NovelToon NovelToon
Dua Akad Satu Cinta

Dua Akad Satu Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Angst / Poligami / Penyesalan Suami / Konflik etika / Tamat
Popularitas:333.3k
Nilai: 4.8
Nama Author: mama reni

Tiga Tahun berumah tangga, Amanda merasa bahwa pernikahannya benar-benar bahagia, tapi semua berubah saat ia bertemu Yuni, sahabat lamanya.

Pertemuan dengan Yuni, membawa Amanda pergi ke rumah tempat Yuni tinggal, dimana dia bisa melihat foto pernikahan Yuni yang bersama dengan pria yang Amanda panggil suami.

Ternyata Yuni sudah menikah lima tahun dengan suaminya, hancur, Amanda menyadari bahwa dia ternyata adalah madu dari sahabatnya sendiri, apakah yang akan Amanda lakukan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab Enam Belas

Di kota lain, Yuni dan Nathan sedang asyik bermain.

"Pelan-pelan, Nak, nanti jatuh,” ujar Yuni lembut sambil tersenyum.

“Iya, Bunda!” jawab Nathan tanpa menoleh, masih asyik dengan mainannya.

Baru saja Yuni hendak masuk ke dalam rumah, suara mobil berhenti di depan pagar. Ia menoleh. Sebuah mobil hitam berhenti perlahan, dan dari dalamnya keluar sosok perempuan paruh baya yang begitu ia kenal.

“Mama?” seru Yuni sedikit terkejut.

Perempuan itu tersenyum hangat sambil melambaikan tangan. “Yuni!”

Yuni buru-buru menuruni teras dan membukakan pagar. “Ya ampun, Mama datang tanpa kabar duluan.”

Mama Azka, perempuan berusia sekitar enam puluhan tahun, masih tampak anggun meski wajahnya mulai dipenuhi garis halus. Senyumnya lembut, matanya hangat seperti dulu saat pertama kali menerima Yuni sebagai menantu.

“Maaf, Mama datangnya mendadak,” ucap Mama Azka sambil memeluk Yuni pelan. “Mama kangen Nathan. Papa tak bisa ikut hanya titip salam.”

“Wah, Papa gimana kabarnya?” tanya Yuni sambil tersenyum kecil.

“Baik, sehat. Dia di rumah aja, malas jalan jauh katanya,” jawab Mama Azka sambil tertawa kecil.

Yuni mengangguk pelan, mempersilakan wanita itu masuk. Nathan yang melihat kedatangan neneknya langsung bersorak riang.

“Nenek!” teriaknya sambil berlari memeluk kaki Mama Azka.

“Nathan sayang!” balas sang nenek sambil menunduk dan mengelus kepala cucunya. “Aduh, udah makin besar aja. Nenek sampai kaget.”

Anak itu terkekeh. “Nenek bawa oleh-oleh?”

Mama tertawa geli. “Tentu dong. Nih, lihat nih, mobil-mobilan baru!”

Nathan bersorak gembira sambil menerima hadiah itu. Sementara Yuni hanya tersenyum, hatinya hangat melihat kedekatan mereka.

“Ma, masuk dulu yuk. Aku buatin teh ya,” ucap Yuni ramah.

Tak lama, mereka duduk di ruang tamu yang sederhana tapi rapi. Meja kayu di tengahnya sudah berisi teh hangat dan piring kecil berisi kue kering. Nathan duduk di lantai, sibuk membuka bungkus mainannya.

Mama Azka menatap sekitar rumah sambil menghela napas pelan. “Masih sama seperti dulu. Rapi, hangat, dan wangi. Rumah ini nggak pernah berubah.”

Yuni tersenyum. “Aku betah di sini, Ma. Soalnya banyak kenangan. Nathan juga udah nyaman.”

“Iya, Mama tahu. Makanya Mama senang masih bisa berkunjung ke sini.”

Beberapa saat mereka mengobrol ringan tentang apa saja. Namun di tengah obrolan itu, Mama Azka tampak beberapa kali melirik jam tangannya, seolah sedang menunggu waktu tertentu.

Yuni memperhatikan perubahan ekspresi itu. “Ma, kayaknya lagi buru-buru, ya?”

Mama Azka tersentak kecil. “Hm? Oh, enggak, enggak kok. Cuma ... sebenarnya Mama ke sini tuh sekalian ada pesan dari Azka.”

Nada Yuni sedikit menurun. “Pesan dari Azka?”

“Iya.” Mama menaruh cangkirnya pelan. “Azka minta tolong Mama buat jemput Nathan. Hari ini Nathan diajak ke rumah, katanya mau main sama Papanya.”

Yuni tampak sedikit terkejut, walau dia sudah tahu sebelumnya, tapi tak menyangka secepat ini akan dijemputnya. “Hari ini?”

“Iya. Katanya Azka kangen banget. Udah beli tiket pesawat pulang-pergi, jadi nanti Mama langsung bawa Nathan ke kota. Sore Mama sudah harus kembali.”

"Mama tak menginap dulu?" tanya Yuni heran. Biasanya sang mertua akan menginap dua hari.

"Tak usah, Nak. Papa di rumah sendiri," jawab Mama Azka.

Meski nadanya lembut, Yuni bisa merasakan sesuatu yang janggal. Ia mencoba tersenyum. “Boleh aku ikut, Ma?”

Pertanyaan itu membuat Mama Azka langsung menegang. “Ikut?”

“Iya, aku ikut ke rumah. Kan udah lama juga aku nggak ke sana. Pengen ketemu Papa sama Mama juga, sekalian biar Nathan lebih tenang.”

Mama Azka terdiam lama. Matanya berkedip cepat, seolah mencari alasan yang tepat. “Ehm, nanti gimana rumah kamu? Nggak mungkin ditinggalkan?"

“Tak apa, Ma. Kan ada bibi."

Mama tersenyum kaku. “Yuni, sayang, bukannya Mama nggak mau, ya. Tapi ... gimana ya ngomongnya.” Ia tampak ragu. “Azka cuma bilang Mama diminta jemput Nathan aja. Dia nggak bilang apa-apa soal kamu ikut.”

“Azka cuma minta Nathan?” tanya Yuni pelan. “Apa aku sebagai ibunya tak boleh ikut?”

“Iya, Nak. Mama juga kurang paham."

Ruangan mendadak terasa lebih hening. Hanya suara kipas angin yang berputar pelan di sudut ruangan. Yuni menatap wajah Mama Azka lama, senyumnya menipis.

“Ma, kenapa aku nggak boleh ikut? Apa ada sesuatu yang disembunyikan?”

Pertanyaan itu menusuk. Mama Azka langsung menunduk. Jari-jarinya meremas rok yang ia kenakan. “Nggak, Yuni. Nggak ada apa-apa, kok. Jangan salah paham, ya.”

“Tapi kenapa terasa aneh, Ma?” Yuni menatapnya dengan sorot mata lembut tapi penuh tanya. “Selama tiga tahun ini aku merasa sedikit aneh. Di awal pernikahan tak ada larangan bagiku untuk datang ke rumah mama."

Mama Azka menghela napas pelan. “Yuni, Mama cuma menjalankan permintaan Azka. Dia bilang pengen quality time sama anaknya."

“Cuma itu?” ulang Yuni pelan.

Mama mengangguk cepat. “Iya, cuma itu. Nggak ada yang lain.”

Yuni menatapnya beberapa detik tanpa berkata apa-apa. Dalam hatinya muncul perasaan tak enak, seperti ada sesuatu yang memang sengaja ditutupi. Namun, ia tidak ingin memperpanjang masalah ini.

Akhirnya, Yuni menghela napas dan mencoba tersenyum. “Baiklah, Ma. Kalau memang itu maunya Azka, aku nggak akan larang. Tapi tolong jaga Nathan, ya. Aku percaya sama Mama.”

Mama tampak lega, meski wajahnya masih tegang. “Tentu, Sayang. Mama janji. Nathan akan baik-baik saja.”

Nathan yang sedari tadi mendengarkan setengah hati, kini menatap bundanya dengan mata bulat. “Bunda, aku beneran mau ke rumah Ayah?”

“Iya, Sayang,” jawab Yuni sambil berlutut di hadapan anaknya. “Main yang baik, ya. Dengerin Nenek, jangan nakal.”

Nathan mengangguk semangat. “Iya, Bun! Aku bawa mainanku, ya?”

“Terserah. Tapi jangan semua, nanti koper Nenek penuh,” sahut Yuni sambil mencubit pipinya gemas.

Anak itu tertawa cekikikan, lalu berlari ke kamarnya mengambil beberapa mainan. Saat ia pergi, Yuni dan Mama Azka kembali duduk dalam diam.

Yuni akhirnya berkata pelan, “Ma, boleh aku tanya satu hal lagi?”

“Iya, Nak?”

“Azka sehat, kan?”

Mama Azka tampak sedikit kaget, tapi segera tersenyum tipis. “Sehat. Cuma agak sibuk kerja. Makanya dia jarang pulang ke sini.”

“Kerja?” gumam Yuni. “Sesibuk itulah sehingga tak bisa meluangkan waktu sehari atau dua hari menginap di sini?"

Mama terdiam. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Ucapan Yuni itu terasa halus, tapi mengandung banyak makna. Ia hanya menunduk dan berkata, “Yuni, kamu perempuan kuat. Mama tahu kamu bisa jalani semuanya. Dan Mama juga tahu, kamu masih punya hati yang besar buat Nathan. Itu yang paling penting.”

Yuni tersenyum tipis, menatap teh di depannya yang sudah dingin. “Iya, Ma. Aku nggak apa-apa kok. Aku udah belajar buat nggak berharap lagi. Sekarang yang penting Nathan bahagia.”

Mama Azka mengangguk, tapi hatinya perih. Dalam hati kecilnya, ia tahu Yuni masih menyimpan rasa, berharap Azka akan menerima dan mencintainya sepenuh hati. Dan di sisi lain, ia tahu kalau rahasia yang disimpan Azka suatu hari pasti akan terbuka.

Beberapa menit kemudian, Nathan sudah siap dengan ranselnya. “Aku udah siap, Nek!”

Mama Azka berdiri, mengusap kepala cucunya. “Pintar. Yuk, kita berangkat.”

Yuni menunduk dan mengecup kening anaknya. “Hati-hati di jalan, ya, Sayang. Jangan lupa doanya sebelum naik mobil.”

“Iya, Bunda,” jawab Nathan polos. “Bunda nggak ikut?”

Yuni tersenyum menahan sesak di dada. “Nanti, ya. Bunda tunggu di sini.”

Nathan mengangguk dan melambaikan tangan sambil digandeng neneknya menuju mobil. Dari teras, Yuni berdiri memandangi mereka sampai mobil itu perlahan menjauh. Angin berembus lembut, tapi di dadanya ada perasaan kosong yang sulit dijelaskan.

Begitu mobil keluar dari gang, Yuni masuk kembali ke rumah dan duduk di sofa. Ia menatap cangkir teh di meja, lalu bergumam lirih, “Kenapa aku merasa ada sesuatu yang nggak beres, ya ....”

Di dalam mobil, Mama Azka memegang tangan Nathan yang duduk tenang di kursi belakang. Anak itu memandang keluar jendela, menyenandungkan lagu kecil. Mama tersenyum lembut.

Telepon di pangkuannya bergetar. Nama “Azka” muncul di layar. Ia menjawab pelan.

“Halo, Nak. Mama udah di jalan.”

“Baik, Ma. Terima kasih ya. Tolong jaga Nathan dulu.”

“Tentu, Sayang. Tapi ....” Mama ragu sejenak. “Yuni sempat nanya kenapa dia tak boleh ikut?”

Suara di seberang terdengar pelan tapi tegas. “Jangan dulu, Ma. Amanda sudah mulai curiga!"

Mama menatap jalan di depannya. “Kamu harus segera siap, Azka. Rahasia itu nggak bisa disimpan terus.”

Azka diam. Hanya terdengar napas berat dari seberang. “Nanti aja, Ma. Sekarang belum waktunya.”

Sambungan telepon berakhir. Mama Azka menatap Nathan yang tertawa kecil karena melihat pesawat di langit.

“Semoga semuanya nggak berantakan ...," gumam Mama Azka, menatap langit yang mulai cerah.

1
Apriyanti
terimakasih thor 🙏
Sugiharti Rusli
memang sih si Yuni mencoba berusaha karena dia merasa mertuanya mendukung nya penuh agar bisa utuh lagi bersama Azka,,,
Sugiharti Rusli
apa mereka semua ga ada yang notice yah, apa fisik si Azka tidak berubah karena penyakitnya
Sugiharti Rusli
tentang suami kamu yang masih menyimpan rahasia, itu benar sekali Yun bahkan kalo suatu saat terbuka pasti akan menimbulkan luka mendalam bagi semua
Sugiharti Rusli
entah si Azka akan bertahan sampai berapa lama dengan penyakitnya yah,,,
Sugiharti Rusli
walo sekarang mereka sudah berpisah, sepertinya itu ga jadi masalah buat Azka buat tetap mencintai Amanda dengan caranya,,,
Sugiharti Rusli
sepertinya kamu tidak usah berharap banyak Yun, karena sampai menutup mata hati si Azka sudah terpatri buat Amanda
Sugiharti Rusli
entah kalo nanti keluarganya tahu tentang hal ini yah,,,
Sugiharti Rusli
pantas saja dia sampai terpukul seperti itu saat si Amanda pergi dulu yah, karena dia selama ini menyimpan penyakitnya
Sugiharti Rusli
lho ternyata si Azka menyimpan sesuatu yang hanya Tuhan, dirinya dan dokter yang tahu penyakitnya yah ternyata
Sugiharti Rusli
memang yah mungkin kalo posisinya dibalik, mungkin banyak yang bersikap sama seperti Yuni
Sugiharti Rusli
bahkan si Yuni marah ke si Azka hanya sekedarnya saja yah, dia ga mau mengakui kalo sang suamilah yang kecintaan sama si Amanda,,,
Sugiharti Rusli
karena sedari awal yang harus disalahkan memang kamu Manda di sini bagi Yuni
Sugiharti Rusli
apa Davino yang datang, ko dia bisa tahu keberadaan Amanda di sana
Sugiharti Rusli
kalo yang melihat dari luar seperti Yuni tadi pasti juga akan suuzhon jadinya melihat adegan tadi
Sugiharti Rusli
memang seharusnya baik Amanda maupun Azka tadi sudah jaga jarak yah, karena mereka sudah bukan suami-istri lagi
Sugiharti Rusli
sepertinya jurang kesalahpahaman yang terjadi dengan Yuni akan semakin melebar
Sugiharti Rusli
walo dia katakan di pesan akan berpamit secara benar, tapi kalo orang melihatnya kan dia tidak seperti itu,,,
Sugiharti Rusli
benarkan si Amanda membuat keputusan salah yang akan dia sesali kelak sih ini,,
Sugiharti Rusli
entah apa nanti yang akan Yuni lakukan melihat pertemuan mereka yah
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!