Elsheva selalu percaya keluarga adalah tempat paling aman.
Sampai malam itu, ketika ia menjadi saksi perselingkuhan terbesar ayahnya—dan tak seorang pun berdiri di pihaknya.
Pacar yang diharapkan jadi sandaran justru menusuk dari belakang.
Sahabat ikut mengkhianati.
Di tengah hidup yang runtuh, hadir seorang pria dewasa, anggota dewan berwajah karismatik, bersuara menenangkan… dan sudah beristri.
Janji perlindungan darinya berubah jadi ikatan yang tak pernah Elsheva bayangkan—nikah siri dalam bayang-bayang kekuasaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yazh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Davina
.
.
.
Suara petir menggelegar disertai kilatan putih membangunkan tidur Els. Matanya yang berat ia paksakan untuk terbuka sebab tirai jendela kamarnya terbang-terang tertiup angin yang kencang. Ia belum sempat menutupnya tadi karena Heksa sudah menyerangnya dengan begitu brutal. Mana sempat dia memikirkan jendela, pinggangnya tidak patah saja dia sudah bersyukur.
Els membalikkan badan ingin membangunkan Heksa yang tidur seperti bayi, sudah dia goyang-goyangkan lengannya tetap saja tidak mau bangun. Sepertinya dia kehabisan tenaga. Els kesulitan unutk meloloskan diri karena lengan besar pria itu mendekapnya cukup erat.
"Sayangg, aku mau tutup jendela ihh. Dingin," kata Els, menepuk-nepuk pipi Heksa. Sedikitpun pria itu tidak terusik. "Ada topan, tornado yyanggg." kata Els lagi, mulai kesal. Ia sudah kedinginan, angin yang masuk terlalu kencang, apalagi sedang hujan deras. Sementara tubuh polos mereka hanya tertutup selimut setengahnya.
Angin berembus makin kencang, Els hanya bisa pasrah saja, tubuh lelah Heksa seperti orang yang pingsan. Ia hanya bisa menarik selimut tebalnya sampai menutupi seluruh tubuhnya.
Els menelan ludah menatap dada bidang suaminya yang telanjang. Melihat beberapa bercak merah hasil kerja dari biibir mungilnya. Ahh! Dia kelepasan, harusnya tidak membuat tanda merah itu, pasti Davina bisa akan curiga nanti. Els jadi malu sendiri, dia yang dari dulu begitu menjaga diri kini berubah menjadi kelinci liar yang selalu kehilangan kewarasan ketika menghadapi suami mesumnya.
Gemas melihatnya tak juga bangun, Els menyentuh kulit lembut yang tercetak jelas membentuk dada bidang itu menjadi sangat menggoda. Ia tahu hanya dengan begitu Heksa akan terbangun. Bukan hanya angin besar yang mengusik Els tapi juga dering ponsel milik Heksa yang tak mau berhenti.
Benar, ketika jari telunjuk Els menarik garis lurus dari dada sampai ke atas perutnya, saat itu juga ia merasakan sesuatu yang tak seharusnya ia sentuh. Tangan heksa menangkap pergelangan tangan mungilnya, Els hanya bisa nyengir. "Hihi, ponsel kamu berisik tuh!" ujar Els gelagapan, malu sendiri dengan tingkahnya.
Sempat ragu, tapi akhirnya Heksa membalikan badan meraih ponselnya. Dari seberang, suara manja istrinya langsung terdengar.
“Mas, kamu di mana?”
“Besok sore aku pulang.”
“Ohh, kirain hari ini. Aku kangen, lho.”
“Iya, besok.”
Panggilan berakhir, ia langsung memesankan makanan kesukaan Els.
"Sayangg, udahaku pesenin makan. Kamu mau nambah apa?"
"Mm, jus kiwi aja deh. Kamu nginep mas? Udah malam banget loh kalau mau pulang."
Pria itu menatap wajah Elsheva penuh binar, berbeda dengan raut wajahnya saat mengangkat telphon tadi. " Iyaa lahh aku nginepp, aku mau melepas penatku setelah bekerja tiga hari di luar kota. Kalau pulang sekarang bukannya penatku hilang malah tambah sumpeg. Kamu siap melayani aku semalaman, hmm? Kita baru satu round babe, tubuh kamu selalu memabukkan, aku nggak ingin berhenti rasanyaa."
"Of course. Apapun yang kamu mau, yangg."
Els harus melakukan pekerjaannya dengan totalitas. Sebenarnya Heksa bukan tipe yang maniak atau semacamnya, dia hanya pria yang sangat manja dan haus perhatian. Selama ini pun, hanya Heksa lampiaskan pada Els seorang, wanita yang pertama kali membuat ia berani memutuskan berbuat hal sampai sejauh ini.
Bersama Els, ia bisa jadi dirinya sendiri. Dia bisa menjadi manja, bercerita tentang kesehariannya dan selalu dimanja balik. Sementara istrinya, Davina—terlalu sibuk dengan dunia sosialitanya, hingga lupa bagaimana seharusnya melayani dan memanjakan seorang suami. Hubungan mereka hanya formalitas, sementara kasih sayang nyata Heksa temukan pada diri Els. Wajar saja kalau Heksa akan emmilih menghabiskan waktunya elbih banyak dengan Els daripada dengan Davina.
Heksa sanggup memberikan semuanya untuk Els asal dia bisa mendapatkan kasih sayang dan pelayanan memuaskan darinya.
***
“Oppa, aku heran. Gimana bisa istri kamu nggak klepek-klepek sama ketampananmu? Kamu masih muda, kulit kamu putih bersih kayak bayi, tubuh kamu bagus, wajah kamu juga lebih dari tampan sebenarnya tapi sangat tampan. Uang juga, nggak perlu ditanyakan lagi kan? " ujar Els, sambil menatap kagum pada pria yang baru saja keluar kamar mandi hanya dengan melilitkan handuk di pinggangnya.
Keesokan paginya Heksa harus bersiap lebih awal, karena ada meeting pagi yang harus ia hadiri.
Pria itu tertawa kecil, membalas dengan kecupan. "It's cause I found you babe." dengan nakalnya Els menarik lengan Heksa hingga terjatuh di tas tubuhnya yang hanya berbalut selimut di kasur.
"kamu mau sesuatu? Hm." Heksa tahu, ketika Els mendadak memberi servis lebih, pasti selalu ada sesuatu yang sedang ia inginkan. Benar saja, Els langsung memasang senyum termanis sebelum berbicara lagi.
"Mm.. Besok ada seminar medis penting di Luxury hotel, aku dapet tugas buat bikin ulasan acara itu, masalahnya aku belum registrasi, kemarin buru-buru pulang nemuin kamu, kan? "
Heksa mengangguk, “Tenang, aku minta Gwen untuk atur kursi VIP buat kamu. Tapi, simpan pelayanan kamu ini buat besok, aku ada rapat pagi nggak boleh telat, yangg.” ucap Heksa sambil menarik tubuh, merapikan jasnya.
"Okay, 3 seat yaa?"
"Iyaa, aku berangkat dulu yaa." Els menerima uluran tangan HEksa lalu mencium punggung tangannya, layaknya seorang suami yang pamitan kerja pada istrinya. Tak lupa juga membubuhkan kecupan di kening dan bibirnya.
"Eh, aku udah siapin sarapan sama bekal buat di kantor. Jangan lupa di makan."
"Iyaa. Pasti."
Els kembali meringkuk manja di balik selimut, puas dengan jawabannya. Lagi-lagi, ia berhasil membuat Heksa makin jatuh padanya. Bertahun-tahun menikah tak pernah ia dapatkan perhatian sekecil itu dari Davina.
______________
Seharian ini aktivitas Heksa begitu padat, banyak yang harus ia urus. Begitu juga dengan Els, jadwal kuliahnya dari pagi sampai siang full dengan kegiatan di lab. Mereka bahkan tak sempat bertukar pesan.
Heksa menghela napas kasarnya sore itu setelah mobil yang ia kendarai memasuki pekarangan rumahnya. Gwen sang assisten sampai bosan mendengar keluhannya sejak keluar kantor tadi. " Kalau tidak mau pulang, yaa tidak usah pulang pak. Mau saya antar ke appart nyonya kecil?" tawar Gwen, meledek lebih tepatnya.
" Maunya sii gituu, coba yang lagi nungguin di rumah itu Elsheva pasti lari kenceng saya kerumah." Heksa jadi membayangkan Els lagi. Hufh! Dia seperti anak-anak gen Z yang sedang jatuh cinta saja.
Gwen tersenyum tipis. "Bu Davina belum sampai rumah pak, tadi masih di butik." tidak kaget lagi, Heksa sudah terbiasa dengan hal itu.
"Hufh! Sudah bisa ku tebak, dia hanya kangen uangku. " pintu mobilnya terbanting cukup keras hingga Gwen sedikit tersentak karenanya, langkahnya melebar memasuki rumah besar di depannya itu.
Jam delapan malam, Davina baru sampai di rumah dengan empat paperbag tergantung di dua sisi tangannya.
“Hai sayang, maaf ya kebablasan sama temen-temen,” katanya santai. Kakinya terayun cepat ke arah suaminya yang sedang sibuk di meja kerja.
Heksa masih menatap laptopnya, malas merespons.
“Tiga hari aku di luar kota. Apa nggak pengin luangin waktu buat aku?” suaranya terdengar dingin.
.
.
.
semangat kakak 🤗🤗