Nirmala, gadis 14 tahun, tiba-tiba harus tinggal satu atap dengan Dimas, pemuda yang berusia delapan tahun lebih tua darinya. Sejak pertama kehadiran Dimas di rumahnya, Nirmala langsung naksir, ditambah dia mendapat tantangan dari sahabatnya untuk mendapatkan hati Dimas, membuatnya benar-benar mencintai dan menginginkan untuk bersama selamanya dengan pemuda yang sudah dianggap seperti anak sendiri oleh orang tua Nirmala. Jadi, Nirmala berniat untuk menjadi istri dari kakak angkatnya itu, terlebih karena dia merasa mendapat balasan cinta darinya. Membuat Nirmala semakin yakin untuk menjadi istri Dimas. Meskipun Nirmala tidak pernah mengatakan pada kedua orang tuanya, tentang perasaannya itu.
Namun ternyata, diam-diam kakak angkatnya menikah dengan perempuan lain. Nirmala mendapat kabar dari kedua orang tuanya yang tiba-tiba pergi ke luar kota untuk menghadiri pernikahan Dimas. Tapi anehnya, meskipun tahu kebenarannya, Nirmala tetap menutup mata. Dia tetap mencintai, dan terus
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KidOO, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Nirmala memastikan sekali lagi ucapan ibunya. Ia berharap dirinya hanya salah dengar.
"Iya, Dimas mau menikah besok hari Minggu. Kamu kenapa kaget gitu?" Sukma balik bertanya menyelidik.
"Eh, emm enggak, Bu. Cuma kaget aja. Katanya dia baru putus dari pacarnya, tapi kok tiba-tiba menikah? Sama siapa emangnya?" Nirmala berusaha sekuat hati untuk menahan tangisannya. Padahal dadanya kini sudah terasa sesak.
"Kayaknya ya sama mantan pacaranya itu. Mereka balikan dan langsung lamaran, trus nggak pakai lama, langsung menikah ini." Sukma memberi penjelasan singkat.
"Oh gitu ya, Bu. Yaudah aku mau ke atas dulu, Bu. Aku mau tanya langsung sama Kak Dimas. Kok dia nggak bilang-bilang sama aku." Nirmala memutuskan untuk langsung pergi dari ruang tengah itu.
"Ya. Kalau besok mau ikut, langsung siap-siap. Kita berangkat pagi-pagi!" Sukma berteriak, tapi tidak ada jawaban, Nirmala sudah berlari menjauh.
Sesampainya di kamar, Nirmala membanting pintu dengan keras. Dia meluapkan semua emosinya. Marah, sedih, kecewa, takut, semua campur aduk menjadi satu. Ia menyambar ponsel yang ada di atas meja belajar, berniat menghubungi Dimas, tapi ternyata dia tidak kuat untuk melakukannya.
Nirmala memilih untuk tidur tertelungkup di atas kasurnya. Dia menangis sejadi-jadinya.
"Kak Dimas! Kenapa kamu tega banget sama aku? Katanya kamu sayang sama aku. Tapi kenapa menikahnya sama orang lain? Dalam waktu sesingkat ini?" Nirmala mengoceh sendiri, mulutnya sengaja ia bungkam dengan bantal, membuat suaranya tidak akan terdengar dari bawah.
Berbagai macam pikiran berseliweran dalam bemak Nirmala. Dia ingat semua kenangan manis bersama Dimas. Setiap saat mereka bersama, dia ingat dengan detail. Tapi saat ini, semuanya sirna.
"Kenapa kamu tetap mau bersama orang yang sudah mengkhianatimu, Kak? Kenapa kamu nggak nunggu aku aja? Aku yang pasti setia sama kamu dan nggak akan pernah mengkhianatimu sampai kapanpun! Kamu benar-benar bodoh, Kak! Kamu udah dibutakan oleh cinta! Kenapa kamu semudah itu memaafkan kesalahannya?" Nirmala kembali mengoceh disela-sela senggukan tangisannya.
Nirmala mengecek layar ponselnya, berharap ada pesan masuk dari Dimas. Tapi ternyata nihil. Kemudian ia beralih, membuka profil berbagai macam sosial media milik Dimas. Tapi tetap saja, Nirmala tidak menemukan postingan Dimas tentang pernikahannya. Entah foto, undangan, ataupun kata-kata yang mengarah ke sana.
"Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Kak Dimas tidak memasang apapun? Apa dia tidak ingin diketahui banyak orang? Apa dia tidak menyukai pernikahannya?" Nirmala berpikiran hal lain. Akhirnya ia memutuskan untuk memanggil Dimas, tapi tidak ada jawaban.
"Ya Tuhan! Aku harus bagaimana sekarang? Aku bisa apa kalau hatiku terluka seperti ini? Rasanya aku nggak pengen hidup lagi! Ijinkan aku tidur selamanya, Tuhan! Aku tak bisa hidup tanpa cinta seperti ini!" Nirmala kembali membenamkan wajahnya di bantal yang sudah basah karena air mata juga ingusnya.
Nirmala menangisi nasibnya semalam suntuk. Sampai pagi hari, saat orang tuanya siap berangkat, Nirmala masih belum bangun. Hari Sabtu memang sekolahnya libur, jadi dia bisa bangun sesuka hatinya.
"La! Kamu jadinya mau ikut apa enggak?" Sukma memanggil Nirmala dari depan pintu kamar yang terkunci.
"Nggak, Bu! Aku di rumah aja! Aku masih pengen tidur, ngantuk banget." Nirmala menjawab dengan suara berat, khas orang bangun tidur. Sebenarnya dia hanya tidak ingin orang tuanya melihat betapa kacaunya dia saat ini.
"Yaudah, jaga diri baik-baik. Nanti kalau mau sarapan, makanannya di bawah tutup saji. Uang sakunya di atas kulkas ya! Kami berangkat dulu!" Sukma berpesan sebelum pergi.
"Ya, Bu. Hati-hati!" Nirmala menjawab dengan lemah. Badannya terasa lemah tak berdaya, tulang-tulangnya seperti lepas dari tubuhnya, menyisakan daging lembek tak bertenaga.
Nirmala memutuskan untuk tidur lagi. Ia tidak punya semangat untuk melakukan apapun, termasuk makan. Dia kehilangan selera makannya.
***
Siang hari, udara terasa panas, membuat kenyamanan tidur Nirmala terganggu. Ia menggeliatkan badannya, badannya yang gerah berkeringat membuatnya bertambah emosi saja.
"Huh!" Nirmala mengacak rambutnya yang sudah acak-acakan. Wajahnya tidak karuan, berminyak, penuh dengan garis-garis bantal, bibirnya juga manyun karena sebal.
Ia memutuskan untuk bangkit dan mandi, berharap hati dan pikirannya jadi lebih dingin. Nirmala mandi sangat lama, ia betah berlama-lama dalam guyuran shower. Mengingat kenyataan pahit uang kini menimpanya, membuat Nirmala kembali meneteskan air matanya.
"Jahat banget kamu, Kak!" Nirmala memukul-mukul dinding kamar mandi yang tidak bersalah.
"Kalau kamu emang nggak niat menjadikan aku istrimu, harusnya kamu nggak usah kasih aku harapan, Kak! Buat apa kamu buat aku melambung tinggi, kalau akhirnya kamu juga yang membuatku terjatuh ke dasar jurang?" Nirmala meratap di bawah guyuran air shower sampai dirinya kedinginan.
Nirmala memutuskan untuk mengakhiri ratapan dan menyelesaikan ritualnya. Ia terbiasa membawa baju ganti ke kamar mandi, semenjak ada Dimas di rumah itu, jadi Nirmala keluar dari kamar mandi sudah dalam keadaan berpakaian lengkap.
Nirmala memutuskan untuk ke ruang tengah, mencari makanan. Meskipun tidak nafsu makan, dia harus mengisi perutnya yang rawan asam lambung naik. Apalagi dia di rumah sendiri, kalau sampai sakit, yang ada hanya tersiksa sendirian.
Nirmala menyuapkan beberapa sendok nasi tanpa lauk apapun ke dalam mulutnya, kemudian minum beberapa teguk dan kembali ke kamarnya, tanpa membawa makanan apapun.
"Mending aku minta Rosa ke sini. Daripada nanti aku bunuh diri kalau nggak ada yang ngawasin." Nirmala bergumam sendiri. Dia mencari kontak Rosa di HP-nya dan memanggilnya langsung.
Tak butuh waktu lama, Rosa sudah memberikan jawaban.
"Halo, La! Ada apa?" Rosa langsung bertanya di seberang sambungan telefon.
"Ros, kamu tidur sini lagi, ya." Nirmala menjawab dengan suara bergetar.
"La? Kamu kenapa? Kok suaramu gitu? Kamu sakit?" Rosa menunjukkan kekhawatirannya.
"Enggak, aku nggak papa, kok. Kamu cepet ke sini aja, ya. Aku di rumah sendiri."
"Oke, aku siap-siap bentar."
"Nanti langsung masuk aja, pintu garasi nggak dikunci. Jangan lama-lama ya, Ros. Keburu aku gantung diri."
"Kok ngomongnya gitu sih? Aku ke sana sekarang! Jangan lakuin hal bodoh!" Rosa menutup sambungan telefon secara sepihak. Terdengar suaranya sangat khawatir dengan keadaan sahabatnya itu.
Nirmala kembali duduk termenung di atas kasurnya.
"Aku kirim pesan ke Kak Dimas apa enggak ya? Tapi mau ngirim pesan apa? Ngemis-ngemis biar dia batalin pernikahannya? Nggak mungkin juga dia kabulin, kan? Ngirim foto aku lagi nangis-nangis? Astaga! Malu-maluin banget. Nggak, nggak. Aku kasih sindiran buat dia aja!" Nirmala bergumam sendiri, sembari menimbang-nimbang ponselnya. Sampai akirnya dia memutuskan untuk mengetik dan mengirim pesan pada Dimas.
[Selamat menempuh hidup baru, Kak. Semoga bahagia selamanya.]
alurnya bagus
jadi sayang kalo GK mampir baca cerita ini:)
up terus yaaaa...