seorang kakek yang awalnya di hina, namun mendapat kesaktian
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri muda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21
“Tok tok tok, ”
Saat itu hari sudah cukup siang, terus terdengar ketukan pintu yang sepertinya tak sabaran, di kos kakek Surya.
Kakek Surya pun menggeliat dari tidurnya, dengan tubuhnya sedikit lelah, tetap berusaha bangun, itu karena, kemarin malam tidurnya hampir lewat tengah malam, juga energinya terkuras oleh istri Joko.
“Tok tok tok.”
“Ya sebentar,,,,,.” teriak kakek Surya akhirnya, karena mendengar ketukan pintu itu tak berhenti-henti.
Lalu kakek Surya bangun, sambil mengusap wajahnya yang merasa sedikit kusam karena baru bangun tidur. Dengan gerakan perlahan, kakek Surya lalu membuka pintu kamar tempatnya ngekos itu.
Setelah pintu terbuka wajah kakek Surya sangat kaget, dengan sorot mata nanar sambil berkata dengan sedikit terbata, menatap perempuan yang berdiri di depannya.
“E,,, non Hehera,,,,.”
“Tok, tok, tok!” Ketukan pintu, yang terus terjadi beberapa kali, di pintu kamar kos kakek Surya, saat masih pagi buta begini.
Ketukan itu langsung membangunkan kakek Surya dari masih tertidur. Dengan mata masih setengah tertutup, ia bangun sambil mengusap wajahnya yang tampak letih, sebelum perlahan-lahan beranjak untuk membuka pintu.
"Neng Hera?" ucapnya dengan suara serak, kakek Surya cukup terkejut melihat sang pemilik kos sudah berdiri tegak di ambang pintu, pagi pagi begini.
"Apakah Bapak sudah membersihkan kamar ini?" tanya Hera, suaranya lebih ramah dari biasanya, tak ada wajah kesal, yang kerap menghiasi wajahnya setiap bertemu kakek Surya.
"Belum Neng, belum," sahut kakek Surya, senyumnya mengembang, dalam upaya mencairkan suasana.
"Ini kan gudang, dengan banyak perabotan begini, ngapain saya harus membersihkannya?." lanjut kakek Surya.
Hera menghela napas, raut wajahnya membatu.
"Kalau Bapak tak mau membersihkan kamar ini—yang Bapak sebut 'gudang' ini—maka Bapak tak bisa tinggal lagi di sini," ucap perempuan pemilik itu tegas dan tanpa kompromi.
Kakek Surya menelan ludah, kerasukan oleh gertakan yang tak terduga dari Hera.
"Tapi, Neng, Bapak sudah membayar lunas." jawab kakek Surya, suaranya pelan namun terdengar mendesak, mencoba meraih belas kasihan dari Neng Hera.
"Saya mengerti Bapak telah membayar, tapi kebersihan harus tetap dijaga juga. Bapak tidak bisa tinggal di sini lagi. Mari, saya antar ke kamar yang baru," ucap Hera dengan nada tegas, tak ada guratan senyum di wajahnya yang kaku.
Kulit wajah kakek Surya berkerut-kerut, kebingungan jelas tergambar. "Maksud Neng apa?" tanyanya dengan suara gemetar.
"Ayo, Bapak ikut saya. Saya tunjukkan tempat tinggal Bapak yang baru," kata Hera tanpa menoleh ke belakang, mengabaikan raut keberatan yang hendak terlontar dari bibir kakek Surya.
“Sebentar Neng, saya ambil pakaian dulu.” pinta kakek Surya.
“Cepat, sana ambil!” perintah Hera.
"Mbak Hera, ada apa Mbak?, Kok, pagi-pagi sudah menemui Pak Surya?" tanya Ratna, yang baru saja keluar dari kamar kosnya. Matanya sempit mencoba memahami situasi di depan pintu gudang itu.
"Ini, aku ingin memindahkan kakek ini. Dia menolak untuk membersihkan tempat yang ditempatinya, terpaksa aku pindahin tempatnya, mbak" jawab Hera singkat.
"Mau diusir, ya, Mbak?" tanya Ratna, suaranya naik setengah oktaf menandakan kekhawatiran. Perdebatan ini telah menarik perhatian penghuni kost lainnya, suasana tegang memenuhi udara pagi yang seharusnya damai. Saat itulah kakek Surya keluar dari dalam kosnya.
“Sebelum aku memutuskan untuk mengusirnya, aku harus mempertimbangkan uang bayarannya, aku tak mau mengembalikan uangnya. Dan tak mungkin aku mengembalikan uang orang tua itu, aku tak akan mengusirnya, aku hanya memindahkan tinggalnya saja" jawab Hera dengan nada ketus.
Ratna hanya diam mendengar ucapan Hera begitu.
Terlihat Ratna cukup khawatir, akan tempat tinggal kakek Surya selanjutnya, sekarang saja, kakek Surya sudah diberikan gudang untuk ditempati, jelas ke depannya, akan makin buruk tempat tinggalnya.
"Kalau begitu, saya tinggal dulu mbak, saya akan menunjukkan tempat tinggal kakek ini dulu," sahut Hera setelah melihat Ratna terdiam dan tertegun begitu.
"Oh, ya mbak, silakan," jawab Ratna akhirnya, lalu menatap kakek Surya yang sudah menenteng tas yang dibawanya dari desa itu. Ratna sempat memberikan kode tertentu, saat mata mereka bertemu, juga dengan senyum menggoda di wajahnya. Namun, kakek Surya hanya diam, tak merespons isyarat dari istri Joko itu.
Kakek Surya kemudian mengikuti Hera yang melangkah di halaman kos. Wajah Ratna langsung tersenyum masam, melihat lelaki yang telah memberikan rasa yang berbeda pada dirinya itu, pergi.
Namun, senyum masam Ratna berubah menjadi ceria saat ia melihat Hera mengantar kakek Surya ke kamar kos paling depan. Ternyata, Hera tidak mengusir kakek Surya, melainkan hanya memindahkannya ke kamar yang lebih baik, yang ada di paling depan kamar kos-kosan ini.
Tapi hal ini, tentu membuat Ratna terkejut, karena setahu Ratna, harga kamar depan lebih mahal dibandingkan kamar lainnya, sebab itulah kamar terbaik di kos-kosan tersebut.
"Bapak tinggal di sini sekarang, agar saya bisa mengawasi Bapak dengan mudah," ucap Hera setelah membuka pintu kamar tempat kakek Surya akan tinggal.
Karena kamar kos kakek sekarang, memang berhadapan langsung dengan rumah Hera. Meskipun rumah Hera menghadap ke jalan aspal, sementara kamar kakek Surya menghadap ke halaman kos-kosan, tapi rumah Hera dengan dua pintu, membuat Hera memang mudah mengawasi kakek Surya dari rumahnya tersebut.
"Bapak akan tinggal di sini?" tanya kakek Surya bergetar, raut wajahnya menampakkan rasa terkejut sekaligus sangat tak percaya.
Tampaknya, dia belum bisa menggenggam kenyataan, bahwa Hera, pemilik kos yang cukup cantik itu, secara tak terduga telah mengundangnya untuk menetap di sana.
"Iya Pak. Bapak sudah membayar sesuai dengan harga yang tertera untuk kamar kos ini," balas Hera dengan suara lembut.
“Makasi Neng.” jawab kakek Surya.
"Iya, silakan Bapak masuk," ujar Hera sambil tersenyum samar.
Namun entah sengaja atau tidak, Hera tiba-tiba mengedipkan satu matanya, sebelum perempuan itu berbalik dan melangkah pergi lalu memasuki rumah.
Tepian bibir Hera merekah, yang tadi menampilkan senyum pertama yang berhasil dicuri oleh mata kakek Surya sejak pertemuan pertama mereka. Sebuah senyum yang mungkin, hanya mungkin, membawa lebih dari sekedar sambutan hangat.
Mendadak, suasana itu serasa membawa kakek Surya ke dalam sebuah cerita yang baru saja dimulai, di mana setiap sudut rumah ini akan memainkan kisahnya sendiri.
Pagi ini, penampilan Hera cukup menawan, penuh pesona, tercipta aura yang cerah dan hangat. Dengan baju kaos ketat yang dikenakannya, menonjolkan lekuk tubuhnya dengan jelas, dipadukan dengan rok selutut, yang ia pakai, menambah kesan elegan namun sederhana. Rambutnya yang tergerai rapi menambahkan sentuhan feminin yang sempurna pada penampilannya. Kaki jenjangnya yang putih dan mulus tampak berkilau di bawah sinar matahari, menarik perhatian setiap mata yang memandang.
Setelah kepergian Hera, kakek Surya pun masuk ke kamar kosnya yang baru.
Sedangkan, Ratna terus memperhatikan dari depan kamar kosnya, dia masih diam mematung di sana, hingga dikejutkan oleh tepukan tangan suaminya di pundaknya.
"Kamu sedang melihat apa?" tanya Joko.
"Itu Mas, aku melihat Mas Surya, eh maksudnya Pak Surya, eh Kakek Surya, maksudnya. (Ratna terdengar kikuk.), Sekarang kakek Surya tinggal di kamar kos paling depan mas," jelas Ratna.
"Apa? Kakek Surya pindah kos?" tanya Joko dengan heran.
"Iya Mas," jawab Ratna.
"Kok aneh sekali ya," ucap Joko.
Ratna hanya mengangguk.
"Siapa yang pindah Mbak?" tanya Aulia tiba-tiba, karena saat dia keluar dari kos-kosannya mendengar obrolan suami istri, Ratna dan Joko.
Lalu, Ratna pun menjelaskan pada Aulia tentang kepindahan kakek Surya.
Mendengar itu, Aulia langsung tersenyum penuh arti sambil tampak berpikir.
“Mungkin kelakuan Mbak Ratna dan kakek Surya yang suka berbuat begitu, sudah diketahui oleh Mbak Hera, sehingga kakek Surya dipindahkan ke kamar kos depan. Membuat mereka, kini tidak lagi berdampingan seperti sebelumnya.” pikir Aulia, sambil mengangguk-angguk.
Bersambung.