Mendadak Jadi Mommy Anak Satu

Daniel tidak berhenti mencari keberadaan Deana dan putra mereka, untuk itu dia tidak pulang selama beberapa hari dan membuat Agnes semakin geram. Di pagi itu dia mendapat laporan dari salah satu pelayan bahwa suaminya telah tiba di rumah, dia bergegas untuk keluar dan ternyata dia hanya mendapat tatapan nyalang dari Daniel.

"Darimana saja kamu?" tanya Agnes sambil mengekori langkah Daniel. Namun, pria itu sama sekali tak menggubris pertanyaan dari istrinya. "Daniel, aku tanya darimana kamu? Sudah berapa hari ini kamu tidak pulang, dan sekarang kamu malah membungkam mulutmu seperti ini!"

Langkah Daniel terasa semakin lebar hingga Agnes kesulitan untuk menyeimbanginya. Tiba di kamar Daniel langsung mengambil tas besar, seakan hendak berkemas. Sontak Agnes pun berusaha mencegahnya.

"Apa-apaan kamu! Aku sudah menunggu begitu lama, dan hanya ini yang aku dapat!" cetus Agnes menatap dengan penuh amarah. Kali ini Daniel tak diam saja, dia mencengkram dagu Agnes cukup kuat sampai Agnes melepaskan tangannya dari pergelangan Daniel.

"Kalau begitu katakan dimana kamu menyembunyikan Deana! Dia tidak bersalah, Agnes, tapi kamu malah meluapkan amarahmu padanya!" cetus Daniel, yakin sekali bahwa Agnes telah menyembunyikan istri keduanya itu hingga dia tak berhasil menemukan Deana dimanapun.

"Kamu salah! Aku tidak tahu dimana wanita sundall itu berada. Jangan hanya karena aku membencinya, kamu jadi menuduhku seenaknya!" balas Agnes sambil berusaha melepaskan cengkraman tangan suaminya yang membuat pernafasannya jadi terhambat.

Daniel menggeleng sambil tertawa sumbang. Wanita seperti Agnes tidak mudah untuk dipercaya, karena Agnes bisa melakukan apa saja yang di luar nalar. Dia bertahan karena sang ayah yang selalu mengancamnya menggunakan jabatan, membuat dia tak bisa berpisah dengan wanita itu.

"Katakan saja dimana dia, jangan beralasan!" sentak Daniel tepat di depan wajah Agnes.

Wajah Agnes terlihat sangat memerah. Dia tidak tahu dimana Deana karena terakhir kali dia mendapat kabar dari anak buahnya, wanita itu berhasil diselamatkan oleh warga.

"Harus berapa kali aku bilang, AKU TIDAK TAHU DIMANA WANITA SUNDALMU!" teriak Agnes, tepat pada saat itu Daniel langsung melepaskan cengkramannya, Agnes terbatuk-batuk, sementara matanya menangkap benda yang ada di dekatnya. Dengan cepat tangan Agnes melayangkan asbak.

Daniel berusaha menghindar, tetapi pelipisnya tetap saja kena hingga darah langsung mengalir. Namun, bukannya merasa puas telah melukai Daniel, Agnes justru terbelalak dan merasa bersalah.

"Dan," panggil Agnes berusaha mendekat dan ingin melihat seberapa dalam luka yang dia buat, tetapi Daniel menepis tangannya dengan tatapan tak ramah.

"Aku masih berharap ucapanmu itu benar, Agnes. Tapi jika ternyata kamu bohong, maka aku tidak akan segan untuk melayangkan gugatan cerai. Aku tidak akan peduli lagi dengan ancaman Papa!" ucap Daniel dengan serius, dia mengelap pelipisnya yang basah oleh keringat dan darah, kemudian berlalu untuk masuk ke kamar mandi.

Sementara Agnes menelan ludahnya dengan getir. Karena hampir tiga puluh tahun bersama, nyatanya dia masih belum bisa merebut hati Daniel.

"Kenapa dia selalu memilih wanita miskin? Padahal apa yang kurang dariku?" gumamnya sambil tertawa miris. Akhirnya dia memutuskan untuk keluar dan menelpon kembali anak buahnya. Daripada hanya dituduh, lebih baik dia mengabulkan semua perkataan Daniel.

"Cari wanita dan bayi itu lebih teliti, kalian harus lebih dulu menemukannya sebelum Daniel. Aku ingin mereka mati!" ucap Agnes dengan segala kebencian yang membara di hatinya.

*

*

*

"Tuan, kami sudah mendapat informasi pria yang saat ini bersama Nona Aya, mereka baru saja diusir, jadi kemungkinan mereka sedang mencari persembunyian lain," ucap seorang anak buah melaporkan pada Aneeq.

"Apa? Pria?" tanya Aneeq dengan kening berkerut.

"Iya, Tuan, katanya Nona Aya tinggal bersama seorang pria dan seorang bayi. Untuk lebih jelasnya nanti saya akan melapor lagi setelah mendapatkan lokasi mereka, saat ini kami sedang melacaknya," jelasnya lagi sambil berusaha menelpon Dallie menggunakan ponsel lain.

Aneeq tampak manggut-manggut, dia merasa kasus kaburnya Ayanna semakin membingungkan. Apalagi saat ini Refal terus-menerus menghindar, jadi bisa disimpulkan keduanya masih berkaitan.

Sementara itu di kediaman Fierce, seorang gadis sudah berdiri di samping gerbang. Dia terlihat ragu untuk masuk ke dalam, karena tak siap menerima amukan dari kedua orang tuanya.

Ya, setelah semalaman berpikir, akhirnya Ayanna memutuskan untuk pulang ke rumah. Karena dia dan Dallie tak kunjung mendapat jalan keluar mengenai tempat tinggal mereka. Hotel adalah satu-satunya tempat yang tidak peduli dengan status mereka, tapi bagaimana mungkin mereka akan terus disana.

"Lebih baik dimarahi daripada sembunyi terus-menerus, yang ada aku capek sendiri, lagi pula ini demi kebaikan Nael juga," gumam Ayanna meyakinkan dirinya untuk melangkah.

Dan saat baru saja masuk ke dalam rumah, yang pertama kali menyambutnya adalah Picy, kucing kesayangannya yang sudah menunggu-nunggu kepulangannya.

"Miaw ... Miaw ...." Kucing persia itu terus mengeong sambil mengitari kaki Ayanna.

"Picy," seru Ayanna, segera meraih tubuh Picy untuk digendong. Namun, baru saja ingin melepas rindu, anggota keluarganya sudah keluar semua, mereka kompak melebarkan kelopak mata.

"Aya!" panggil mereka serempak. Sementara tubuh Ayanna mendadak gemetar dengan jantung yang jedag-jedug tak karuan.

"Mah, Pa, Kak Junior, Thea ...." Suara Ayanna terbata, dan langsung disambut oleh pelukan sang ibu yang teramat mengkhawatirkannya.

"Sayang, kamu kemana saja? Kami semua khawatir," ucap Yuna sambil terisak, luruh sudah rasa kecewanya karena terkalahkan oleh rasa sayangnya terhadap sang anak. Padahal Yuna pun berhak marah.

Ketakutan yang ada di dada Ayanna tak terjadi, padahal dia sudah sangat egois dengan pergi tanpa memberi penjelasan apapun. Ayanna tak bisa menjawab, karena lidahnya terasa kelu. Jadi yang dia lakukan sekarang hanya membalas pelukan sang ibu, disusul oleh Athea yang juga memeluknya.

"Maafin Aya yah," ucap Ayanna ikut terisak. Sedikit demi sedikit kini dia tahu bagaimana repotnya menjadi seorang ibu, jadi dia mengerti rasanya di posisi Yuna.