ini memang cerita poligami namun bukan cerita istri yang tertindas karena menjadi yang ketiga. Melainkan kisah gadis tomboy yang cerdas, pintar dan membuat dia survive dalam kehidupannya.
Naura Kiana tak pernah menduga kalau kehidupan akan membawanya pada sesuatu yang tak ia sukai. Setelah kakeknya bangkrut dan sakit-sakitan, Naura diminta untuk menikah dengan seorang pria yang sama sekali tak dikenalnya. Bukan hanya itu saja, Naura bahkan menjadi istri ketiga dari pria itu. Naura sudah membayangkan bahwa pria itu adalah seorang tua bangka mesum yang tidak pernah puas dengan dua istrinya.
Naura ingin melarikan diri, apalagi saat tahu kalau ia akan tinggal di desa setelah menikah. Bagaimana Naura menjalani pernikahannya? Apalagi dengan kedua istri suaminya yang ingin selalu menyingkirkannya? Bagaimana perasaan Naura ketika pria yang sejak dulu disukainya akhirnya menyatakan cinta padanya justru disaat ia sudah menikah?
Ini kisah poligami yang lucu dan jauh dari kesan istri tertindas yang lemah. Yuk nyimak!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Henny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gaun Petaka
Wisnu yang mendengar teriakan Naura dari dalam kamar mandi hanya bisa tertawa kecil sambil menggelengkan kepalanya karena ia seperti mendengar teriakan anak kecil yang tak suka dengan sesuatu yang diberikan padanya.
Naura keluar dari kamar mandi dengan rambut basah yang membuatnya nampak segar. Namun yang membuat Wisnu terbelalak adalah gadis itu memakai gaunnya namun setelah itu ia melilit tubuhnya lagi dengan handuk.
"Kenapa kau memakai handuk lagi?" tanya Wisnu.
"Aku nggak mau pakai gaun!" tegas Naura sambil memandang Wisnu dengan wajahnya yang cemberut.
"Kita kan sudah buat perjanjian semalam."
"Tapi, bukan baju seperti ini. Ini terlalu berlebihan." ujar Naura.
"Berlebihan apanya? Ini hanya gaun biasa." Kata Wisnu. Ia ingat betul pada saat tadi subuh Gading membawanya, ia sendiri yang memilih gaun ini karena modelnya sangat sederhana. Hanya gaun berwarna merah muda dengan corak bunga-bunga, dengan potongan pas di pinggang, mempunyai tangan yang pendek. Apanya yang salah?
"Juragan, aku kan nggak harus memakai gaun. Aku akan memakai celana kain dan kaos yang pas." Kata Naura penuh permohonan.
"Cepatlah sisir rambutmu dan segera ke rumah atas." Kata Wisnu seakan tak memperdulikan permohonan Naura. Ia segera meninggalkan kamar membuat Naura mengepalkan tangannya. Ia segera membuka lemari pakaian. Semalam ia membawa beberapa potong baju ke sini. Namun saat ia membuka pintu lemari, matanya langsung terbelalak karena lemari itu kosong. Naura tak mungkin memakai gaun tidurnya yang semalam.
"Sial....! Juragan yang suka memaksa. Lihat saja nanti, aku nggak akan pernah membiarkanmu menjamah tubuhku. Aku benci....!" Naura menendang pintu lemari karena ia begitu kesal dan marah.
Ia menyisir rambutnya lalu segera meninggalkan Villa.
Ia sengaja ikut dari pintu belakang yang langsung terhubung dengan dapur.
"Masya Allah, non. Cantik sekali." Ujar Aisa saat melihat penampilan Naura.
"Nyonya sangat cantik!" Saima ikut memuji.
"Cantik apanya? Saya kesal pakai gaun ini." Kata Naura dengan wajah cemberut.
"Nggak, non. Terlihat sangat manis. Cocok dengan postur tubuhnya."
Naura berdecak kesal. Ia mencoba mengalihkan perhatian mereka. "Masak apa, bi?"
"Biasalah, non. Menu sarapan pagi. Sudah selesai. " jawab Aisa.
"Aku siapkan mejanya saja." Naura segera mengambil peralatan makan dan membawanya ke ruang makan.
Saat Naura hampir selesai menata meja, ia mendengar suara cekikikan dari ruang tamu. Naura pun menuju ke sana. Di sofa panjang, nampak Wisnu sedang duduk bersama dengan Indira. Pandangan keduanya terarah ke layar ponsel yang sedang dipegang oleh Indira.
"Lucu kan, mas?" tanya Indira sementara tangannya yang satu sudah melingkar di bahu Wisnu. Indira nampak manja dan mesra walaupun Wisnu terlihat sedikit kaku.
Wisnu hanya mengangguk mendengar pertanyaan istri keduanya itu. Indira sedang menunjukan sebuah video lucu yang dilihatnya dari internet.
Naura akan membalikan badannya namun Wisnu terlanjur melihatnya. "Naura.....!" Panggil Wisnu. Indira pun ikut mengangkat wajahnya. Ia tersenyum ke arah Naura sambil menyandarkan kepalanya di bahu Wisnu.
Menjijikan! Memangnya mau pamer kemesraan untuk membuat aku cemburu? Aku justru makin senang kalau kalian menempel kayak perangko pada juragan. Batin Naura melihat tindakan Indira yang sangat jelas menunjukan bahwa ia dan Wisnu sedang bermesraan.
"Naura, ada apa?" tanya Wisnu melihat Naura hanya diam saja.
Naura memasang senyum termanisnya. "Mas, mba, sarapannya sudah siap." Ujar Naura lalu segera membalikan badannya dan meninggalkan pasangan itu. Mata Indira yang tajam mengenali gaun yang dipakai oleh Naura.
"Mas ke butik ku?"
Mengerti arti pertanyaan Indira, Wisnu langsung menggeleng. "Aku meminta Gading ke butik mu untuk memilih beberapa gaun bagi Naura. Gading sudah mentransfer pembayarannya di rekening butik mu."
Indira hanya tersenyum. Dalam hati ia merasa kesal karena Naura terlihat sangat cantik menggunakan.
"Ayo kita ke ruang makan." Ajak Wisnu sambil melepaskan tangan Indira yang melingkar di lengannya. Indira sebenarnya agak kesal karena tangannya di lepaskan. Namun ia juga tahu kalau Wisnu memang agak kaku dan dingin.
Pagi ini, Lisa ikut sarapan di meja makan. Gadis kecil itu nampak cantik dengan gaun yang warnanya hampir sama dengan gaun Naura. Ia tersenyum ke arah Naura yang duduk di depannya. Naura dan Lisa memang sudah berkenalan kemarin namun Regina nampak kurang suka jika Naura dekat dengan Lisa. Makanya Naura pun langsung menjaga jarak pada hal ia ingin sekali bermain dengan gadis itu.
"Bunda Naura, baju kita hampir sama." Kata Lisa.
Naura tersenyum ke arah Lisa sambil mengangguk.
"Bunda Naura cantik sekali. Lebih cantik dari Lisa kayaknya." Kata gadis kecil itu lagi.
"Nggak. Lisa cantik. Paling cantik di sini." Ujar Naura sambil mengangkat kedua jempolnya.
Lisa menatap Wisnu lalu yang lainnya. "Sepertinya pagi ini, bunda Naura paling cantik diantara kita semua. Benarkan, ayah?" tanyanya sambil menatap Wisnu.
"Iya." Jawab Wisnu pelan tanpa menoleh ke arah lain. Hanya pada Lisa. Wajah Regina dan Indira nampak cemberut.
"Lisa, kalau makan jangan banyak bercerita." Tegur Regina membuat Lisa kembali menatap makanan yang ada di depannya.
Sarapan pun berlangsung dalam diam. Sampai akhirnya, Naura yang lebih dulu mengahiri sarapannya. Ia mengambil gelasnya yang berisi jus orange dan menghabiskannya. Naura memang tak suka meminum teh, kopi, susu atau minuman panas lainnya di pagi hari. Ia justru lebih suka meminum minuman seperti itu di saat sore atau menjelang malam.
Saat Naura akan berdiri, Regina menatapnya tajam. "Naura, jangan meninggalkan meja makan sebelum mas selesai."
Naura menatap Regina. "Maaf, mba. Ini darurat. Panggilan alam." Kata Naura sambil mengusap perutnya. Ia segera meninggalkan ruang makan dan menuju kamarnya dan Wisnu yang ada di lantai dua. Kali ini, Naura memang tak bohong. Ia sungguh ingin ke WC. Dan gadis itu merasa jengkel saat harus mengangkat gaunnya saat duduk di atas kloset.
"Gaun menyebalkan!"
Ketika Naura sudah selesai dan keluar dari kamar mandi, ia terkejut melihat Wisnu. "Ngapain di sini?"
"Lupa kalau ini kamar kita?"
Kita? Sungguh kata yang menggelikan bagi telinga Naura.
"Seharusnya kan juragan pergi ke ladang, ke sawah atau ke pabrik. Atau juga meninjau pembangunan jalan lingkar."
"Kau tak suka aku ada di dekatmu?" tanya Wisnu.
"Ya. Aku lebih suka kalau juragan jauh-jauh dariku. Juragan selalu membuatku, kesal."
Wisnu juga ikut kesal mendengar pengakuan Naura. Sebenarnya ia ingin mengajak Naura keliling perkebunan teh yang letaknya memang tak jauh dari rumah bukit ini, sekalian ingin mengobrol supaya ia semakin dekat dengan Naura. Ia ingin tahu kebiasaan Naura, kesukaannya dan semua hal yang bisa membuat Naura bahagia. Wisnu ingin akrab dengan Naura untuk kemungkinan terburuk yang akan terjadi pada kakek Zumi. Pagi ini, Wisnu mendapat kabar kalau kakek itu kembali drop dan selalu meminta untuk pulang ke Indonesia.
"Aku pergi...!" Wisnu pun keluar kamar membuat Naura tersenyum senang.
Gadis itu segera membuka lemari pakaian untuk mengganti gaun yang membuatnya tak bisa bergerak dengan bebas. Namun saat lemari terbuka, ia tak menemukan lagi celana jeans selutut yang robek-robek pada hal celana itu cukup banyak di bawa oleh Naura. Ia juga tak menemukan kaos-kaosnya yang besar di tubuhnya. Yang tersisa di sana hanyalah 2 celana jeans yang panjang dan tak ada robek-robeknya di bagian lutut, beberapa kaos yang biasa Naura kenakan ke kampus. Selebihnya sudah ada beberapa gaun dan beberapa lingre yang tergantung.
"Astaga....! Dasar juragan mesum. Dia sempat-sempatnya menyiapkan ini semua." Naura membanting pintu lemari lalu segera keluar kamar. Wajahnya kesal dan sesekali menarik gaun yang dikenakannya untuk menyalurkan rasa kesalnya.
Saat ia turun ke bawa, ruang tamu nampak sepi. Naura dapat mendengar Indira dan Regina yang sedang berbincang di teras samping sambil melihat Lisa yang sedang belajar naik sepeda ditemani oleh Wina.
Gadis itu pun mengarahkan kakinya ke arah teras depan. Ia ingin jalan-jalan pagi ini. Saat ia sudah berada di halaman rumah, tak jauh dari tempatnya berdiri, Naura melihat beberapa pekerja perempuan yang membawa keranjang di punggung mereka. Naura jadi ingat perkebunan teh yang ada tak jauh dari rumah ini. Ia hanya akan berjalan melewati pagar pembatas dan boleh tiba di sana. Ia pun melangkah dengan riang ke arah kebun teh.
Suasana hatinya yang buruk langsung berubah saat melihat hamparan kebun teh yang memanjang sampai ke kaki bukit.
Sekalipun matahari sudah bersinar dan membuat langit nampak cerah namun suasana di sekitar bukit ini memang masih sejuk.
"Selamat pagi, nyonya....!" Sapa beberapa pekerja padanya.
"Selamat pagi!" Naura membahas sapaan mereka. Gadis itu mendekat dan bertanya. "Bagaimana cara memetik daun teh?"
"Jangan nyonya, nanti tangan nyonya kotor dan kepanasan. Nyonya tak memakai topi." Kata salah satu pekerja.
Naura mengabaikan perkataan pekerja wanita itu. Ia melihat bagaimana cara mereka memetik daun teh itu dan segera melakukannya.
Para pekerja pun tak dapat menghentikan Naura. Mereka tahu kalau ini pasti istri ketiga juragan. Sungguh berbeda dengan istri pertama dan kedua.
Tanpa Naura sadari kalau ada sepasang mata yang mengawasi dan menatapnya tanpa berkedip. Dialah Wisnu. Di sampingnya ada Gading yang juga sedang memperhatikan istri tuannya itu.
"Dasar keras kepala. Memangnya ia tak takut kulitnya akan hangus jika terlalu lama di terik matahari?" ujar Wisnu.
"Sepertinya istri tuan yang satu ini tak terlalu memusingkan masalah kecantikan.." Kata Gading membuat Wisnu hanya terkekeh.
Naura yang sedang asyik memetik teh tiba-tiba melihat seekor kelinci.
"Eh, ada kelinci." Ia langsung mengejar kelinci itu. Naura memang sangat suka dengan kelinci. Ia ingat dulu pernah memilikinya beberapa. Namun karena kesibukan kuliahnya, Naura terpaksa merelakannya di miliki oleh orang lain.
Maka terjadilah acara kejar-kejaran antara Naura dan kelinci itu. Naura Sedikit kesal karena gaun yang dipakainya membuat ia tak leluasa bergerak. Ia bahkan sudah mengangkat gaunnya sedikit agar dapat berlari dengan langkah yang lebar.
"Ah........!" teriak Naura saat ia akan berhasil menangkap kelinci itu dan kakinya justru tersandung pada akar pohon teh dan.....
Bruk....!
Naura jatuh.
Dengan sedikit meringis, Naura berdiri. Ia kaget melihat lututnya terluka begitu juga dengan lengannya.
"Dasar ceroboh!" Wisnu sudah berdiri di hadapan Naura. Ia menatap istri ketiganya itu dengan tatapan tajam.
"Aku hanya....." Naura tak dapat meneruskan perkataannya karena saat ia melangkah, kakinya justru terasa sangat sakit. Dan Wisnu tanpa di duga mengangkat Naura dalam pelukannya ala bridal style,.
"Juragan, turunkan aku!" teriak Naura panik.
"Bagaimana kamu bisa berjalan kembali ke rumah sementara kakimu terluka?" Tanya Wisnu sambil menatap istrinya itu sangat lekat dengan jarak yang begitu dekat. Naura bahkan dapat merasakan hangatnya napas pria itu dan aroma tubuhnya yang langsung membuat dada Naura berdetak kencang.
Dasar gaun pembawa sial! Aku akan merobek mu! Jerit Naura dalam hati saat Wisnu mulai berjalan sambil memeluknya.
***********
Duh, Naura ceroboh sekali kan?
Bagaimana juragan akan merawat kaki istrinya itu?
dukung emak terus ya