Irene Brilian Ornadi adalah putri sulung sekaligus pewaris keluarga konglomerat Ornadi Corp, perusahaan multi-nasional. Irene dididik menjadi wanita tangguh, mandiri, dan cerdas.
Ayahnya, Reza Ornadi, menikah lagi dengan wanita ambisius bernama Vania Kartika. Dari pernikahan itu, lahirlah Cassandra, adik tiri Irene yang manis di depan semua orang, namun menyimpan ambisi gelap untuk merebut segalanya dari kakaknya, dengan bantuan ibunya yang lihai memanipulasi. Irene difitnah dan akhirnya diusir dari rumah dan perusahaan.
Irene hancur sekaligus patah hati, terlebih saat mengetahui bahwa pria yang diam-diam dicintainya, bodyguard pribadinya yang tampan dan cekatan bernama Reno ternyata jatuh cinta pada Cassandra. Pengkhianatan bertubi-tubi membuat Irene memilih menghilang.
Dalam pelariannya, Irene justru bertemu seorang pria dingin, arogan, namun karismatik bernama Alexio Dirgantara seorang bos mafia pemilik kasino terbesar di Asia Tenggara.
Ikuti perjalanan Irene menuju takdirnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kara_Sorin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Langkah Tanpa Bayangan
Langit malam diselimuti awan kelabu, namun kota tak pernah benar-benar tidur. Di balik gemerlap lampu kasino dan keramaian pengunjung yang mengejar keberuntungan, Irene duduk sendiri di ruang istirahat karyawan lantai atas. Tatapannya menelusuri layar ponsel yang ia pinjam dari Dita, bukan ponsel pemberian Alexio, yang ia curigai bisa saja disadap.
Sudah berhari-hari Irene mengamati dan menganalisis. Dalam diam, ia menyusun strategi. Hanya ada satu jalan untuk merebut kembali kendalinya atas hidup: membangun kepercayaan penuh dari Alexio Dirgantara, pria yang bisa menentukan apakah ia hidup, mati, atau bangkit.
Laporan-laporan yang sempat ia curi pandang dari ruang kerja Alexio memperlihatkan peta jaringan kekuatan kelompok mafia itu dari usaha legal seperti properti dan hiburan, hingga area abu-abu seperti kasino, bahkan celah ilegal yang dikelola dengan rapi. Namun di antara semuanya, Irene melihat sesuatu yang luput dari perhatian Alexio, sebuah sistem keuangan lintas negara yang selama ini stagnan, padahal berpotensi menjadi kekuatan besar.
Ia menghabiskan malam-malamnya merancang ulang struktur ekspansi digital, memanfaatkan celah hukum di negara-negara Asia Tenggara, dan memperkenalkan ide legalisasi aliran dana menggunakan sistem crypto. Semuanya bersih di atas kertas, namun mampu menyamarkan banyak transaksi rahasia.
Tanpa suara, Irene menyelipkan proposal tersebut ke meja kerja Alexio pagi itu. Sebuah map hitam dengan cap merah mencolok: Khusus Tuan Dirgantara. Rahasia.
Alexio tidak langsung membacanya. Tapi saat malam tiba dan ia sendiri di ruang kerjanya yang remang, map itu akhirnya dibuka. Ia tak berekspresi saat membaca lembar demi lembar. Namun dari matanya yang menyipit dan ujung bibir yang sedikit naik, terlihat bahwa pikirannya sedang bekerja keras.
***
Esok paginya, Irene dipanggil. Ruang kerja Alexio, yang bergaya seperti markas bos mafia Eropa, gelap dan penuh karisma, meja kayu mahoni tua, senjata antik dipajang di dinding, dan aroma kulit dari sofa Chesterfield yang mendominasi ruangan.
Tanpa banyak bicara, Alexio berdiri dari balik meja.
“Kau ikut aku,” ucapnya.
Irene hanya mengangguk dan mengikuti, tidak menanyakan apapun.
Mereka naik ke mobil hitam panjang yang dikawal dua mobil SUV lain. Irene belum diberi tahu tujuannya hingga mereka tiba di sebuah gedung tinggi di kawasan bisnis elit.
Di sana, Alexio menghadap tiga orang pria, salah satunya adalah investor lama yang diketahui mulai goyah dan nyaris berkhianat ke mafia rival.
Tanpa pengantar, Alexio berkata, “Aku takkan bicara. Rin, jelaskan padanya kenapa ia sebaiknya bertahan.”
Irene hanya menatap pria itu, lalu membuka pembicaraan dengan suara tenang dan percaya diri. Ia tidak merayu, tidak menjilat. Ia menyampaikan fakta, potensi proyek ekspansi, model bisnis berbasis teknologi yang membuat kekuatan finansial mafia tak tergoyahkan sekaligus tampak bersih.
Saat Irene selesai, ruangan hening. Sang investor hanya menatap Alexio, lalu mengangguk pelan. Perjanjian bisnis tetap berlanjut. Krisis diam-diam diredam.
***
Dalam perjalanan pulang, mereka duduk dalam sunyi. Irene menatap lampu kota dari balik jendela, sedangkan Alexio mencuri pandang lewat pantulan kaca. Dalam hatinya, pria itu mulai mengagumi wanita yang kini memakai nama Rin itu. Bukan karena kecantikannya, meski itu tak bisa disangkal melainkan karena ketenangan, ketajaman, dan kendali dirinya yang luar biasa.
Alexio tahu, Rin bukan wanita biasa. Namun ia masih menahan perasaan itu jauh di lubuk hati. Dunia mereka terlalu berbahaya untuk perasaan.
***
Di sisi lain kota, dunia yang berbeda jauh sedang bersinar dengan gemerlap palsu. Hotel bintang lima di pusat kota menjadi tempat pesta pribadi Cassandra Ornadi dan ibunya, Vania. Gelas kristal berdenting, anggur mahal mengalir deras, dan deretan tas serta perhiasan mewah menumpuk di sekitar mereka.
“Sekarang dan selamanya, aku yang jadi penguasa kerajaan keluarga ini,” ucap Cassandra, menyeringai puas.
Vania mengangguk sambil menyesap minuman mahal. Keduanya seolah berada di puncak dunia, tak peduli dengan kondisi perusahaan.
Namun kesenangan itu runtuh saat Reza Ornadi muncul. Sang ayah, generasi kedua Ornadi Corp, berdiri dengan wajah murka.
“Kalian bersenang-senang... sementara saham perusahaan kita jatuh? Ini memalukan!”
Pertengkaran tak terhindarkan. Cassandra membalas keras, menyebut Irene sebagai kegagalan, lari dari tanggung jawab. Namun Reza tetap membela putri sulungnya.
“Irene punya integritas. Meskipun di akhir dia sangat mengecewakan dengan skandal yang ia buat. Tetapi, dia jauh lebih layak dari kalian yang hanya mempermalukan nama keluarga. Hanya bisa menghamburkan uang dan berfoya-foya.”
Cassandra tak tahan. Emosinya meledak, dan dari mulutnya meluncur pengakuan yang tak bisa ditarik kembali.
“Irene! Irene! Lagi-lagi Irene. Iya! Akulah yang membuat dia jatuh! Akulah yang atur skandal itu! Puas?”
Dunia seolah berhenti berputar. Reza membeku. Nafasnya tercekat.
“Kau...kau tahu apa yang kau bicarakan?! kau menghancurkan kakakmu sendiri?”
Dorongan emosi membuat Cassandra mendorong Reza. Tubuh tua itu terjatuh. Sebuah vas besar menghantam kepalanya. Darah mengalir. Vania dan Cassandra saling menatap, panik. Dunia mereka berubah seketika. Saat itu juga, Reno Wiratmaja masuk setelah mendengar keributan. Ia berteriak panik, segera menelepon ambulans.
Reza dilarikan ke rumah sakit, dalam kondisi tak sadarkan diri. Cassandra berdiri membeku, menyadari bahwa semua kekuasaan yang ia miliki bisa runtuh dalam satu malam.
***
Di kasino, Irene duduk sendirian lagi di lantai atas. Di hadapannya, lembaran-lembaran strategi tersebar. Ia memikirkan langkah selanjutnya. Ornadi Corp masih bisa diselamatkan. Tapi ia takkan bisa melakukannya sendirian. Ia butuh kekuatan dan kekuatan itu, saat ini, bernama Alexio Dirgantara.
Namun bagaimana cara mengendalikannya dengan senyap, Irene menuliskan satu kata di buku catatannya: Dominasi.