Farraz Arasy seorang pemuda biasa tapi mempunyai kisah cinta yang nggak biasa. Dia bukan CEO, bukan direktur utama, bukan juga milyarder yang punya aset setinggi gunung Himalaya. Bukan! Dia hanya pemuda tampan rupawan menurut emak bapaknya yang tiba-tiba harus terikat dalam hubungan cinta tak beraturan karena terbongkarnya rahasia besar sang calon istri sebelum pernikahan mereka terjadi!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dfe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bocil rasa begal
Mobil Arraz tiba di sebuah warung makan yang lumayan ramai, memang jam makan siang seperti ini akan sangat banyak manusia kelaparan yang singgah untuk menuntaskan hasrat cacing kremi di perut masing-masing.
Yang tadinya Arraz hanya berniat mengisi perut menemani Zea, dia malah menemukan pemandangan yang membuat matanya agak memicing memastikan siapa yang dia lihat di seberang sana.
"Zea, kamu lihat wanita di meja sana? Apa itu Dewi?" Tanya Arraz pada Zea.
"Mana mas? Owh iya. Itu mbak Dewi. Ayo ajak makan bareng kita sekalian mas." Hampir saja Zea berteriak memanggil Dewi tapi langsung dicegah oleh Arraz.
"Nggak usah dipanggil Zea. Biarin aja." Ucap Arraz masih menatap ke arah Dewi.
Bohong kalau bilang di hatinya sudah luntur semua rasa untuk betina di seberang sana, tapi untuk langsung memaafkan Dewi atas semua kebohongan yang Dewi lakukan juga tidak mungkin dilakukan.
"Mas, cinta banget sama mbak Dewi ya?" Tanya Zea menopang pipinya dengan kedua tangan di meja. Dia asik aja melihat pemandangan suaminya menatap wanita lain. Nggak ada cemburu-cemburunya sama sekali.
"Cinta? Bocah kayak kamu ngerti apa soal cinta, hmm?" Arraz menyadari jika tingkahnya yang seperti ini malah terlihat seperti seorang yang amat sangat tolol. Dia bersama istrinya tapi malah menatap ke arah wanita lain, ya meski wanita lain itu adalah istrinya yang lain juga.
"Zea. Apa kamu cemburu kalo saya dekat sama Dewi?" Tanya Arraz.
"Nggak. Untuk apa cemburu. Saya menganggap mas sebagai kakak saya. Yang terhubung dengan saya secara tidak sengaja. Saya tau sebelum kejadian malam itu, mas Arraz sudah merencanakan menikah dengan mbak Dewi. Jadi gunanya saya cemburu itu untuk apa?" Jawab Zea terus terang.
"Kamu nggak suka sama saya?" Tanya Arraz lagi.
"Suka lah. Mas kan mau biayai saya sekolah. Ngasih fasilitas yang nggak bisa saya dapat jika saya nggak dinikahi sama mas Arraz." Jujur sekali bocah ini.
"Eeemh.. Mas, apa mas Arraz punya rencana bercerai dari saya suatu hari nanti?" Giliran Zea yang bertanya.
"Enggak. Mungkin kamu anggap saya hanya sebagai kakak tapi di hari ketika saya mengucapkan ijab kabul dan menjadikan kamu istri saya, saya juga berjanji pada diri saya sendiri untuk tidak menyakiti kamu. Saya akan membalas kebaikan kamu yang mau membantu saya dengan berusaha membahagiakan kamu. Jika bahagia mu adalah dengan menghabiskan uang saya, ya saya siap bekerja seumur hidup saya, menghasilkan uang yang banyak untuk bisa bikin kamu bahagia." Arraz berkata tanpa ekspresi apapun. Seperti orang yang sedang pidato.
Zea memiringkan kepalanya. Hanya tersenyum kecil. "Kata-kata mas tadi manis banget ya. Tapi maaf saya nggak baper."
Arraz ikut tersenyum. "Saya juga nggak berniat baperin bocil kayak kamu."
"Berarti selamanya saya akan jadi istri mas Arraz?"
"Iya."
"Oowh tidak bisa, mas. Saya nggak mau jadi istri yang disembunyikan selamanya. Saya dilarang pacaran sama orang lain, dilarang minta cerai, nggak boleh dekat sama laki-laki lain, tapi status saya hanya istri siri. Istri yang nggak dianggap statusnya di mata hukum. Apa itu adil untuk saya, mas?"
Pertanyaan Zea membuat Arraz sedikit kaget. Bocah itu bisa berpikir jauh ke masa depan! Di balik muka polosnya, ternyata Zea punya kepandaian yang dia sembunyikan.
"Kalau kamu sudah cukup umur, kita bisa mendaftarkan pernikahan kita di KUA, Zea."
"Itu juga nggak mungkin. Mas kan PNS, PNS dilarang punya istri lebih dari satu. Misalkan boleh nikah lagi, akan ada proses ribet dan panjang buat ijin pada atasan mas. Atau pengen yang lebih sederhana? Mas harus menceraikan salah satu atau salah dua dari saya dan mbak Dewi. Misal sudah dihadapkan dalam situasi kayak gitu, mas mau pilih siapa?"
Waah.. Bocah ini... Beneran ya yang ngomong di depan Arraz ini Zea yang itu, Zea yang belum genap 16 tahun? Zea si bocil polos yang nemplok di dinding? Zea yang mau mau aja dijadiin tameng karena kekecewaan serta sakit hati Arraz terhadap Dewi? Tapi kok beda! Bocah di depannya ini terlalu cerdas nggak sih?!
"Pilih kamu." Jawab Arraz cepat.
"Kenapa pilih saya? Belum tentu kedepannya tidak akan muncul Zea Zea yang lain, kan? Bisa aja mas Arraz diam-diam nikah siri. Atau--"
"Nggak ada yang seperti itu, Zea. Kita menikah baru beberapa hari tapi kamu mikirnya jauh beberapa tahun ke depan. Sekarang makan. Habiskan makanan kamu, keburu dingin. Saya nggak pengen kamu jadi makin cungkring setelah menikah dengan saya."
Zea mengangguk. Dia melahap apa yang ada didepannya. Seperti obrolan berat tadi tidak pernah terjadi. Tapi tidak dengan Arraz, dia terus terngiang perkataan Zea. Bagaimana dia menghadapi pernikahan ini? Bagaimana dia memberikan status hukum untuk Zea yang sebenarnya adalah istri pertamanya? Dan bagaimana caranya membuat Dewi sakit hati lalu memutuskan bercerai darinya?
Makin dipikir makin pusing. Makin pusing makin hilang selera makan. Tapi kalo nggak makan perutnya bisa diskoan ugal-ugalan! Haaah.. Arraz memijit pelipisnya saking mumetnya. Di tengah kemumetan, mata Arraz menangkap kehadiran lelaki memakai seragam PNS seperti dirinya, menggunakan masker tapi meski seluruh wajahnya ditutupi karung goni sekalipun, Arraz bisa tahu jika yang sedang berjalan tegap ke arah seberang adalah.. Willy!
Yang membuat Arraz tak bisa memalingkan pandangannya adalah, ketika Willy menghampiri meja Dewi. Seperti mereka sengaja janjian di sana.
"Ada apa mas?" Tanya Zea mengikuti arah suaminya memandang.
"Itu teman saya Zea. Dia nyamperin Dewi." Ucap Arraz.
"Oowh, mungkin mau makan siang bareng mas. Kayak kita."
"Zea. Kamu keberatan kita pindah ke sana, di belakang meja Dewi masih kosong." Tanya Arraz penuh harap. Seperti ada yang ingin dia tahu dari pertemuan antara istrinya dan teman kerjanya yang kebetulan memakai foto Dewi sebagai wallpaper hp.
"Hmm. Boleh. Tapi, saya habiskan soto ini dulu."
"Oke."
Bukan dengan sendok, namun Zea langsung mengokop kuah soto bagiannya dari mangkoknya. Simpel dan sangat cepat! Membuat Arraz melongo saking speechless nya.
"Kamu minum soto? Kenapa nggak pakai sendok?"
"Kelamaan. Nanti mas Arraz gagal jadi mata-mata kalo saya nyendokin kuah soto kayak putri solo. Lagian tinggal kuah sama tauge nya aja. Jadi, ayo pindah ke sana."
Beneran deh, Arraz makin speechless sama tingkah bocah yang langsung memakai jaket dan menutupi mulutnya dengan beberapa lembar tisu agar wajahnya tak dikenali Dewi. Kayak tau banget kalo Arraz sedang kepo sama kebersamaan Willy dan Dewi.
"Tunggu. Kenapa pakai tisu kayak gitu?"
"Biar mbak Dewi nggak ngenalin saya, mas."
"Saya punya masker, Zea. Nggak usah kamu tambal-tambal muka kamu pakai tisu. Ini, pakai."
Arraz mengeluarkan masker dari dompet besar yang biasa dia bawa.
"Oalah. Kenapa nggak bilang mas? Saya sudah mirip mumi kok baru ngasih masker."
Singkatnya, Arraz dan Zea bisa sampai di meja belakang persis tempat Dewi bertemu dengan Willy dari jalur mepet-mepet pengunjung lain yang berjalan ramai sekali.
"Tapi aku nggak mau putus dari kamu, Dew! Kita udah lama menjalin hubungan. Bahkan jauh sebelum kamu pacaran sama Arraz! Dan aku juga ikhlasin kamu buat nikah sama dia, lalu sekarang apa?? Kamu mau buang aku begitu aja?"
"Buang apa sih Wil?! Nggak usah teriak-teriak lah! Malu dilihat orang!" Dewi menarik tangan Willy agar tidak mengeraskan suaranya.
"Kamu malu dilihat orang jalan sama aku? Tapi aku sakit hati liat kamu nikah sama Arraz, Dewi!"
Betapa terkejutnya Arraz mengetahui kenyataan jika ternyata temannya memang punya hubungan spesial dengan istri keduanya. Arraz merasa seperti badut selama ini. Setiap tingkah polahnya pasti dianggap hiburan untuk Dewi dan Willy. Hampir aja Arraz melabrak keduanya tapi dicegah oleh Zea.
"Mau ngapain mas? Mau labrak mereka? Jangan. Ini tempat umum. Misalnya mbak Dewi bocorin kalo kita udah nikah, malah akan buat mas Arraz susah sendiri. Mending pakai cara cantik aja buat bales mereka." Zea menepuk punggung tangan Arraz.
"Tapi saya sakit hati Zea.."
"Sakit hati boleh, tapi bodoh jangan. Ada saya yang bisa membuat mbak Dewi merasakan apa yang mas Arraz rasain sekarang kan? Ada saya. Saya bantu mas buat bikin mbak Dewi ikutan sakit hati. Tapi, sebagai imbalannya.. Saya mau dibeliin motor sendiri. Motor baru. Bukan motor bekas. Gimana?"
Arraz mendelik. Ini bocah apa reinkarnasi begal ya? Kok masih sempat-sempatnya ngambil keuntungan dari kesusahan orang lain?
udah halal sih tapi keadaan kalian tidak memungkinkan untuk lebih lanjut ke arah sebelah sana
masih di pantau Thor untuk part lengkap nya 🤭🤭
tadi mau pindah
sekarang berasa di usir
eh gimana sih😫😫😫
kemiringan kepala brp derajat ya🤭
perjelas Thor aku juga belum paham rasanya