MAAF KARYA INI di REVISI. BARU SAMPAI BAB 6
Mauren adalah seorang putri dari keluarga kaya yang sedang tergila-gila menyukai adik dari seorang CEO berhati dingin dan tampan.
Suatu hari dia sengaja mengikuti adik sang CEO ke suatu night club. Maureen bertemu dengan Sean, sang CEO.
Mereka berdua beradu mulut, karena sang CEO tidak menyukai sikap Maureen kepada adiknya.
"Berhenti!" Maureen menghentikan seorang pelayan yang membawa dua gelas wine. "Kalo kamu bisa menghabiskan segelas wine ini, aku akan pergi dari sini tanpa mengganggu adikmu," tantang Maureen.
"Tapi, Nona. Wine ini milik-"
"Nanti saya ganti!"
Sang pelayan meneguk saliva-nya kasar. Tugasnya mengantarkan minuman yang berisi obat perangsang untuk seseorang gagal total.
Mau tau kelanjutan ceritanya? Yuk mampir dulu di cerita aku. Ini hasil karya original.
"CEO Posesif untuk Putri Agresif"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riri__awrite, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dinner New Family
Beban pikiran: Mlm ini kt ke rmh Mama.
Maureen membaca pesan yang dikirim oleh Sean satu jam lalu. Laki-laki itu sepertinya harus diberi etika berumah tangga yang baik dan benar. Ini pukul tujuh malam, tapi Sean malah mengirimkan pesan dadakan. Maureen sudah terlanjur memasak sebagian bahan makanan yang dibantu bi Atik, lebih tepatnya Maureen yang belajar memasak dari bi Atik. Maklum, dia sejak kecil diperlakukan seperti putri. Jadi, tidak ada bakat memasak sama sekali di dalam dirinya kecuali merebus air dan mie.
"Nyonya, ini yang sebagian sudah matang saya taruh di meja makan," ucap bi Atik dengan membawa ayam goreng yang baru saja ditiriskan.
"Itu masakan yang sudah matang buat Bibi aja, sekalian buat Mang Ipin dan Pak Kemal kalo mereka belum pulang. Aku mau makan malam di rumah Mama," Maureen menatap ayam goreng itu. Susah payah dia belajar menggoreng ayamnya sampai menjerit-jerit, karena takut dengan percikan minyak yang sudah seperti petasan baginya.
"Lho, kok tiba-tiba, Nyonya?" tanya bi Atik heran.
"Tuan cerewet yang menyuruh," cibir Maureen, kemudian dia mengambil sepotong ayam itu.
"Nyonya, ayamnya masih pan-"
"Awsh, panas Bi!" Maureen melempar asal potongan paha ayam itu saat tangannya yang dengan ceroboh memegangnya. Telapak tangannya terasa terbakar.
"Aduh, saya baru saja mau bilang kalo ayamnya masih panas, Nyonya." Bi Atik langsung menaruh ayam goreng di atas counter table, kemudian langsung menghampiri Maureen yang meniup-niup tangannya.
"Ekhm,"
Maureen dan bi Atik sontak menoleh ke arah suara seseorang yang berdeham. Mereka melihat Sean yang baru saja pulang dari kantor dengan masih menenteng tas kerjanya.
"Udah gapapa Bi. Udah mendingan. Bibi langsung bereskan aja dapurnya. Aku mau ganti baju dulu," ucap Maureen dan langsung mencuci tangannya.
"Iya, Nyonya." Bi Atik langsung membalikkan badan meninggalkan Maureen.
Maureen yang sedang mencuci tangan menoleh ke belakang lalu segera memalingkan kepalanya ke depan lagi.
Kenapa dia masih berdiri di situ? gumam Maureen dalam hati saat dia melihat Sean yang masih berdiri tak jauh di belakangnya.
Maureen menolehkan kepalanya ke belakang lagi. Ternyata laki-laki itu masih saja berdiri di situ.
"Lain kali jangan asal nyerobot," ucap Sean. Kaki kanannya menendang ayam goreng hingga berhenti tepat di depan Maureen. "Bi! Tolong buang kan ayam ini!" teriak Sean, kemudian pergi menuju kamarnya yang berada di samping kamar di lantai dua, bersisian dengan kamar Maureen.
Maureen menatap ayam goreng yang tergeletak mengenaskan di atas lantai. Dia sangat ingin memakan ayam itu hingga tanpa sadar mengelus perutnya.
"Sabar, nanti kalo di rumah Mama Mertua ada ayam goreng langsung gas habisin," gumamnya seolah berbicara kepada makhluk yang saat ini berada di dalam perutnya.
...****************...
Perjalanan menuju rumah orang tua Sean memakan waktu kurang lebih lima belas menit dan selama itu mereka berdua hanya diam tanpa perbincangan.
Sean dengan santai memasuki rumah, tangannya yang selalu berada di dalam saku membuat dia terkesan selalu mendominasi keadaan. Sedangkan wanita yang datang bersamanya dengan canggung memasuki rumah itu. Dia dari tadi sibuk mengatur napas untuk menghilangkan rasa gugupnya.
"Menantu Mama akhirnya datang juga." Sima yang melihat kedatangan mereka berdua langsung menghentikan aktivitasnya yang tengah mempersiapkan makanan di meja makan. Membuat semua orang yang berada di sana langsung menoleh ke arah mereka berdua.
"Sini. Kalian langsung duduk saja," ucap nenek Sean seraya menunjuk satu kursi kosong. "Devan, kau pindah di samping Nenek. Biarkan Maureen dan Sean duduk berdampingan."
Devan langsung menurut dan pindah dari kursinya. Sean menoleh ke arah Maureen, dia menunjuk kursi itu dengan kepala, kemudian melangkah dan segera mendudukkan pantatnya.
"Bagaimana kandunganmu, Maureen?" tanya nenek Sean tiba-tiba, bukannya menanyakan keadaan Maureen terlebih dahulu.
"Baik, Nek. Terakhir check up satu minggu yang lalu," balas Maureen.
Sang nenek hanya menganggukkan kepala, kemudian meraih semangkuk buah yang berada tak jauh darinya. "Makan ini supaya kandunganmu selalu sehat."
Maureen menganggukkan kepala dan tersenyum kepada nenek Sean. "Iya, Nek."
Sean menatap malas melihat reaksi mereka berdua. Neneknya itu terlihat lebih memperdulikan kandungan Maureen. Sudah tiga hari dia hidup bersama Maureen, tapi wanita itu seperti menganggap dia tidak ada.
Wanita itu selalu bangun lebih pagi darinya, entah tiba-tiba berada di taman rumah atau di teras. Sedangkan Sean hanya melihat Maureen satu atau dua kali berada di dapur. Jika dirinya pulang kerja, Maureen selalu berada di kamarnya, tapi satu hal yang baru dia ketahui hari ini. Maureen ternyata berusaha menyembunyikan sikap pedulinya sebagai seorang istri. Rupanya wanita itu diam-diam membantu bi Atik menyiapkan sarapan ataupun makan malam.
"Aku tidak mau ayam goreng." Sean menaruh ayam goreng yang sudah diambilkan istrinya, kemudian meletakkannya ke piring Maureen. Dia melirik wanita yang sedang menuangkan air untuknya. "Aku tidak ingin makan daging malam ini," ucapnya.
Maureen hanya mengangguk, kemudian dengan lahap memakan makanannya. Sean berusaha menahan senyumannya ketika melihat itu. Sebenarnya dia masih sempat mendengar gumaman Maureen tentang keinginannya yang mau ayam goreng.
Suasana hening saat makan malam berlangsung, namun satu hal yang tidak Maureen atau Sean sadari. Pria yang tepat berada di depan Maureen sejak tadi menatap sepasang suami-istri itu dengan tatapan tidak suka.
"Entah aku yang beruntung atau kamu yang malah lebih beruntung," gumamnya tidak suka.
Nenek Sean yang berada tepat di samping pria itu langsung menoleh. Dia menatap cucunya dengan mengerutkan kening tidak mengerti. Kemudian mengikuti arah tatapan cucunya yang menatap Maureen dan Sean. Dia menyenggol bahu cucunya dengan pelan.
"Apa maksudmu dengan keberuntungan itu?" tanya nenek Sena. Dia masih tidak bisa menyimpulkan apa yang dikatakan cucunya itu.
"Eh, gak ada, Nek," jawabnya seraya menggelengkan kepala.
"Devan, kamu kalo iri sama mereka lebih baik bawa pacarmu itu. Siapa namanya? Key?"
Maureen yang mendengar ucapan nenek Sean langsung mengurungkan sesuap nasi yang hendak dia masukkan ke dalam mulutnya. "Key?" ulangnya, takut salah dengar.
"Kenapa? Kamu mengenalnya, Maureen?" tanya nenek Sean ketika melihat reaksi Maureen.
"Eh, nama Key ada banyak, Nek. Mungkin Key lain yang gak Maureen kenal," jawab Maureen dengan tersenyum canggung.
Nenek Sean membalas dengan anggukan, kemudian menoleh ke Devan. " Key itu kerja apa?"
Devan yang sudah menyelesaikan makan malamnya dengan kasar meletakkan sendok hingga menimbulkan bunyi yang membuat semua orang yang berada di meja makan langsung menoleh ke arahnya. "Devan dan Key hanya teman. Kami tidak sengaja bertemu dan akhirnya saling mengenal," ucapnya, kemudian pergi dengan perasaan sebal pada neneknya yang senang sekali mencampuri urusan pribadi Devan.
padahal aku udah sayang sama Sean 😭
hajarr aku dukung 😤
aku mampir lagi nih bawa like and subscribe 🤗