NovelToon NovelToon
ISTRI CANTIK SANG CEO TAMPAN : MISI BALAS DENDAMKU

ISTRI CANTIK SANG CEO TAMPAN : MISI BALAS DENDAMKU

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Kde_Noirsz

"Aku mati. Dibunuh oleh suamiku sendiri setelah semua penderitaan KDRT dan pengkhianatan. Kini, aku kembali. Dan kali ini, aku punya sistem."

Risa Permata adalah pewaris yang jatuh miskin. Setelah kematian tragis ayahnya, ia dipaksa menikah dengan Doni, anak kepala desa baru yang kejam dan manipulatif. Seluruh hidup Risa dari warisan, kehormatan, hingga harga dirinya diinjak-injak oleh suami yang berselingkuh, berjudi, dan gemar melakukan KDRT. Puncaknya, ia dibunuh setelah mengetahui kebenaran : kematian orang tuanya adalah konspirasi berdarah yang melibatkan Doni dan seluruh keluarga besarnya.

Tepat saat jiwanya lepas, Sistem Kehidupan Kedua aktif!

Risa kembali ke masa lalu, ke tubuhnya yang sama, tetapi kini dengan kekuatan sistem di tangannya. Setiap misi yang berhasil ia selesaikan akan memberinya Reward berupa Skill baru yang berguna untuk bertahan hidup dan membalikkan takdir.

Dapatkah Risa menyelesaikan semua misi, mendapatkan Skill tertinggi, dan mengubah nasibnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kde_Noirsz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 6 : Neraka di Balik Tirai Sutra

Cahaya matahari pagi yang masuk melalui celah gorden kamar utama terasa seperti sembilu yang menyayat mata Risa Permata. Ia terbangun dalam posisi meringkuk di atas lantai marmer yang dingin, tepat di samping tempat tidur besar yang dulu milik orang tuanya. Tubuhnya terasa remuk. Setiap inci kulitnya menjerit kesakitan, terutama di bagian lengan dan bahu yang dipenuhi memar biru keunguan akibat cengkeraman kasar semalam.

Di atas ranjang, Doni Wijaya masih tertidur lelap dengan posisi melintang. Suara dengkurannya yang berat memenuhi ruangan, terdengar sangat memuakkan di telinga Risa. Pria itu tampak sangat tenang, seolah-olah ia tidak baru saja menghancurkan hidup seorang wanita beberapa jam yang lalu.

Risa mencoba bangkit, namun rasa perih di sudut bibirnya membuatnya meringis. Ia melihat pantulan dirinya di cermin lemari jati. Gaun pengantin putih yang kemarin begitu diagungkan kini hanya berupa tumpukan kain robek yang kotor oleh debu dan noda darah kering dari hidungnya.

Ini bukan mimpi, batin Risa dengan air mata yang kembali merebak. Ini adalah kenyataan hidupku sekarang.

Tiba-tiba, Doni bergerak. Ia membuka matanya dan segera menatap Risa dengan pandangan yang dingin, tanpa ada sedikit pun rasa bersalah atau kasih sayang.

"Kenapa kau masih di lantai? Cepat bangun dan siapkan air mandi untukku," perintah Doni dengan suara serak khas orang bangun tidur.

Risa hanya diam mematung. Rasa takutnya mulai bercampur dengan kemarahan yang tertahan di kerongkongan.

"Kau tuli?!" bentak Doni sambil melemparkan bantal ke arah Risa. "Dengar, Risa. Mulai hari ini, tidak ada lagi pelayan yang akan melayanimu. Kau adalah istriku, dan tugas istri adalah melayani suami. Semua pelayan lama ayahmu sudah kupecat. Sekarang, aku bos di sini!"

Risa terpaksa menyeret langkahnya menuju kamar mandi. Ia memutar keran air dengan tangan gemetar. Di bawah guyuran air, ia mencoba membasuh luka-lukanya, namun setiap sentuhan air terasa seperti tusukan ribuan jarum. Ia melihat dokumen asuransi yang semalam ia temukan masih tergeletak di bawah meja rias. Doni rupanya terlalu sombong untuk menyembunyikannya dengan benar.

Setelah menyiapkan segala keperluan Doni, Risa berharap bisa beristirahat sejenak. Namun, penderitaannya baru saja dimulai untuk hari itu.

Doni menyeret Risa turun ke ruang makan. Di sana, Pak Surya dan beberapa orang kepercayaannya sudah menunggu. Mereka sedang menikmati sarapan mewah, sementara Risa dipaksa berdiri di sudut ruangan seperti pajangan yang tak berharga.

"Bagaimana malam pertamamu, Doni?" tanya Pak Surya sambil memotong roti. "Gadis ini tidak merepotkan, kan?"

Doni tertawa kasar sambil menarik kursi. "Dia sedikit keras kepala di awal, Ayah. Tapi setelah aku memberinya sedikit 'pelajaran', dia menjadi sangat pendiam. Benar kan, Risa?"

Doni menoleh ke arah Risa dengan tatapan mengancam. Risa hanya bisa menundukkan kepala, memandangi lantai yang dulu selalu dibersihkan dengan penuh kasih oleh pelayan setianya.

"Bagus. Pastikan dia tidak keluar rumah tanpa pengawasan," sahut Pak Surya dingin. "Aku tidak ingin ada gosip yang beredar di desa tentang memar di wajahnya. Katakan pada warga kalau dia sedang sakit karena berduka."

"Tentu, Ayah. Dia akan menjadi tawanan tercantik yang pernah ada," jawab Doni.

Setelah sarapan selesai, Doni mengajak Risa ke gudang belakang. Bukan untuk mengambil sesuatu, melainkan untuk menunjukkan "kekuasaannya" yang baru. Doni mengambil sebuah ikat pinggang kulit yang tebal dan memainkannya di tangannya.

"Kau tahu, Risa? Ayahku bilang, wanita itu seperti kuda liar. Jika tidak dicambuk, mereka tidak akan tahu siapa tuannya," ujar Doni dengan kilat kegilaan di matanya.

"Doni, tolong... apa salahku padamu? Aku sudah memberikan semua dokumen itu!" tangis Risa pecah. Ia mundur hingga punggungnya membentur rak-rak kayu yang berdebu.

"Salahmu? Salahmu adalah karena kau putri Baskoro! Ayahmu selalu meremehkan keluargaku! Dia selalu menganggap kami kotor karena cara kami berbisnis!" Doni melayangkan ikat pinggang itu ke arah lengan Risa.

CETAR!

Risa menjerit kesakitan. Rasa panas yang luar biasa menjalar di lengannya. Ia jatuh terduduk di lantai gudang yang kotor.

"Ini untuk setiap kali ayahmu menolak usul ayahku!"

CETAR!

"Ini untuk setiap kali kau menatapku dengan jijik di sekolah dulu!"

Doni terus melayangkan cambukannya tanpa ampun. Risa hanya bisa meringkuk, melindungi kepalanya dengan kedua tangan. Ia merasa setiap cambukan itu bukan hanya melukai kulitnya, tapi juga mengoyak sisa-sisa martabat yang ia miliki. Pria yang di depan publik tampak seperti penyelamat ini ternyata adalah seorang sadis yang menikmati rasa sakit orang lain.

Siksaan itu baru berhenti saat Doni merasa lelah dan berkeringat. Ia berdiri di atas Risa yang terengah-engah dan bersimbah air mata di lantai gudang.

"Sekarang, bersihkan tempat ini. Setelah itu, masuk ke dapur dan bantu masak untuk anak buahku. Jika aku mendengar kau mengeluh atau mencoba bicara dengan orang luar, aku akan memastikan luka ini menyebar ke seluruh tubuhmu," ancam Doni sebelum meludah ke arah Risa dan pergi meninggalkannya sendirian.

Risa terisak di tengah tumpukan barang bekas. Ia melihat telapak tangannya yang lecet dan berdarah. Rasa sakit fisik ini tidak seberapa dibandingkan dengan rasa hancur di batinnya. Ia baru menyadari sepenuhnya bahwa hidupnya kini tidak lebih dari sekadar objek pelampiasan dendam dan nafsu.

Sore harinya, Risa dipaksa bekerja di dapur. Namun, bukan untuk memasak makanan yang layak bagi dirinya sendiri. Ia hanya diberikan sisa-sisa nasi dingin dan lauk yang sudah hampir basi. Sementara itu, Doni dan anak buahnya berpesta di ruang tengah, merayakan keberhasilan mereka menguasai surat-surat hutan milik ayahnya.

Risa mencoba mendekati jendela dapur, berharap bisa melihat seseorang yang bisa ia mintai tolong. Namun, di luar sana, ia hanya melihat para penjaga berseragam safari yang membawa tongkat kayu, berpatroli di sekeliling pagar tinggi rumahnya.

"Jangan coba-coba, Nyonya Muda," suara salah satu anak buah Doni yang bertugas menjaganya di dapur mengagetkan Risa. Pria itu menatap Risa dengan pandangan mesum. "Tuan Doni sudah memberi perintah. Siapa pun yang mencoba membantumu lari, akan berakhir di dasar jurang seperti ayahmu."

Risa membeku. Konfirmasi itu bahwa ayahnya memang dibunuh datang lagi dari mulut orang lain. Rasa mual kembali menyerang perutnya. Ia terjepit di antara para pembunuh dan pengkhianat.

Malam kembali turun, membawa kegelapan yang lebih pekat bagi jiwa Risa. Ia dibawa kembali ke kamar utama dan dikunci dari dalam bersama Doni.

Doni sedang duduk di sofa sambil memeriksa beberapa dokumen. "Dengar, Risa. Besok pengacara akan datang untuk verifikasi tanda tanganmu di depan notaris. Kau akan memakai baju lengan panjang untuk menutupi ini," Doni menunjuk lebam di lengan Risa dengan ujung kakinya. "Kau akan tersenyum. Kau akan bilang bahwa kau sangat bahagia menikah denganku dan secara sukarela memberikan semua aset itu sebagai hadiah pernikahan. Mengerti?"

Risa hanya mengangguk lemah. Ia tidak memiliki energi lagi untuk melawan.

Doni berdiri dan mendekati Risa, lalu dengan kasar menariknya ke tempat tidur. "Bagus. Jadilah istri yang baik, dan mungkin aku akan memberimu makanan yang lebih enak besok."

Risa memejamkan matanya rapat-rapat saat Doni mulai menyentuhnya dengan kasar lagi. Ia mencoba memisahkan pikirannya dari tubuhnya, mencoba membayangkan dirinya berada di tempat lain, di masa lalu saat ayahnya masih ada dan memeluknya dengan hangat. Namun, rasa sakit fisik dan bau alkohol dari napas Doni terus menyeretnya kembali ke kenyataan pahit.

Di bawah siksaan yang berulang itu, Risa meratapi nasibnya. Ia merasa Tuhan telah meninggalkannya. Ia merasa tidak ada lagi jalan keluar. Namun, jauh di sudut hatinya yang paling gelap, sebuah api kecil mulai menyala. Bukan lagi api harapan, melainkan api kebencian yang murni.

Jika saja aku punya kekuatan... jika saja aku bisa memutar waktu... aku akan memotong lidahmu dan mematahkan tanganmu yang kotor ini, Doni, batin Risa di tengah isak tangis yang diredam oleh bantal.

Namun di kehidupan pertama ini, Risa Permata hanyalah seorang gadis malang yang terjebak dalam KDRT yang mengerikan. Ia belum tahu bahwa penderitaannya ini baru berjalan beberapa hari, dan masih ada ratusan hari penuh siksaan lainnya yang menantinya di masa depan, sebelum akhirnya maut menjemputnya dan memberinya kesempatan untuk membalas dendam melalui sebuah sistem yang tak terduga.

Untuk saat ini, Risa hanya bisa bertahan hidup, hari demi hari, dalam neraka yang disebut pernikahan.

Keesokan paginya, sebelum pengacara datang, Risa menemukan sebuah kotak kecil di bawah tempat tidur yang selama ini tersembunyi. Saat ia membukanya secara sembunyi-sembunyi saat Doni mandi, ia menemukan sebuah kamera pengintai kecil yang masih aktif.

Jantung Risa berdegup kencang. Siapa yang memasang ini? Apakah ada orang lain yang mengawasi rumah ini?

Belum sempat ia menyelidikinya, pintu kamar mandi terbuka dan Doni keluar dengan handuk yang melilit pinggangnya. Risa segera menyembunyikan kotak itu di balik punggungnya, namun matanya yang panik tidak bisa menipu Doni.

"Apa yang kau pegang di belakang punggungmu, Risa?" tanya Doni dengan suara rendah yang penuh ancaman, sambil melangkah mendekat.

1
Andira Rahmawati
hadir thor.. kerenn ...walau jln ceritanya agsk rumit sih👍👍👍
Ayu Nur Indah Kusumastuti: bener banget kak, tapi mungkin ini gaya authornya kak
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!