Heavenhell Athanasia Caventry pernah percaya bahwa cinta akan menyelamatkan hidupnya. Namun, lima tahun pernikahan hanya memberinya luka: suami yang mengkhianati, ibu yang menusuk dari belakang, dan kehilangan terbesar, bayi yang tak sempat ia peluk. Saat ia memilih mengakhiri segalanya, dunia ikut runtuh bersamanya.
Namun takdir memberinya kejutan. Heavenhell terbangun kembali di masa remajanya, sebelum semua penderitaan dimulai. Dengan ingatan masa depan yang penuh darah dan air mata, ia bertekad tidak lagi menjadi pion dalam permainan orang lain. Ia akan menjauh dari Jazlan, menantang Loreynzza ibu yang seharusnya melindungi, dan membangun kehidupannya sendiri.
Tapi kesempatan kedua ini bukan sekadar tentang mengubah masa lalu. Rahasia demi rahasia yang terkuak justru menggiring Heavenhell pada jalan yang lebih gelap… sebuah kebenaran yang dapat membalikkan segalanya.
Kesempatan kedua, apakah ini jalan menuju kebebasan, atau justru jebakan takdir yang lebih kejam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eireyynezkim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jawaban Terus Terang
Selepas kejadian kemarin, Heavenhell menjadi lebih bersemangat untuk memanas-manasi Aretha. Terlebih ia yakin 100% jika Valdrin dan Adhvan berada di pihaknya. Jadi Heavenhell lebih menggebu-gebu lagi dalam membalaskan rasa sakitnya.
Biarlah ia dikata pendendam, emang iya. Tidak akan ia biarkan Aretha berakhir happy ending di kehidupan ini. Sudah cukup, semua kesakitannya yang berakar dari Aretha maka dari itu akan ia berantas gadis tidak tahu diri itu. Dan caranya adalah dengan mendapatkan hati Alvarez.
"Kak Alvarez, dari kapan jago main basket?" tanya Heavenhell basa basi ketika tengah menemani Alvarez bermain basket di lapangan.
Lelaki itu menoleh sejenak sebelum melakukan gerakan shooting. "Dari SD mungkin."
"Emm.. Kak Alvarez beneran deket sama Aretha yah?" tanya Heavenhell iseng membuat Alvarez berhenti men-dribble bola basket yang berada didepannya. Perhatiannya sepenuhnya tertuju pada Heavenhell.
"Deket dalam hal apa dulu?" tanya balik Alvarez.
"Yah kayak orang yang lagi pdkt gitu," jawab Heavenhell asal.
"Kayak kita sekarang?"
Heavenhell tersentak pelan ketika Alvarez tiba-tiba mengatakan hal tadi. Padahal maksudnya bukan seperti itu. Ia hanya ingin memancing kecemburuan Aretha yang tengah bersembunyi dibalik tong sampah dan menguping.
"Bukan, tapi banyak yang bilang kalo kalian deket. Jadi gue nggak enak aja sama Aretha," alibi Heavenhell.
"Lah ngapain nggak enak, gue sama dia nggak ada apa-apa. Cuman temen doang, gue kasian liat dia selalu terbully jadi yah gue tolongin kalau kebetulan gue disana. Selebihnya B aja sih, bukan tipe gue juga," jelas Alvarez santai sambil memasukkan kembali bola basket ke dalam ring.
Deg!!!
Heavenhell ternganga mendengarkan jawaban terus terang dari Alvarez. Ternyata memang benar bahwa terkadang mulut lelaki itu tidak ada filternya bahkan lebih kejam dari mulut seorang wanita.
Padahalkan Heavenhell membayangkan Alvarez hanya menjawab ala kadarnya bukan malah dijabarkan lebih lanjut. Ini hati Aretha aman nggak yah? Heavenhell menengokkan kepalanya sedikit untuk mengintip Aretha yang ngumpet dibalik tong sampah.
Tidak ada. Aretha sudah tidak ada disana lagi. Apa ia sudah pergi dengan bergelimang air mata karena ucapan Alvarez barusan. Tapi ia juga akan bereaksi sama sih kalau gebetannya mengatakan hal tadi. Tapi yaudahlah kan emang itu tujuan Heavenhell dan Alvarez mewujudkannya dengan sangat sempurna.
......................
Setelah menemani Alvarez di lapangan basket, Heavenhell pun melangkahkan kakinya kearah kelas. Sebentar lagi bel masuk sehingga ia harus cepat kembali ke kelasnya atau Jazlan akan rewel karena dirinya terlambat. Malas kali dia mendengarkan omelan lelaki itu.
Langkah kaki Heavenhell menggema pelan di koridor sekolah, ia hendak berbelok kearah tangga sekolahnya hingga matanya menangkap pemandangan yang aneh. Disana tepat di sebelah anak tangga, ia mendapati Aretha memeluk erat Jazlan sambil menangis.
Jantung Heavenhell rasanya berhenti berdetak untuk sejenak. Rasanya dejavu, sangat dejavu. Yang dimana ia mengingat bahwasanya di kehidupan lalu Aretha juga memeluk Jazlan sama eratnya ketika Alvarez meninggal karena kecelakaan pesawat. Aretha menghabiskan beberapa jam menangis dipelukan Jazlan kala itu dan ia hanya bisa bersabar karena mencoba mengerti situasi yang sedang terjadi. Pelukan yang menjadi awal dimana Jazlan menggantikan posisi Alvarez.
Flashback on
Suara isak tangis dan juga para tamu-tamu yang mengenakan pakaian serba hitam menjadi pemandangan di sebuah rumah besar tersebut. Sebuah peti mati terletak di tengah-tengah ruangan dengan sebuah pigura foto didepannya. Sesosok pria tampan yang tersenyum.
"Hiks... hiks... Alvarez, bangun. Kembali sama aku, aku nggak tau harus ngapain tanpa kamu. Melody, putri kita masih sangat butuh kamu, Dav. Please.. Alvarez," isak Aretha sambil membenamkan wajahnya diatas peti mati suaminya, pujaan hatinya, dan cinta pertamanya. Kilasan-kilasan kenangan mereka memenuhi pikiran Aretha dan membuatnya sesak. Baru 2 tahun mereka menikah namun ia sudah menyandang status janda.
"Aretha, yang sabar nak. Jangan gini terus, Melody bisa ikut sedih kalau kamunya gini," kata Loreynzza mengelus pelan baju Aretha yang sangat terpukul dengan kepergian suaminya.
Jazlan yang baru saja datang bersama Heavenhell memilih menghampiri Loreynzza sang ibu mertua untuk menyampaikan belasungkawanya. Walaupun kehadirannya dan Heavenhell dihadiahi cibiran dari tamu-tamu yang lain namun ia berusaha kuat dan abai. Bagaimanapun juga Alvarez itu seniornya saat SMA serta bisa dibilang iparnya juga sih.
"Aretha, gue turut berduka cita yah atas kepergian kak Alvarez. Semoga lo kuat," ujar Jazlan menepuk pelan bahu Aretha. Ia lalu beralih ingin mengobrol ringan dengan Loreynzza namun tiba-tiba Aretha memeluknya erat dan menangis keras di dadanya.
Pria itu sebenarnya merasa canggung karena ditatap oleh orang banyak tapi ia masih bersimpati juga dengan keadaan Aretha sekarang. Sehingga ia memilih untuk membalas pelukan Aretha dan membiskkkan kata-kata penenang. Tanpa menyadari Heavenhell yang terluka dengan pemandangan itu. Suaminya sendiri memeluk wanita lain di depannya tanpa memikirkan perasaannya.
Flashback off
Nafas Heavenhell terasa terengah-engah ketika mengingat kembali kenangan pahit itu. Walaupun keadaannya agak berubah karena tidak seperti dulu yang dimana Jazlan membalas pelukan Aretha dengan erat juga lalu membisikkan kata-kata menenangkan. Sekarang Jazlan terlihat tidak nyaman dan terlihat ingin melepaskan pelukan Aretha namun gadis itu terlihat tidak ingin melepaskan pelukannya.
Heavenhell memalingkan pandangannya dan segera melanjutkan langkahnya. Ia tidak peduli lagi sekarang. Keadaan mereka sudah berubah. Yah benar ia tidak peduli.
Tes!
Setitik air mata jatuh di pipi Heavenhell ketika ia melanjutkan langkahnya. Sudah ia bilang jika ia tidak peduli tapi kenapa air mata sialan ini tidak mau berhenti mengalir. Dengan kasar Heavenhell mengusap air matanya dan tetap berjalan kearah kelas. Ia tidak boleh menunjukkan kesedihannya didepan siapapun terutama di depan Jazlan. Dasar lelaki kerdus.
......................
"Eh lo siapa sih? Ngapain lo meluk-meluk gue. Gue nggak buka jasa peluk, anjay. Etdah," kata Jazlan mencoba melepaskan dengan kasar pelukan Aretha. Niatnya yang tadi ingin mengintip Heavenhell dan Alvarez batal karena si cewek ini entah nongol darimana tiba-tiba nemplok di pelukannya bak cicak-cicak di dinding.
"Maaf kak, aku lagi sedih banget. Butuh sandaran," balas Aretha.
"Dihh... Lo pikir gue batu nisan eh maksud gue batu sandaran. Salah gue gitu kalo lo sedih," balas Jazlan melepaskan pelukan Aretha. Ia menatap seragamnya yang dipenuhi air mata.
"Elo goblok banget sih jadi orang, liat nih baju gue basah gara-gara air mata buaya lo," oceh Jazlan kesal. Sial sekali dirinya hari ini, akan ia tandai hari sebagai hari tersial di hidupnya. Lagian cewek didepannya ini siapa sih? Main peluk-peluk aja.
Aretha mengusap air matanya dan menundukkan kepalanya. "Sekali lagi maaf, kak. Tadi aku refleks," balas Aretha membuat Jazlan berdecak pelan. Dengan kesal ia pun meninggalkan tempat itu.
"Aku tau kakak suka sama kak Heavenhell," kata Aretha yang sukses menghentikan langkah Jazlan. Lelaki itu menoleh dan menatap Aretha.
"No debate."
Aretha tersenyum sinis. "Aku tau juga kakak cemburu sama kedekatan Kak Alvarez sama Kak Heavenhell. Makanya aku mau nawarin kerjasama," tawar Aretha. Jazlan membalikkan tubuhnya ke arah Aretha.
"Maksudnya?" tanya Jazlan.
"Kita kerjasama buat misahin mereka maksudnya supaya mereka nggak deket lagi. Aku suka sama kak Alvarez dan kakak suka sama kak Heavenhell. Jadi kalo kita bersatu kita bisa dapetin apa yang kita mau," jelas Aretha dengan nada tenang.
Jazlan berpikir sejenak sebelum melangkahkan kakinya kearah Aretha. Tangannya ia masukkan ke dalam saku sebelum mencodongkan wajahnya kearah Aretha.
"Rencananya bagus cuman cheesy. Gue bukan anak bawang yang bakal ngelakuin itu. Dibanding gabung sama rencana lo yang basi itu mending gue jalan sendiri. Lagian Heavenhell itu punya gue, mau Alvarez jungkir balik buat ngedapetin Heavenhell toh ujung-ujungnya dia bakal jadi milik gue. Jadi simpan rencana lo itu untuk diri lo sendiri," balas Jazlan dengan senyum sinisnya sebelum meninggalkan Aretha sendirian.
Gadis itu mengepalkan tangannya geram dengan respon yang diberikan Jazlan padanya. Sial sekali karena cowok itu karena menolak rencananya. Padahal ia sudah lama mengamati tingkah Jazlan yang terang-terangan menunjukkan ketertarikan pada Heavenhell dan berharap lelaki itu mau membantunya.
"Well, mati satu tumbuh seribu," gumam Aretha. Ia tidak boleh menyerah, Jazlan bukan satu-satunya jalan masih ada jalan lain yang terbuka untuknya. Dan akan Aretha temukan bagaimanapun caranya. Seperti kata Jazlan bahwasanya Heavenhell adalah miliknya maka Alvarez juga adalah miliknya.
"Dasar cewek prikk.." gumam Jazlan ketika melihat raut wajah Aretha di atas tangga. Setelah itu ia bergegas ke lokernya untuk mengganti seragamnya yang basah karena airmata buaya Aretha.