tajam Cyrill, bola matanya melebar ketakutan. "T-Tuan Corval..."
"Siapa yang memberimu keberanian untuk menyentuh orangku?" suara Cyrill terdengar dingin dan mengancam.
Rowan begitu ketakutan sampai kata-kata tersangkut di tenggorokannya.
Matanya yang panik menatap Velira dengan kebingungan. Gadis ini jelas-jelas sudah diserahkan kepadanya oleh Soren. Bagaimana bisa tiba-tiba menjadi milik Cyrill Corval?
"Tahukah kau apa yang terjadi pada orang yang berani menyentuh milikku?" mata dingin Cyrill menyipit berbahaya, membuat Rowan gemetar seperti daun di angin musim gugur.
Cyrill adalah pria paling berpengaruh dan berkuasa di Vienna.
Siapa pun boleh kau sakiti, tapi jangan pernah menyinggung pria penting ini.
Siapa pun yang membuat Cyrill marah, hidupnya sudah berakhir.
"Tuan Corval, saya salah! Saya tidak tahu dia milik Anda. Maafkan saya..." Rowan memohon dengan tergesa-gesa, tetapi Cyrill tidak tertarik mendengarkan. "Sekretaris Malrick, selanjutnya terserah Anda yang urus."
Cyrill mengangkat tubuh mungil Velira dalam pelukannya secara horizontal, berkata dengan nada acuh tak acuh, "Mulai sekarang, aku tidak ingin melihat orang ini berkeliaran di Vienna."
Ini adalah kedua kalinya Velira bertemu Cyrill. Dan untuk kedua kalinya, pria itu menyelamatkannya.
**
Di dalam suite mewah, Velira dengan lembut dibaringkan di sofa empuk berwarna krem.
Cyrill melepas jas mahalnya yang ternoda darah dan menatap gadis itu dengan pandangan tajam. "Kenapa? Aku sudah menolongmu, tapi kau masih mau menusukku dengan pisau itu?"
Ini adalah pertama kalinya Cyrill berbicara langsung padanya. Begitu mendengar suara bariton yang dalam itu, Velira langsung membuang pisau buah dari tangannya. Tangannya yang berlumuran darah Rowan membuatnya merasa mual.
"Meski ketakutan, kau masih tahu cara menusuk orang dengan pisau?" Cyrill bertanya dengan nada mengejek.
Velira menatap pria itu dengan mata bulat yang jernih, hitam putih kontras, bibirnya pucat karena shock.
Cyrill merasa sangat tertarik dengan reaksi polos gadis itu dan bangkit berdiri. "Sebaiknya kau mandi dulu. Tidak baik untuk seorang gadis cantik terlihat berantakan seperti ini."
Velira menundukkan kepala. Pakaiannya robek akibat perlakuan kasar Rowan tadi, memperlihatkan beberapa bekas kekerasan di kulit putihnya yang halus.
Pemandangan itu terlihat begitu menyakitkan sekaligus menggugah naluri pelindung.