Dikhianati adik sendiri tentu akan terasa sakit, apa lagi ini soal cinta.
karena kesibukan Anya yang bekerja, dirinya selalu membuat sang kekasih berdekatan dengan sang adik, tidak tahu ini salah cinta atau salah Anya yang tak bisa menjaga kekasih nya.
sampai menjelang hari pernikahan dia baru tahu jika sang kekasih menghamili sang adik.
Bisakan Anya keluar dari bayang-bayang pengkhianatan cinta dan menemukan cinta baru dari lelaki lain.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dewiwitri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rahasia Raka
POV Anya.
"Mama kenapa ke apart enggak bilang?"
Aku mengomel pada mama ku, mama pagi-pagi sekali sudah berada di depan pintu apartemen ku dengan tangan yang penuh kantong belanja, aku marah bukan karena tidak suka mama datang ke apartemen tapi aku kasihan sama mama yang harus membawa belanjaan sebanyak ini.
"Kenapasih marah-marah terus sama mama"
Mama mulai meletakan semua makanan yang dibawanya tadi kedalam lemari pendingin.
"Ya gimana enggak marah, coba lihat ini semua pasti berat maa. Coba kalau mama telvon terus suruh jemput ke parkiran pasti Anya jemput maa."
"Ini enggak berat kok, orang di bantuin bawanya."
Aku menyipitkan mata menatap mama penuh curiga, di bantu siapa bukannya papa masih di bandung dan baru pulang siang nanti.
"Jangan curiga jadi anak, mama di bantu Raka. Tadi dia habis joging terus enggak sengaja papasan di depan lobby, tapi wajah Raka kayak pucet deh. Coba kamu nanti tanyaiin keadaan Raka terus bawain sarapan juga."
"Iya maa."
Aku lega, mama enggak selingkuh. Aku trauma berat soal perselingkuhan jangan ada lagi derama perselingkuhan di rumah kami.
"Raka itu anaknya baik lo Nya, mama enggak sekali dua kali di bantun dia. Waktu itu mama hampir aja kejambret pas pulang dari supermarket, untung ada Raka dia tolongin mama. Dia jago berantem, si jambret bisa di kalahin sama Raka."
"Mama kenapa enggak cerita kalau pernah di jambret, terus mama enggak apa-apakan."
Mama menggeleng menandakan tak ada yang perlu di cemaskan.
"Mama enggak kenapa-napa, tapi Raka dia luka di bagian punggung soalnya kena goresan pisau."
Aku terkejut mendengat fakta dari mama, kenapa mama enggak bilang sih kalau mas Raka sempet terluka.
"Mama kenapa enggak cerita?"
"Mama mau cerita tapi lupa terus, maaf ya."
Bisa-bisanya mama bilang lupa, mas Raka juga kenapa enggak bilang kalau sampai luka gitu pas bantuin mama. Mereka nyebelin banget sih.
"Mama enggak lama, mama kesini karena mau kasih tahu kamu. Satu minggu lagi empat bulanan nya Andira mama harap kamu datang ajak juga Raka, mama enggak tahu kamu sudah bisa berdamain dengan Andira atau belum yang jelas mama sangat ingin kalian kembali seperti dulu lagi."
"Mama jangan sedih, Anya udah enggak ada rasa marah lagi sama Andira. Besok Anya bakalan dateng sama mas Raka."
Mama kemudian pamit pulang karena ada urusan yang harus di selesaikan di butiq mama.
"Udah empat bulan aja, kalau di pikir-pikir udah dua bulan enggak ketemu Andira sama mas Akbar."
Aku bersiap untuk mandi dan berangkat kerja, hari ini ada peninjauan di lapangan haru pakai baju simpel biar enggak gampang gerah.
Saat semua persiapan ku telah selesai, aku keluar dari apartemen ku dengan membawa tiga tas tangan. Satu tas berisi keperluan ku dua tas lagi berisi kotak bekal untuk ku dan juga mas Raka.
Aku memencet bel apartemen mas Raka, tapi lama sekali dia tidak kunjung keluar.
"Apa mas Raka sudah berangkat, tapi tumben enggak nawarin tebengan."
Aku jadi teringan perkataan mama tadi pagi, apa mas Raka sakit. Terpaksa aku membuka pintu apartemen mas Raka denga kode yang dia berikan, setelah kejadian penguntit waktu itu aku dan mas Raka saling tukar kode keaman pintu.
"Mas aku masuk, ya."
Aku berjalan menuju sofa ruang tamu lalu aku meletakan tas yang aku bawa di sofa, apartemennya sunyi seperti tak ada orang.
"Ini sepi, beneran sih ini mas Raka udah berangkat ngantor."
"Apa aku telvon aja mas Raka nya."
Aku mengeluarkan handphone ku dari tas kerja ku, kemudian aku menekan nomor telvon mas Raka dan me yambung tetapi ternyata handphone nya ada di kamar. Aku bisa mendengar suara notif nya.
"Itu suara handphone mas Raka, apa ketinggalan?"
Aku berjalan menuju kamar mas Raka, kamarnya tidak di kunci saat ku buka. Aku mendengar suara erangan seseorang seperti sedang kedinginan.
"Ya Tuhan, mas Raka. Kamu sakit?"
Benar kata Mama ternyata mas Raka sakit, badan nya panas dan menggigil.
"Dimana letak pengukur suhu badannya mas?"
"D-di laci bawah."
Suara mas Raka terdengar menggigil dan lemah, kenapa dia bisa sakit padahal tadi pagi dia joging.
Aku mengukur suhu tubuh mas Raka dan ternyata hasil nya 39.4°c ini sangat tinggi. Aku bingung harus bagaiman, kalau membawa mas Raka ke dokter aku tidak akan kuat memapah mas Raka yang benar-benar tak ada tenaganya.
"Mas ada dokter keluarga?"
"Ada, pakai saja handphone aku."
Aku meraih handphone mas Raka diatas nakas, tapi terkunci dan aku tidak tahu paswordnya terpaksa aku membangunkan mas Raka kembali.
"Mas pasword nya apa."
"Tanggal lahir kamu."
"Ohh, iya."
Aku membukanya dan berhasil, seketika aku terkejut kenapa bisa tanggal lahir aku. Dan ini kenapa foto wallpaper Handpone mas Raka foto waktu aku pakai seragam sekolah.
"Nanti aja nanyanya, sekarang telvon Haidar."
Aku menuruti perkataan mas Raka dan menahan rasa penasaran ku karena mas Raka harus di selamatkan.
Tak lama dokter Haidar datang, sepertinya mereka sangat terlihat dekat sampi dokter Haidar bsrani marah besar ke pada mas Raka.
"Lo kalau di bilangin jangan kaya batu, kerja secukupnya bro jangan diporsir terlalu keras. Lo udah kaya mau apa lagi yang lo cari, gue enggak mau nanti om Rendra marahin gue lagi."
Lucu banget liat wajah mas Raka yang kayak anak kecil lagi di marahin sama mamanya. Diam dengan mulut mengerucut terkunci rapat.
"Kamu pasti Anya, tolong ya di jaga pangeran kodok nya. jangan sampai telat makan, jangan sampai kelelahan kerja. Ini baru gejala tipes enggak tahu besok kalau tipes. Satu lagi tolong di terima cintanya kasian sepupu saya mendem cinta ke kamu terus."
"Haidar "
"Apa! Enggak takut gue. Lo lagi sakit."
Dokter Haidar pamit pulang setelah memasang infus pada mas Raka, soal obat nanti akan ada yang mengantarkan obatnya.
"Dengerin mas, jangan kerja terus."
Aku ikutan mengomeli mas Raka, aku sibuk menyiapkan sarapan untuk mas Raka. Untung tadi mama bawainnya sayur soup daging jadi aman enggak usah masak lagi.
"Mas makan dulu nanti baru minum obat."
Aku membantu mas Raka untuk bangun dari tidur ya, kemudian aku mulai menyuapinya makan. Tidak tega jika aku harus menyuruh nya makan sendiri.
Tak lama handphone ku berdering, itu panggilan dari pak Arkan. Duhh, lupa aku harus berangkat kerja.
"hallo, maaf pak saya tidak bisa berangkat kerja. saya bisakan pak di gantikan Zizah saja."
"...."
"Mas Raka sakit pak, jadi saya tak tega mau ninggalin nya. Saya sudah bilang ke Zizah dan dia bersedia."
"...."
"Baik, pak. Terimkasih atas pengertiannya."
Aku menutup panggilan telvonnya, kuletakkan handphone ku di atas nakas bersampingan dengan handphone mas Raka.
"Udah Nya, kenyang."
"Baru tiga suap mas."
"Aku enggak bisa makan lagi, lidah ku sedang tidak enak untuk makan."
"Ya sudah."
Aku membereskan sisa makan mas Raka untuk aku bawa ke dapur, ternyata orang yang membawa obat sudah ada di depan apartemen.
"Ini mas minum obat dulu."
Aku memberikan segelas air putih dan beberapa butir obat untuk di minum mas Raka.
"Mas istirahat ya, aku mau ganti baju dulu."
Mas Raka meraih tangan ku, dia tidak mengizinkan ku untuk pergi.
"Ambil kaos aku saja di lemari."
Aku tidak ambil pusing, aku membuka lemarinya kemudian memilih satu kaos milik mas Raka dan aku berganti pakaian kedalam kamar mandi.
"Coba lihat, jadi gede banget di aku mas."
"Enggak apa-apa tetep cantik."
"Lagi sakit masih aja gombalnya."
Aku meletakkan pakaian ku di sofa kecil yang ada di kamar mas Raka, aku kemudian berjalan ke sisi kasur mas Raka kemudian aku menaikinya.
"Mau cerita enggak soal tadi yang di bicarain dokter Haidar?"
Mas Raka mengangguk, kemudian dia memiringkan tubuhnya menghadap diri ku. Jantung ku mulai tak baik-baik saja.
"Aku menyukai mu secara diam-diam sebelum kamu mengenal Akbar."
Aku terkejut dengan fakta yang aku dengar dari mulut mas Raka.
"Dulu aku pertama kali melihat mu saat kamu membagikan nasi kotak karena idol mu sedang ulang tahun, aku melihat gadis berambut pendek se bahu yang tersenyum manis kepada anak-anak jalanan."
Aku diam mendengarkan semua ucapan mas Raka, tanpa ada niatan untuk menyelanya dan aku juga mengingat kejadian itu saat seorang kim taehyung idola ku sedang ulang tahun.
"Anya maaf aku selalu menguntit mu, bahkan saat kamu liburan keluar negeri aku juga mengikuti mu sampai hotel dan memesan kamar tepat di samping kamar mu."
"Jangan-jangan orang yang menolong aku saat aku mau kerampokan di paris, itu mas?"
"Iya, itu aku. Aku saat itu sangat takut, takut kamu terluka pas aku dekati kamunya malah kabur."
"Iya gimana, mas serem banget ketutup semua enggak ada cela sedikit pun."
Aku sangat terharu dengan semua pengakuan mas Raka, tak menyangka ternyata selama ini yang melindungi aku itu mas Raka.
"Kenapa mas Raka enggak jujur dari awal?"
"Aku takut, kamu risih dan benci. Aku takut kamu menjauh dan anggap aku gila jadi aku tetap bersembunyi asal kamu bahagia dan nyaman tapi aku salah justru kamu di sakiti oleh Akbar."
Aku bingung mau merespon seperti apa, aku sangat tidak menduga dengan semua ini satu hal lagi aku benar benar tak menyangka bahwa mas Raka benar-benar melakukan ini semu dan itu demi aku, seorang wanita yang bahkan baru bertemu dengan mas Raka beberapa bulan lalu.
"Anya, aku mohon jangan menjauh dari aku. Aku akan tetap menyembunyikan rasa ku asal kamu tidak menjuh, aku akan berusaha untuk tetap di batasan ku."
"Aku kecewa."
"Tolong jangan kecewa, maaf jika aku membuat mu merasa jijik karena bertahun-tahun aku hidup sebagi penguntit."
"Aku kecewa karena kamu mau menyembunyikan semua cinta mu untuk ku, aku mau berusaha membuka hati untuk mu tapi aku belum bisa berkomitmen sekarang. Apa mas mau menunggu?"
"Aku sudah menunggu mu selama sembilan tahun, dan aku akan terus menunggu samapi kamu siap dengan semua cinta ku."
Hari ini tepat empat bulan aku mengenal sosok seorang Raka Mahardika bumi, Anak sulung dari pasangan Rendra Mahardika dan Sonia Ayumalika.
Mas Raka terimakasih karena selama ini kamu selalu ada untuk ku, dan maaf aku belum bisa membalas perasaan mu tolong tunggu aku sebentar saja.
biar aman dari adik durjana Thor