NovelToon NovelToon
Benci Yang Tercinta

Benci Yang Tercinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Teen Angst / Diam-Diam Cinta / Penyesalan Suami / Trauma masa lalu
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Rumachi

"Pada akhirnya, kamu adalah luka yang tidak ingin aku lepas. Dan obat yang tidak ingin aku dapat."

________________

Bagaimana rasanya berbagi hidup, satu atap, dan ranjang yang sama dengan seseorang yang kau benci?
Namun, sekaligus tak bisa kau lepaskan.

Nina Arunika terpaksa menikahi Jefan Arkansa lelaki yang kini resmi menjadi suaminya. Sosok yang ia benci karena sebuah alasan masa lalu, namun juga cinta pertamanya. Seseorang yang paling tidak ingin Nina temui, tetapi sekaligus orang yang selalu ia rindukan kehadirannya.

Yang tak pernah Nina mengerti adalah alasan Jefan mau menikahinya. Pria dingin itu tampak sama sekali tidak tertarik padanya, bahkan nyaris mengabaikan keberadaannya. Sikap acuh dan tatapan yang penuh jarak semakin menenggelamkan Nina ke dalam benci yang menyiksa.

Mampukah Nina bertahan dalam pernikahan tanpa kehangatan ini?
Ataukah cinta akan mengalahkan benci?
atau justru benci yang perlahan menghapus sisa cintanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rumachi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Trauma dan Rahasia.

Nina tak berhenti mengulas senyum saat menyuapi makan malam suaminya itu.

Kini, Jefan sudah kembali kerumah mereka. Akhirnya, rumahnya yang kosong kembali terisi dengan kehadiran lelaki itu.

Jefan menerima perlakuan manja dari istrinya dengan hati yang berbunga, meski dia sebenarnya sudah sepenuhnya pulih. Tapi, kali ini dia ingin bersikap kekanak-kanakan untuk. mendapat perhatian lebih lagi dari istrinya itu.

"Apa makanan nya enak?"

Jefan mengangguk dan memberi elusan lembut pada pipi Nina "Masakanmu selalu enak"

Pujian itu terdengar begitu membahagiakan bagi Nina. Rasanya seperti hidup kelamnya selama ini sirna. Hingga ia cuma merasa ada bahagia dihidupnya.

Gadis itu memang lah orang yang terlalu sederhana.

Lemah terhadap pujian simple, perhatian kecil, kehangatan samar.

Mendapatkan semua itu bagi Nina adalah sebuah kebahagiaan yang tiada nilainya. Sangat mudah menyenangkan gadis ini bukan?

Tapi, dunia sulit untuk memberikan kemudahan itu padanya.

Jadi, apakah ini sudah waktu giliran Nina bahagia?

"Apa kau sudah mulai bekerja besok?"

"Iya"

"Tidak langsung lembur kan?"

"Entahlah, aku belum bisa memastikannya"

Nina mengangguk mengerti. Tidak mau memaksakan segalanya harus berubah 180°.

Terpenting sekarang, mereka sudah saling mengetahui perasaan masing-masing. Mereka saling mencintai, merindukan, dan tak ingin kehilangan.

Bahkan jika situasi kembali seperti dulu, disaat waktu Jefan yang tidak ada untuknya. Nina sendiri yang akan membuat waktunya ada untuk menunggu kehadiran lelaki itu.

"Aku akan menunggumu besok"

"Tidak perlu, aku bisa saja pulang tengah malam"

"Tidak masalah, aku bisa menunggu"

Jefan menghela napas panjang "Jangan membuat khawatir, aku pasti akan pulang jadi tidurlah dan jangan menunggu ku"

"Tapi... aku ingin kau memelukku lagi sebelum tidur"

"Apa kau begitu menyukaiku?"

Nina mengangguk dan tersipu, kepalanya agak sedikit menunduk menutupi wajahnya yang mungkin saja sudah memerah.

"Kalau kau yang begitu menyukaiku saja seperti itu, bagaimana dengan ku yang sangat menggilaimu?"

Jefan memegang pipi Nina yang memanas, menempelkan keningnya pada wajah istrinya. Pose favoritnya karena bisa memandang binar mata Nina dari jarak sangat dekat.

"Tidak perlu menunggu, aku akan tetap memeluk mu meski kau sudah tidur lebih dulu"

Nina memejamkan matanya dan mengulas senyum simpul, ia merasakan hangat napas Jefan menerpa wajahnya. Terasa sangat menggeliat kulit tapi sangat menenangkan dihatinya.

"Aku sangat mencintaimu"

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

...****************...

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

"Nina, tolong ambilkan pitcher jug cadangan digudang belakang ya"

"Ah oke"

Nina berjalan kebelakang menuju gudang kafe begitu menerima permintaan tolong dari rekannya itu.

Setelah sampai didepan pintu, Nina mendorong pintu gudang yang berderit pelan, lalu menekan saklar.

Cahaya lampu neon redup menggantung di langit-langit, berkelip sebentar sebelum akhirnya menyala. Gudang itu sunyi, hanya tercium bau kardus, plastik, dan sedikit lembap.

Ia berjalan ke rak baris ketiga, tangannya menyusuri sisi rak-rak dengan perkakas besar hingga kecil yang tersusun rapat.

"Ah, ini dia," gumamnya pelan, begitu menemukan barang yang ia cari berada di rak paling bawah

Namun begitu ia menunduk, terdengar bunyi klik lampu padam. Seluruh ruangan mendadak ditelan gelap.

Nafas Nina tercekat.

Tangannya refleks meraba udara kosong, tubuhnya kaku. Kegelapan itu seperti dinding yang menutup rapat, menjeratnya kembali pada sesuatu yang selama ini ia coba kubur.

Nina takut gelap.

Dia tidak bisa bertahan di tempat gelap seperti ini.

Baginya tempat gelap sama saja tempat kedap udara.

Dadanya naik turun cepat. Ingatannya melompat liar—bayangan ruangan sempit, jeritan teredam, udara sesak tanpa cahaya. Suara jantungnya sendiri memekakkan telinga.

“Nina?” suara samar dari luar terdengar, tapi Nina terlalu panik untuk menjawab. Tangannya gemetar mencari-cari arah pintu, namun semakin ia bergerak, semakin panik karena tubuhnya menabrak rak, gelas-gelas plastik jatuh bergelinding.

Air matanya menetes tanpa ia sadari. Nafasnya terputus-putus, bibirnya bergetar. “Tolong.. siapapun.. tolong aku"

Tiba-tiba pintu gudang terbuka, cahaya dari luar menerobos masuk. Jean berdiri di ambang pintu, wajahnya terkejut sekaligus khawatir.

“Nina??!” panggilnya lagi, ia segera menghampiri begitu melihat ada yang salah pada tingkah Nina.

Jean mendapati Nina meringkuk di lantai, memeluk lutut dengan tubuh bergetar.

Jean buru-buru meraih bahunya, menunduk agar sejajar dengannya. "Hei, kau kenapa?"

Nina mengangkat wajah, matanya basah, pandangannya masih berkabut ketakutan.

Jean mengerutkan kening nya tapi kemudian dengan cepat memahami kondisi, lalu menuntun Nina untuk mengikuti ritmenya.

“Tarik napas dalam… pelan-pelan… ayo ikut aku… satu… dua…"

Nina berusaha menirukan, meski suaranya masih tersendat. Perlahan, tangannya yang dingin mulai menggenggam lengan Jean, seolah mencari jangkar.

“Bagus… begitu.” ucap Jean lembut, tetap mendampinginya sampai getaran di tubuh Nina mulai mereda.

Jean lalu berdiri, masih menggenggam tangannya. “Ayo keluar, pegang tanganku "

Dengan langkah pelan, Jean menuntun Nina keluar dari kegelapan gudang menuju teras kafe, membiarkan udara alam menetralisir kembali kesadaran Nina.

Jean memegang kedua bahu Nina, dan menatap nya lekat.

"Sudah merasa lebih baik?"

Nina masih memegangi dada nya, ia mengangguk pelan "Sudah pak, terimakasih banyak"

Jean mendesah berat, tangan nya masih di bahu gadis kecil itu. Sebenarnya apa yang sudah terjadi dihidup gadis ini sampai meninggalkan banyak hal yang membuat nya ketakutan.

"Aku akan merenovasi gudang belakang besok, gudang itu memang sudah keliatan agak lusuh"

Jean menatap Nina dengan tatapan ingin menelisik lebih dalam, "Apa kau punya ketakutan dengan gelap?"

"Iya, saya kira saya sudah lebih baik, ternyata saya masih belum bisa lepas dari penyakit ini"

"Apa maksud mu penyakit ini? Itu bukan penyakit, itu cuma hal rumit yang belum sepenuhnya selesai"

Jean memegang kening Nina yang terlihat berkeringat, Nina agak tersentak karena hal itu, dia mundur selangkah kebelakang.

"Sa-saya sudah baik-baik saja sekarang pak"

"Ah baiklah" ucap Jean canggung sembari menggaruk kepalanya.

"Istirahatlah dulu sebentar, jika sudah benar-benar baik kembalilah lagi bekerja"

Nina membungkuk kan badannya "Baik Pak terimakasih"

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

...****************...

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Nina memasukan kunci ke lubang pintu rumahnya. Ia agak sedikit mengernyit saat menyadari pintunya sudah tak lagi dalam kondisi terkunci.

Nina membuka perlahan pintu kayu berwarna coklat keemasan itu.

"Dari mana saja?"

Jefan menyambut Nina yang baru saja menginjak ambang pintu itu dengan datar.

Lelaki itu sudah terduduk di sofa, ia menyilang kedua kaki dan tangan nya. Kepalanya agak sedikit menunduk memandang lututnya.

Dia bahakn tidak memandang istrinya yang baru saja kembali itu.

"Kau pulang lebih awal Jefan?"

"Jawab pertanyaan ku"

Nina berdesir, aura lelaki itu, kenapa kembali seperti semula. Dingin dan menusuk.

"Aku cuma keluar berkeliling"

Jefan tak bergeming dari posisi nya, namun dapat Nina lihat napas lelaki itu agak tak beraturan. Wajah nya juga napak mengeras menahan sesuatu.

"Aku beri waktu satu menit"

Jefan menghela napas berat "Satu menit untuk berkata jujur padaku"

Jefan menoleh, matanya memandang wajah istrinya yang kaku.

Nina merasakan seluruh tubuhnya menegang. Bahkan untuk menelan saja terasa sangat sulit saat ini. Jefan terlihat sangat mengintimidasi nya membuatnya agak bergetar karena suasana mencekam ini.

"Itu.. dari kafe" ujar Nina pelan, tangannya meremas tas yang sedang ia bawa.

"Untuk apa kau kesana?"

"Me-membeli minuman"

"Nina!!" Jefan berdiri, tangannya mengepal menandakan dirinya sedang diselimuti emosi saat ini.

"Aku sudah katakan untuk jujur padaku kan?!"

Nina bergerak mundur, matanya memerah ingin menangis karena takut "aku.. aku..be-kerja"

Jefan terdiam sesaat, ia hanya memandangi gadis yang sedang bergetar itu dengan tatapan tajam, dadanya naik turun ingin segera menghancurkan semuanya.

Kemudian terdengar suara tawa yang menggelegar keseluruh isi rumah, Jefan tertawa cukup besar setelah mendengar kejujuran Nina.

Ia memegangi kepalanya sambil terus tertawa.

"Ya tuhan Nina, jadi apa ini alasanmu tidak pernah menggunakan kartu yang aku berikan?" ucap Jefan dengan nada sarkas yang masih menyeringai.

"Jefan, aku... "

"Kau merasa mampu menghidupi dirimu sendiri sekarang?"

"Apa?

"Bagaimana jika kau gunakan gajimu itu untuk membayar ku saja?"

Nina memandang nanar wajah suaminya yang sudah memerah itu.

Gadis itu cuma bisa terdiam, tak mampu mengeluarkan kata untuk membantah.

"Cepat bayar uang yang kugunakan untuk menyelamatkan mu itu, kau pasti harus bekerja sampai rambutmu beruban untuk melunasi nya"

Jefan mendekati tubuh Nina yang masih menegang, ia meraih pergelangan tangan Nina dan mengangkat nya keudara.

"Ayo kita buktikan apa tangan kecilmu ini mampu bekerja selama itu?" ucap Jefan menyeringai.

Nina menatap Jefan dengan pupil yang bergetar. Kata demi kata yang Jefan keluarkan berhasil langsung menusuk hatinya.

"Jawab aku Nina! Apa kau sanggup?! Katakan, apa bisa kau melayani, dan membungkuk untuk banyak orang seumur hidupmu?!"

Jefan meremas pergelangan tangan Nina dengan keras, menimbulkan rintihan kecil dari mulut gadis itu.

"Kau memang rendahan Nina, karena dirimu sendiri yang suka diperlukan seperti itu!"

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

1
pikacuw
jantung ginjal dan usus gw😭💔
Rumachi: Ar yu okey? :)
total 1 replies
pikacuw
lahhhhh perasaan baru aja mesra2an... udah ada lagi aja yg bikin greget🙂🤦🏻
Irha Sila
Luar biasa
Irha Sila
Lumayan
Nunk🇮🇩🇵🇸
Karya perdana tapi gaya penulisan, tata bahasa n tanda bacanya bagus thor jadi enak dibaca. Sering nemu novel dri jalan cerita bagus tapi tanda bacanya berantakan jadi bikin ga mood baca. Semoga jalan ceritamu jg bgus thor ga berbelit2.
Rumachi: Terimakasiii banyak hihihi/Whimper//Heart/
total 1 replies
Esti Purwanti Sajidin
ayuh ka syemangad sdh 1 vote ka
Rumachi: Syaaap!! timaaaciiw/Kiss/
total 1 replies
pikacuw
nyebut lu fan astagfirullah itu istri lu sendiri /Panic/
pikacuw
lanjutin sekarang atau gw gulung nih bumi/Sob/
Rumachi: gakpapa gulung aja
total 1 replies
pikacuw
lanjut thor 🙌🏻
pikacuw
Masih baru banget rilis nih, baru 6 bab tp udah bikin arrgggghhggg campur aduk huhuuhuuu nice thor😭😭
pikacuw
belum-belum udah geregetannnnn gw hihh
pikacuw
awal yang menarik
MindlessKilling
Author jago bener bikin cerita, sukses terus! 🙌
Rumachi: Maaciiw🥺🫶
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!