Berryl Van Houten adalah seorang tuan muda tampan dan mapan dari pengusaha terkenal. Di usianya yang menginjak kepala 3, ia justru masih menjomblo. ia kerap dikira impoten oleh orang-orang sekitarnya sehingga orang tuanya kerap melakukan sayembara untuk mencarikan jodoh bagi putranya itu.
Hanindita, seorang gadis desa yang cantik keluarga Handoko yang tak pernah dianggap. Ia kerap disiksa keluarganya sendiri dan dilecehkan kakak tirinya membuat Hanindita jadi pribadi yang introvert dan dingin.
Adakah yang mampu menyelamatkannya dari keluarga toxic itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch.17
Pagi telah datang, kicau burung tampak ramai menyemarakkan pagi yang begitu cerah itu. Tampak 2 insan berbeda jenis kelamin masih asik terbuai dalam dunia mimpi sambil berpelukan. Mungkin, ini tidur ternyaman yang pernah Hanindita rasakan. Rasanya seperti dalam buaian sang ibu yang telah lama tiada. Begitu pula Berryl, baru kali ini ia merasakan tidur ternyaman dan juga hangat. Ia pun mengeratkan pelukannya pada Hanindita. Mereka terlalu terbuai sampai tak menyadari kalau mereka tengah tidur sembari berpelukan.
Hanindita tampak melenguh dengan mata terpejam, tapi usapan di punggungnya terlampau nyaman membuatnya enggan membuka mata.
"Astaga, Berryl!" teriak Ivanka saat membuka kamar putranya tampak Berryl tengah tidur berpelukan dengan seorang gadis. Sungguh suatu kejadian yang langka tapi tetap saja membuatnya shock. Baru saja semalam mereka melamar seorang gadis, tapi paginya Berryl malah terpergok sedang tidur berpelukan dengan gadis yang entah siapa karena wajahnya tampak bersembunyi di balik dada Berryl.
Sontak Hanindita tersentak hingga dengan refleks ia melompat dari atas kasur, membuat jarum infus yang menancap di punggung tangan kanannya terlepas.
"Aaargh ... " Hanindita meringis saat jarum itu tercabut paksa. Ia benar-benar terkejut. Ia seakan dejavu kesehariannya di kediaman Handoko. Ia pikir Lidya lah yang meneriakinya. Ia lupa dimana kini ia sedang berada.
Mendengar teriakkan Ivanka juga pergerakan Hanindita sontak membuat Berryl ikut terlonjak dan segera duduk. Matanya membulat saat melihat jarum infus di tangan Hanindita telah terlepas.
"Anin." serunya panik sampai ia tidak menyadari keberadaan sang ibu.
Sontak saja hal tersebut membuat Ivanka merasa tak percaya melihat betapa sigap dan perhatiannya Berryl pada Hanindita.
Melihat Berryl yang begitu mengkhawatirkannya, membuat Hanindita tak enak hati. Apalagi ia kini sedang berada di bawah tatapan Ivanka membuat ia makin tak enak hati.
"Ma-maaf nyonya. Ini ... ini tidak seperti yang kau pikirkan." Hanindita terlebih dahulu ingin menjelaskan sebelum Ivanka berpikiran macam-macam tentang dirinya.
Berryl yang mendengar ucapan Hanindita itupun lantas menoleh ke arah pintu kamar. Tapi ia justru acuh tak acuh, seperti tak ada beban apalagi rasa bersalah pada ibunya.
"Kau ... kenapa bisa berada di sini?" tanyanya lalu Ivanka berjalan mendekati Hanindita yang masih menunduk dan memegang dagunya hingga wajahnya terlihat jelas. "Luka ini ... sebenarnya apa yang terjadi? Apa ada seseorang yang hendak mencelakaimu?"tanyanya lagi.
"Mom, biarkan Anin beristirahat terlebih dahulu. Keadaannya belum sepenuhnya pulih."ujar Berryl seraya membantu Hanindita kembali berbaring. "Nanti aku minta dokter pasangkan kembali jarum infusnya!" tukas Berryl pada Hanindita.
Tapi Hanindita menggeleng, "Nggak usah. Terima kasih. Aku sudah jauh lebih baik. Maaf merepotkan mu." ucap Hanindita datar sambil berusaha kembali duduk tapi Berryl justru menatapnya tajam tapi Hanindita justru balik menatap dengan tampang innocentnya.
"Berbaring sekarang atau ... "
"Atau apa ? Tanya Hanindita polos yang justru membuat Ivanka terkekeh melihatnya.
"Heh, nggak boleh galak sama calon istri!" sergah Ivanka.
"Galak? Nggak kok, mom. Berryl biasa aja." kilah Berryl yang tidak merasa dirinya galak.
"Dasar, nggak anak nggak bapak sama aja."
"Sama apa?"
"Galak. Apa lagi?"
"Bukannya mom lebih galak? Dad saja takut kalau mommy marah-marah." sahut Berryl acuh membuat Hanindita diam-diam tersenyum geli melihat tingkah ibu dan anak tersebut.
Sementara Hanindita kembali tidur setelah diperiksa oleh dokter, Berryl, Ivanka, Abelano, Vano, dan Vino tengah berbincang di ruang tengah penginapan. Mereka pun turut penasaran dengan apa yang terjadi dengan Hanindita. Jadi mereka memutuskan untuk segera menikahkan Hanindita dengan Berryl secepatnya.
Sementara itu, di kediaman Handoko, tampak Lidya dan Megan tengah berbahagia karena mereka pikir mereka telah berhasil menggagalkan rencana pernikahan Hanindita. Morgan memang mengatakan kalau ia gagal memperkosa Hanindita tapi Hanindita telah kabur melalui jendela kamarnya. Mereka meyakini, Hanindita telah pergi entah kemana. Bahkan mereka berharap, Hanindita jatuh ke sungai lalu terbawa arus dan menghilang entah kemana. Sebaliknya, Handoko sama sekali tidak mengetahui apa yang telah terjadi dengan Hanindita sebelumnya. Yang ia tau, Hanindita kabur mungkin karena takut dengan amukannya.
"Megan, kamu pokoknya harus bersiap-siap, pasti rombongan Berryl akan kemari lagi sore ini. Karena Hanindita pergi, ibu harap kamu dipilih untuk menggantikannya. Jadi kamu harus berdandan yang cantik jangan kalah sama anak kampungan itu." tukas Lidya dengan percaya diri.
"Pasti Bu. Aku yakin, mereka akan memilih ku karena kecewa Hanindita yang kabur entah kemana." ucap Megan dengan tersenyum di wajah liciknya.
"Meg ... " seru Elsa yang tiba-tiba masuk ke kamar Megan.
"Ada apa sih, Sa kok sampai ngos-ngosan gitu?" cetus Megan melihat Elsa yang telah berdiri di hadapannya dengan nafas tersengal.
"Di luar sana lagi pada heboh, emang bener, Dita dilamar bule itu? Kata orang-orang, loe kepedean mau dilamar bule, eh taunya si Dita yang dilamar. Orang-orang pada heboh soalnya. Emang beneran gitu ya?" berondong Elsa membuat mata Lidya dan Megan melotot sempurna.
"Kurang ajar! Siapa yang nyebarin gosip itu sih, Bu! Pasti itu tetangga sebelah yang kemarin kita undang. Lain kali, nggak usah undang mereka lagi aja Bu, biar tau rasa, mulut kok nggak bisa dijaga." kesal Megan dengan tangan mengepal.
"Kamu tenang aja, Meg. Mulut mereka semua pasti bakal mingkem saat kamu yang jadi pengantin Berryl nanti." balas Lidya menenangkan Hanindita.
"Jadi ... gosip itu emang bener ya, Meg? Kok bisa gitu?" tanya Elsa sambil garuk-garuk kepala.
"Udah, nggak usah bahas yang kemarin. Sekarang loe bantuin gue dandan, sore ini pasti Berryl bakal kamar gue."
"Kok bisa gitu!" tanya Elsa polos.
"Ya iyalah, si Dita udah menghilang nggak tau kemana. Udah mati kecemplung di sungai kali." ketus Megan.
"Ish, ngomongnya kok jahat banget sih, Meg."
"Mau bantuin nggak!" Megan mendelik tajam.
"Ck ... iya iya, galak amat punya temen." omel Elsa.
"Kenapa emangnya kalau gue galak? Nggak mau temenan sama gue lagi?"
"Ya ampun Megaaan, loe salah makan atau lagi PMS sih kok marah-marah mulu sih!" ketus Elsa kesal mendengar Megan marah-marah melulu.
"Aku lagi pingin makan orang."
"Astaga, makin hari loe ini makin nyeremin aja sih!" ujar Elsa tak habis pikir.
Sore menjelang, mobil rombongan Berryl telah masuk ke pekarangan rumah keluarga Handoko. Dengan senyum lebarnya, tampak Lidya telah menunggu di teras rumah untuk menyambut kedatangan para tamunya. Namun wajah penuh senyum itu seketika sirna saat melihat Berryl menuntun seorang gadis turun dari dalam mobilnya dengan begitu hati-hati.
'Di ... Dita ... bagaimana bisa dia bisa bersama mereka? Kurang ajar. Sepertinya ia sengaja ingin mempermalukan kami.' murka Lidya dalam hati. Megan yang baru saja keluar dari dalam kamarnya untuk menyambut kedatangan Berryl pun membulatkan matanya saat melihat Berryl datang bersama Hanindita.
'Breng-sek! Mengapa jadi begini?'
...***...
Maaf ya kak, othor lama update soalnya berapa hari ini othor sakit. Ini aja baru agak pulih, eh si baby juga ikutan sakit. Kayaknya sedang musim sakit ya, smg kakak2 pembaca dimana pun berada, selalu diberikan kesehatan. Aamiin ...
...***...