Tidak ada rumah tangga yang berjalan mulus, semua memiliki cerita dan ujiannya masing-masing. Semuanya sedang berjuang, bertahan atau jutsru harus melepaskan.
Seperti perjalanan rumah tangga Melati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kuswara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Tubuh Mas Kalingga terpental akibat dari dorongan kuat yang dilakukan Viola saat pria yang sangat dicintainya menyebut nama wanita lain saat sedang bercinta dengannya.
"Mas Lingga keterlaluan! Bisa-bisanya menyebut nama Melati saat bercinta denganku!. Mas tidak memikirkan perasaanku! Mas sangat jahat!. Di depan bayi kita Mas menyebut nama Melati!." Teriak Viola.
Dia segera memungut pakaiannya yang berserakan.
"Karena itu yang selalu ada di dalam hati dan pikiranku selama ini, Vi." Jujur Mas Kalingga.
Rasa sakit pada hatinya semakin memuncak, air mata Viola pun jatuh menetes. Dia kembali mengenakan pakaiannya lalu pergi, menyelamatkan harga dirinya yang masih tersisa.
Mas Kalingga mengusap sudut bibirnya yang terasa asin, ternyata ada bercak darah pada sudut bibirnya yang sobek karena ulah Viola. Mas Kalingga duduk di kursi setelah mengambil air minum di dalam kulkas. Dia mengabari Melati mengenai keberadaannya saat ini dan kemungkinannya sampai beberapa hari.
Mas Kalingga memasuki kamar sebab sudah beberapa jam Viola tidak ada keluar kamar. Mas Kalingga menemukan Viola masih menangis di dekat jendela. Mas Kalingga pun ikut berdiri di sampingnya.
"Maaf, Vi, aku harus menyakitimu."
Viola terisak, dia sangat benci kepada Mas Kalingga. Namun dia juga benci pada perasaannya yang masih terus saja menyangkal jika pria itu sudah tidak mencintainya lagi.
"Bukannya kamu masih sangat mencintaiku, Lingga?."
"Mungkin iya jika pernikahan ini tidak pernah terjadi. Namamu akan selalu ada di dalam sini," Mas Kalingga memegang dada.
"Kenapa?," wajah sembab itu menoleh lalu menatap Mas Kalingga. Di dalam mata Mas Kalingga sudah tidak lagi cinta untuknya.
"Rasa penasaranku sudah terpenuhi, namun justru tidak memenuhi ekspektasiku. Aku sudah menemukan jawaban dari sekian tahun pertanyaan dan akhirnya aku sadar aku tidak mencintaimu lagi."
Viola kembali terisak sambil menundukkan kepalanya. Menyembunyikan luka yang jauh lebih sakit saat dia harus berpisah dari Mas Kalingga.
"Apa karena Melati?," tanyanya lirih.
"Iya, aku sangat mencintai Melati. Melati tahu aku masih menyimpan namamu di hatiku tapi Melati tidak pernah protes atau menjadikan itu sebuah konflik. Jutsru Melati semakin memperlihatkan cinta tanpa batas, bakti yang luar biasa kepadaku dan Ibu. Menjadi istri dan pasangan yang selalu mampu mengimbangiku. Menjadi Ibu yang sangat hebat untuk anak-anakku. Makanya aku semakin jatuh cinta kepada Melati."
Mas Kalingga meletakkan tangannya di punggung Viola. Setidaknya menenangkan Viola walau tidak bisa membantu banyak.
"Hanya tanggung jawab yang bisa aku berikan untukmu dan bayi yang ada di dalam rahimmu. Selebihnya aku tidak bisa, maaf."
Mas Kalingga kembali keluar kamar setelah menemani Viola makan dan rencananya besok pagi mereka akan pulang.
Viola tidak mau sakit hati sendiri. Sesuai dengan rencananya, dia mengirim video dirinya dan Mas Kalingga yang cukup hot di dalam ruangan villa walau ada bagian yang harus dipotongnya.
Viola tersenyum lebar ketika pesannya sudah dibaca oleh Melati.
Benar, Melati sudah menerima pesan dari Viola. Namun demi kewarasan hati dan pikirannya dia lebih memilih untuk tidak membuka videonya. Di mana sudah terlihat pasangan suami itu sedang berciuman. Melati langsung menghapusnya.
"Memang sudah seharusnya membuang racun yang ada di dalam hatimu, Mel. Memilih apa yang boleh dan tidak untuk memasuki hatimu. Kalau sekiranya itu bisa membuatmu semakin hancur dan terpuruk lebih baik kamu membuangnya." Ucapnya pada diri sendiri. Melati tidak membiarkan orang lain dengan sengaja merusak kebahagiaannya.
Melati menaruh lagi ponselnya lalu mengecek Ibu di kamar, memastikannya baik-baik saja. Ibu sudah tidur dan Melati ke kamar anak-anak dan mereka juga sudah tidur.
Melati menatap ponselnya, telepon dari suaminya. Tapi Melati tidak langsung menjawab panggilan telepon itu karena takutnya Viola yang menggunakan ponsel Mas Kalingga.
Namun ponsel itu kembali berdering setelah Mas Kalingga mengirim pesan. Barulah Melati menjawab panggilan tersebut.
"Iya, Mas."
"Kamu sudah tidur?."
"Belum, aku baru dari kamar Ibu dan anak-anak."
"Sepertinya Mas tidak besok, Mel."
"Tidak apa-apa, Mas."
"Boleh Mas minta tolong?."
"Kalau bisa aku bantu, Mas."
"Ada beberapa dokumen yang harus Mas tanda tangan, Mas minta kamu saja yang menandatanganinya."
"Mana bisa, Mas?."
"Bisa, Mel, tidak apa-apa juga. Lagi pula semua klien Mas tahu kamu pemilik perusahaan itu. Dokumennya sudah Mas cek melalui email hanya perlu tanda tangan saja."
"Iya, Mas. Tapi Ibu bagaimana kalau aku tinggal, Mas?."
"Mas sudah meminta perawat yang kemarin untuk ke rumah pagi-pagi."
"Iya, Mas."
Hening untuk beberapa saat.
"Mel...Mas..."
"Apa Mas?."
"Temani Mas sebenar lagi."
"Iya, Mas."
Cukup lama Melati menemani Mas Kalingga sampai suara dengkuran halus didengarnya. Lalu Melati memutus sambungan teleponnya dan dia pun tidur.
Keesokan harinya.
Melati sudah duduk di kursi kebesaran Mas Kalingga. Membuka dokumen yang akan ditandatanganinya. Setelah membaca bismillah, dengan tangan masih gemetar dia membubuhkan tanda tanda tangan di dalam dokumen tersebut hingga selesai.
Cukup merasa lega setelah pekerjaannya selesai, Melati kesayangan tamu yang seharusnya menjadi tamu Mas Kalingga. Tapi karena Mas Kalingga tidak ada, jadi dia yang mewakili.
"Mel, kok kamu di sini?." Tanya Yunita yang merupakan orang tua dari si kembar, teman sekelas Sakura.
"Ada apa Mbak Yunita datang ke sini?," tanya balik Melati.
"Apa sudah ada janji dengan Mas Kalingga?," tanyanya lagi.
"Seharusnya sudah lewat Viola."
"Tapi Mas Kalingga tidak ada mengatakan apapun padaku."
"Coba aku telepon Viola."
Melati hanya mengangguk.
Yunita keluar lalu menutup pintu, bersamaan dengan itu Mas Kalingga meneleponnya.
"Iya, Mas."
"Ada Yunita di sana?."
"Iya, Mas, katanya mau bertemu Mas."
"Kamu temui saja dan dengar apa yang dikatakannya. Mas percayakan semua keputusan padamu."
"Tapi ada apa ini, Mas?."
"Aku tidak punya banyak waktu untuk bicara, lakukan saja apa yang Mas katakan. Lakukan yang terbaik untuk perusahaan."
Tut
Melati menatap ponselnya, Yunita kembali masuk dan lalu kemudian duduk di hadapan Melati.
"Aku sudah bicara dengan Viola. Viola meminta suaminya untuk mendanai proyek suamiku. Jadi aku datang ke sini mewakili suamiku untuk meminta dananya sekarang."
Sebenarnya Melati tidak suka mendengar kata suaminya untuk Viola namun dia berusaha untuk tidak terganggu dan memang benar adanya.
"Mas Kalingga sudah setuju untuk mendanai proyek perusahaan suami Mbak Yunita?."
"Sudah karena Viola yang memintanya langsung pada suaminya. Makanya aku berani datang ke sini supaya dananya cepat aku terima."
"Oke, berapa banyak dana yang harus dikeluarkan Mas Kalingga untuk mendanai proyeknya?."
"Lima M."
"Wow, sangat laur biasa besar, Mbak Yunita." Jujur saja Melati sangat kaget dengan nominal yang sangat fantastis itu. Kalaupun perusahaan memiliki uang lima M, rasanya tidak mungkin juga Mas Kalingga mau mengucurkan dana sebanyak itu. Apalagi sedikit banyaknya Melati tahu track record perusahaan suami Mbak Yunita yang bermasalah.
Bersambung