NovelToon NovelToon
The Absurd Girl And The Cold Flat Boy

The Absurd Girl And The Cold Flat Boy

Status: sedang berlangsung
Genre:Ketos
Popularitas:248
Nilai: 5
Nama Author: Irma pratama

Gimana jadinya gadis bebas masuk ke pesantren?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma pratama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pelatih Beladiri

...BAB 16...

...PELATIH BELADIRI...

Pagi itu, udara pesantren masih segar dengan hembusan angin yang membawa aroma embun. Arabella, santri yang dikenal Absurd dan juga Bar-bar juga berapi-api, tengah menjalankan tugas piketnya membersihkan halaman.

Dengan sapu di tangan dan tatapan fokus, dia menyapu dedaunan yang berserakan tanpa peduli pada santri lain yang masih malas-malasan.

Namun, ketenangannya terusik oleh tiga makhluk pengacau yang tak lain adalah trio santri julid, Balwa, Balwi dan Devan. Ketiganya memang terkenal suka mencari gara-gara, dan kali ini, Arabella menjadi target mereka.

“Eehh... Bella... rajin banget sih! Calon istri Ustad ya?” goda Balwa sambil tertawa lebar.

“Iya, jangan-jangan biar dilihat Ustad Izzam nih,” tambah Balwi, menambah bumbu.

ilustrasi

Devan yang paling jahil, malah mengambil segenggam pasir dan menaburkannya ke area yang baru saja disapu Arabella. “Loh... kok makin kotor, sih? Coba bersihin lagi dong, Bell!”

Arabella menghela napas panjang, menahan diri. Namun, ketika Devan mulai menendang-nendang sampah kearahnya, kesabarannya runtuh. Dengan sigap, dia mengambil sapu dan mengayunkan ke arah kaki Devan.

“Aww!” Devan melompat mundur sambil mengusap kakinya yang terkena ujung sapu. “Heh! Bar-bar banget sih lo?!”

“Kalian yang nyari masalah duluan!” balas Arabella garang. “Gue udah capek bersiin ni halaman, malah kalian tambah kotorin lagi. Mau gue sapu sekalian?!”

Balwa dan Balwi tertawa kecil, merasa itu hanya ancaman biasa. Namun, mereka lupa bahwa Arabella bukan santri biasa. Tanpa banyak pikir, Arabella meraih ember berisi air yang digunakan untuk menyiram tanaman dan...

BYUUURRRR!

Arabella menuangkan air ke kepala Devan.

“Astagfirullah!” devan melompat, bajunya basah kuyup total.

Balwa dan Balwi membelalakan mata. Mereka ingin tertawa, tapi takut nasib mereka sama dengan Devan.

“Masih mau julid lagi, hah?” tanya Arabella menyeringai puas.

Devan menggigil, wajahnya merah padam. Balwa dan Balwi buru-buru mundur, mengangkat tangan tanda menyerah.

“Udah, Bell... Kita becanda doang kok. Peace!” ujar Balwa setengah takut.

Arabella mendengus. “Ya udah, sana! Daripada kalian gangguin gue, mending bantuin!”

Tanpa banyak protes, trio santri julid itu langsung mengambil sapu dan mulai membersihkan halaman, takut kalau Arabella punya ide ‘hukuman’ lain.

Sementara itu, Arabella hanya tersenyum puas, kembali bekerja dengan lebih santai karena kali ini, dia punya tiga ‘asisten’ dadakan.

*****

Di hari yang sama, di ruang pertemuan pesantren, Ustad Jiyad mengajukan usulan yang cukup mengejutkan.

“Saya pikir, sudah saatnya kita punya pelatih beladiri di pondok ini. Dan menurut saya, Arabella sangat cocok untuk posisi itu.”

Para Ustad dan Ustadzah saling berpandangan. Mereka tidak bisa menolak kenyataan bahwa Arabella memiliki kemampuan luar biasa, terutama setelah insiden beberapa waktu lalu saat dia menghadapi geng motor yang mencoba membuat onar di sekitar pesantren. Keberanian dan kelihaiannya dalam bertarung membuat mereka kagum.

“Saya setuju,” kata Ustad Hamzah. “Arabella punya teknik yang baik dan mental yang kuat. Akan sangat berguna bagi santri-santri lain.”

“Benar, kita butuh seseorang yang bisa melatih santri untuk membela diri jika terjadi hal yang tidak diinginkan,” timpal Ustad Rahmat.

Namun, tidak semua setuju dengan ide itu.

“Saya tidak setuju!” potong Ustadzah Rahmah tegas. “Arabella memang hebat dalam bertarung, tapi dia juga absurd, jahil dan kadang konyol! Kalau dia yang melatih, saya khawatir latihan beladiri malah akan jadi ajang bercanda. Kita butuh pelatih yang serius dan disiplin.”

Para Ustad lain terdiam, memikirkan pendapat Ustadzah Rahmah. Memang benar, Arabella bukan tipe santri yang serius dalam segala hal. Tapi mereka juga tau, saat dibutuhkan, Arabella bisa sangat bisa diandalkan.

“Bagaimana kalau kita beri dia kesempatan dulu?” usul Ustad Jiyad. “Kita buat masa percobaan. Kalau memang latihan berjalan dengan baik, kita lanjutkan. Kalau tidak, kita cari pelatih lain.”

Setelah beberapa pertimbangan, akhirnya usulan itu diterima. Sekarang, tinggal bagaimana Arabella sendiri menghadapi tantangan barunya sebagai pelatih beladiri di pesantren.

*****

Keesokan harinya, seluruh santri dikumpulkan di lapangan utama. Ustad Jiyad berdiri di tengah, siap memberikan pengumuman penting.

“Anak-anakku sekalian,” katanya dengan suara lantang. “Mulai pekan depan, pesantren kita akan mengadakan pelajaran bela diri sebagai bagian dari kurikulum ekstrakulikuler!”

Sontak, para santri berbisik-bisik, ada yang bersemangat, ada yang penasaran.

“Dan untuk pelatihnya...” Ustad Jiyad menarik napas sejenak. “Arabella!”

Di barisan belakang, Arabella yang sedang asik menyeruput es teh langsung tersedak hebat.

Ukkkhuuukk.. Ukkhhuuuukkk... Ukkhhuuuukk...

“WHAAATTT?!!” teriaknya, mantanya membelalak kaget.

Semua santri menoleh ke arahnya, beberapa sudah mulai tertawa melihat reaksinya. Lalu Arabella pun buru-buru maju dengan wajah masih syok.

“Ustad, kok saya?! Kenapa bukan Devan? Atau Balwa? Bisa juga Balwi kan?”

Ustad Jiyad tersenyum santai. “Devan? Baru disiram air saja langsung menggigil semalaman. Balwa? Lari lima menit aja udah ngos-ngosan. Dan Balwi? Sekali kena pukul langsung pura-pura pingsan. Jadi siapa lagi yang lebih pantas selain kamu?”

Seluruh santri pecah dalam tawa. Devan, Balwa dan Balwi hanya bisa menunduk malu, sementara Arabella menatap Ustad Jiyad dengan ekspresi setengah pasrah setengah tak percaya.

“Astagfirullah... ini sih namanya jebakan batman!” gumam Arabella sambil mengusap wajahnya kesal.

“Ustad gimana kalo yang ngajar pelatih beladiri beneran, jangan saya deh Ustad...” Ujar Arabella masih berusaha mencari jalan keluar.

Ustad Jiiyad tertawa kecil. “Pelatih beladiri sungguhan? Memangnya kamu pikir yang kamu lakukan waktu lawan geng motor itu apa? Pertunjukan sulap?”

Santri lain kembali tertawa. Arabella terdiam, mulutnya sedikit terbuka, tidak membantah.

Iya juga sih...

“Lagipula, kalau kita panggil pelatih profesional dari luar, belum tentu mereka bisa memahami suasana dan aturan di pesantren kita,” lanjut Ustad Jiyad. “Kamu sudah terbiasa di sini, kamu tau bagaimana mengajar santri lain dengan cara yang sesuai. Dan paling penting, kamu sudah membuktikan sendiri bahwa kamu mampu!”

Arabella menarik napas panjang. Kali ini, dia benar-benar kehabisan alasan. “Hah... baiklah Ustad, saya terima tantangannya Ustad. Tapi kalo ada yang bandel, jangan salahin saya kalo mereka nangis ya?!”

“Itu yang kami harapkan!” sahut Ustad Hamzah, membuat semua santri kembali tertawa.

*****

Dan malam itu, di aula pesantren, para santri duduk rapih mengikuti pengajian yang dibawakan oleh Ustad Rahmat. Tema malam ini cukup mendalam— tentang orang tua dan bagaimana dosa anak dapat ditanggung oleh mereka.

“Anak-anak sekalian,” Ustad Rahmat memulai. “Ketahuilah bahwa setiap perbuatan yang kalian lakukan bisa berdampak pada kedua orang tua kalian. Jika kalian berbuat baik, orang tua kalian pun akan mendapat pahala. Namun, jika kalian berbuat dosa, maka orang tua kalian juga bisa mendapatkan imbasnya.”

Arabella yang biasanya mendengar pengajian sambil setengah mengantuk, kali ini duduk dengan serius. Hatinya terusik mendengar bagaimana setiap dosa yang dia lakukan bisa berdampak pada orang tuanya.

“Dan ingatlah,” lanjut Ustad Rahmat, “Doa seorang anak yang sholeh atau sholehah adalah doa yang mustajab bagi orang tuanya, bahkan setelah mereka meninggal dunia. Maka, perbanyaklah doa untuk kedua orang tua kalian.”

Arabella menunduk. Hatinya gelisah. Setelah pengajian selesai dan para santri mulai beranjak, Arabella masih tetap duduk di tempatnya. Dengan ragu, dia mendekati Ustad Rahmat yang masih dudu di depan.

“Ustad...” panggilnya pelan.

“Iya, Bella? Ada yang ingin ditanyakan?”

Arabella menggigit bibirnya sejenak sebelum bertanya. “Ustad, apakah doa saya untuk orang tua saya bisa mustajab seperti doa anak sholehah? Padahal kan saya masih jauh dari kriteria anak sholehah... saya masih sering jail, absurd, bar-bar dan belum bisa selalu patuh.”

Ustad Rahmat tersenyum bijak. “Bella, menjadi anak sholehah bukan berarti harus sempurna. Yang penting adalah niat dan usaha untuk terus memperbaiki diri. Allah melihat usaha kita, bukan hanya hasil akhir. Jika kamu mendoakan kedua orang tuamu dengan tulus, insyaallah doamu tetap akan sampai dan diterima oleh Allah.”

Mata Arabella sedikit berbinar. Sejenak dia terdiam, lalu mengangguk pelan. “Terima kasih Ustad... saya akan berusaha lebih baik lagi.”

Ustad Rahmat menepuk pundaknya ringan. “Itulah yang terpenting, terus berusaha menjadi lebih baik lagi. Allah selalu melihat niat baik hambanya.”

Arabella tersenyum kecil. Malam itu, dia tidur dengan hati yang lebih tenang, bertekad untuk menjadi lebih baik, sedikit demi sedikit.

Malam itu, saat seluruh santri sudah terlelap, Arabella masih belum bisa memejamkan matanya. Setelah berulang kali membolak-balikkan tubuh di atas kasur, dia akhirnya memilih keluar kamar untuk berjalan-jalan di sekitar pesantren.

Udara malam begitu sejuk, dan suasana hening menenangkan pikirannya. Namun, langkahnya terhenti ketika melihat seseorang duduk di kursi taman, di bawah cahaya lampu redup. Sosok itu tak lain adalah Ustad Izzan.

Ustad Izzan yang dikenal cuek, dingin, serta irit bicara itu terlihat husyuk membaca Al-Qur’an. Arabella sedikit terkejut. Dia tak menyangka ada orang lain yang juga tidak bisa tidur malam ini.

Setelah ragu sejenak, Arabella akhirnya memberanikan diri mendekat dan meminta ijin untuk duduk.

“Ustad, boleh duduk di sini?”

Ustad Izzan melirik sekilas, lalu mengangguk tanpa berkata apa-apa. Arabella pun duduk, tetapi menjaga jarak cukup jauh darinya. Dalam keheningan malam. Arabella tidak bisa menahan rasa penasarannya.

“Ustad... gimana menurut Ustad tentang jatuh cinta?”

Pertanyaan itu membuat Ustad Izzan terkejut. Dia menutup Al-Qur’annya perlahan, lalu menatap Arabella dengan ekspresi datar, tetapi jantungnya sedikit berdebar tanpa alasan yang jelas.

ilustrasi

“Jatuh cinta itu...” Ustad Izzan berdehem pelan, mencoba memberikan jawaban ilmiah. “Secara biologis, cinta itu dipengaruhi oleh hormon dopamin dan oksitosin yang bekerja dalam otak, sehingga bisa menimbulkan perasaan nyaman, bahagia dan keterikatan dengan seseorang.”

Arabella terdiam sejenak, lalu tiba-tiba tertawa kecil. “Ustad, serius amat sih jawabannya! Saya pikir bakal ada wejangan penuh hikmah, eh malah kayak pelajaran IPA.”

...ilustrasi...

Ustad Izzan menatapnya, sedikit terpesona dengan cara Arabella tertawa. Biasanya, dia tidak perduli dengan hal seperti ini, tapi entah mengapa tawa Arabella terasa berbeda. Tanpa sadar, sudut bibirnya sedikit terangkat dalam senyum kecil yang jarang sekali terlihat.

Arabella yang menyadari hal itu pun terdiam, sedikit bingung melihat ekspresi Ustad Izzan yang biasanya begitu dingin. Keheningan kembali menyelimuti mereka, tapi kali ini terasa lebih hangat dan nyaman.

Setelah tawa Arabella mereda, Ustad Izzan bertanya. “Kenapa belum tidur?”

Arabella menghela napas. “Aku kangen Mommy sama Daddy. Meskipun sering telpon, tapi rasanya tetep beda.”

Ustad Izzan terdiam. Dia tau bahwa Mommynya Arabella, Nilam sedang menjalani pengobatan kanker di Jerman. Sesuatu yang Arabella sendiri belum tau. Dengan suara tenang, dia berkata..

“Kalau begitu, teruslah doakan mereka. Doa seorang anak sholehah sangat berarti untuk orang tua. Kalau susah tidur, cobalah membaca Al-Qur’an atau dzikir. Itu bisa membuat hati lebih tenang.”

Arabella menatapnya, terdiam sejenak sebelum mengangguk pelan. “Hmm... Makasih, Ustad.”

Saat Arabella hendak pergi, dia menatap Ustad Izzan dengan mata berbinar.

“Oh iya, Ustad. Kalo bisa jangan sering-sering senyum, ya. Takutnya kalo Ustad senyum terus, pesantren ini bisa runtuh gegara senyumnya Ustad bisa merobohkan hati para penghuninya. Hahahaha...”

Ustad Izzan yang dingin dan cuek itu mendadak salting brutal. Wajahnya sedikit memerah, dan dia terbatuk kecil untuk menutupi kegugupannya. Arabella tertawa puas, lalu berlari pergi sebelum Ustad Izzan sempat membalas.

Dari kejauhan, Ustad Izzan hanya bisa menghela napas sambil tersenyum tipis, menatap sosok Arabella yang menghilang di balik lorong pesantren.

“Dasar! Gadis nakal...” lirihnya.

Di balkon kamar pengurus... Ustad Azzam melihat interaksi mereka merasa cemburu, dia bertekad untuk mendekati Arabella lebih sering lagi.

1
Tara
jodohmu kaga jauh ...smoga cepat bucin ya...🤭🫣🥰😱🤗👏👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!