Pernikahan Mentari dan Bayu hanya tinggal dua hari lagi namun secara mengejutkan Mentari memergoki Bayu berselingkuh dengan Purnama, adik kandungnya sendiri.
Tak ingin menorehkan malu di wajah kedua orang tuanya, Mentari terpaksa dinikahkan dengan Senja, saudara sepupu Bayu.
Tanpa Mentari ketahui, Senja adalah lelaki paling aneh yang ia kenal. Apakah rumah tangga Mentari dan Senja akan bertahan meski tak ada cinta di hati Mentari untuk Senja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mizzly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kamu Kemana, Ja?
Mentari
Fajar memarkirkan mobilnya di minimarket. "Huft... jam 10 lewat, hampir jam setengah 11. Senja marah tidak ya?"
Kami memang pulang lebih telat. Lalu lintas di malam minggu ini lebih macet. Kulirik wajah khawatir Fajar, pasti ia takut Senja marah. "Kalau dia marah, biarkan saja. Toh dia sering membuatku marah. Anggap saja aku membalas ulahnya selama ini."
"Aku tak enak hati. Dia sudah memberiku ijin mengajakmu tapi aku tak menepati janjiku." Fajar turun dari mobil lalu membukakan pintu untukku.
Baru saja keluar dari mobil, aku terkejut mendengar suara Senja. "Kenapa pulang telat? Bukankah perjanjiannya jam 10 kamu sudah dikembalikan?"
Aku berbalik badan dan menatap Senja berdiri sambil melipat kedua tangannya di dada. Tatapannya terlihat seperti sedang menahan emosi. Apa Senja menungguku pulang sejak tadi?
"Maaf, Ja. Jalanan macet," kata Fajar memberi alasan.
"Kalau tak mau kena macet, pulang lebih awal. Tak usah pergi sekalian kalau perlu!" balas Senja dengan ketus. Senja berjalan mendekatiku dan langsung menarik pergelangan tanganku. "Ayo, masuk!"
Aku hanya bisa pasrah. Senja menarikku pulang dan mengacuhkan ucapan maaf dari Fajar. Aku menoleh ke arah Fajar, tanpa suara aku ucapkan, "Maaf."
Tanpa kata, Senja terus menarik pergelangan tanganku sampai rumah. Tidak sakit sih tapi aku merasakan kemarahan yang besar dalam diri Senja, sesuatu yang tak pernah kulihat sebelumnya dari laki-laki aneh ini.
Sampai di rumah Senja tetap tak bicara apa-apa. Ia mengunci pintu dan menutup jendela dalam diam, tidak menegurku atau mengomeliku, setidaknya itu lebih baik daripada didiamkan seperti ini.
Tak bisa, aku tak bisa seperti ini. Aku harus jelaskan semua. Aku tak mau ada kesalahpahaman. "Ja, kami di pesta hanya sebentar, jalanan sangat macet jadi-"
"Lain kali, tak usah pergi berduaan lagi dengannya!" Senja memotong ucapanku dan menatapku dengan tegas.
"Bukankah Fajar sudah ijin sama kamu? Kami-"
"Tak pantas seorang perempuan yang sudah bersuami pergi dengan lelaki lain meskipun lelaki tersebut sudah meminta ijin, sampai sini paham?" Ucapan Senja tak bisa lagi kubantah. Ia benar, aku memang perempuan bersuami dan aku tak boleh pergi dengan lelaki lain. "Bersihkan tubuhmu sebelum tidur. Aku tak mau ada bekas lelaki lain yang tersisa."
Sambil memanyunkan bibirku, aku berjalan menuju kamar. Saat aku mengulurkan tangan hendak membuka pintu, ucapan Senja membuat bulu kudukku meremang.
"Kamu harus menjaga diri dan kesucianmu sebagai seorang istri. Aku memang belum pernah menyentuhmu namun bukan berarti tak akan pernah. Ingatlah kalau kamu istriku, auratmu hanya untukku seorang!"
****
Argghhhh!
Kenapa aku terus teringat ucapan Senja?
"Aku memang belum pernah menyentuhmu namun bukan berarti tak akan pernah. Ingatlah kalau kamu istriku, auratmu hanya untukku seorang!"
Apa itu artinya Senja akan meminta hak-nya dalam waktu dekat?
Senja akan meniduriku gitu? Lalu kami akan melakukan hubungan mantap-nikmat seperti yang diceritakan tetangga-tetanggaku yang usil itu?
"Nanti kalau lagi berhubungan mantap-nikmat, tahan saja kalau sakit. Tak akan lama kok," kata Bude Kris, teman arisan Ibu.
"Sakitnya cuma sebentar, ya... kayak dirobek saja tapi nanti enak dan bikin kamu ketagihan loh!" tambah Bude Iroh, teman sekelas Ibu saat SMP.
"Nanti kalau sudah merasakan betapa enaknya, kamu akan ketagihan. Kamu pasti jadi yang paling sering minta. Mas, tambah lagi. Mas, enak. Mas, mau." Bude Kris dan Bude Iroh tertawa dengan lelucon mereka sendiri namun tidak denganku.
Bagaimana rasa sakitnya?
Apa aku harus melakukan hal itu dengan Senja? Aku tak mencintai Senja. Apa aku bisa melakukannya dengan orang yang tak kucintai?
Kalau aku tolak saja bagaimana? Toh kami tidak benar-benar menjadi suami istri. Kami tak pernah tidur bareng. Kami juga tak saling mencintai. Aku akan tolak saja.
Kukuncir tinggi rambutku, setinggi harapanku agar Senja mau menerima keputusanku yang akan menolak melakukan hubungan mantap-nikmat itu. Aku harus bicara dengannya. Harus. Sekarang.
Kutendang selimut dengan asal lalu bangun dari tempat tidur. Saat aku keluar kamar, rumah nampak sepi. Aku pergi ke kamar mandi, ternyata kosong. Di kamar pun Senja tak ada, kemana ia pergi?
Aku pergi ke lemari makan. Sudah ada makanan yang Senja masak untukku. Baik sekali dia, meski kesal padaku tapi tetap memasak makanan untukku.
.
.
.
Aku menunggu Senja pulang, sampai jam 10 malam, Senja tak juga menampakkan batang hidungnya. Kemana dia pergi? Apa semarah itu padaku sampai tak mau bertemu denganku?
"Ja, kamu belum pulang?" Kukirimi Senja pesan. Jujur, aku mengkhawatirkannya. Walau mengesalkan, Senja tak pernah seharian tidak di rumah seperti sekarang. Apa dia sangat marah padaku sampai sengaja menghindari bertemu denganku?
Kulihat dua centang biru di pesanku. Senja sudah membaca pesan yang kukirimkan. Kutunggu balasannya, sampai jam 11 malam dan mataku sudah mengantuk, Senja tak juga membalas pesanku.
Argh! Dasar Senja ngeselin! Aku tidur saja!
Namun tidur dengan pikiran cemas rupanya tak enak. Tidurku tak nyenyak sampai kuputuskan malam-malam mengecek apakah Senja sudah pulang atau belum.
Senja belum pulang.
Kemana dia?
Apa kesalahanku sebesar itu sampai Senja tak pulang? Kalau dia sangat marah, laporkan saja pada Bapak. Aku lebih suka diomeli Bapak daripada diacuhkan begini.
Kamu kemana, Ja?
Dasar Senja nyebelin!
Kulihat ponselku, darahku kembali mendidih. Dia benar-benar tak membaca pesan terbaruku. Ish, awas saja, akan kubalas nanti saat dia pulang.
.
.
.
Senja belum juga pulang. Kuhubungi ponselnya namun tidak aktif. Apa dia meninggalkanku sendirian di Jakarta? Kalau benar begitu, jahat sekali dia!
Rumah Senja sudah rapi dan bersih. Tak ada kerjaan membuatku makin rajin membersihkan rumah. Aku bahkan menata rumah sesuai dengan seleraku namun sang pemilik rumah malah tak juga pulang. Sudah 2 hari.
Tunggu, apa terjadi sesuatu pada Senja?
Sudah 2x24 jam Senja tak pulang. Apa Senja kecelakaan? Apa ada yang menabraknya saat ia sedang meminta sumbangan di pertigaan jalan?
Tanpa pikir panjang aku pergi ke pertigaan jalan raya tempat Senja biasa meminta sumbangan untuk pembangunan masjid. Senja tak ada. Kata teman-temannya sudah seminggu lebih Senja tak datang, lalu kemana Senja?
Apa dia meninggalkanku? Apa dia menjadikanku janda yang ditinggal pergi suami karena pergi dengan lelaki lain? Apa sekarang aku sudah diceraikan tanpa kata?
Aku berjalan sambil memikirkan semua. Aku tak sadar sampai ada yang menegurku. "Loh, Mentari? Kamu datang untuk menjemput Bapak dan Ibu?"
Kuangkat wajahku dan terkejut melihat siapa yang berdiri di depanku. "Bapak, Ibu dan ... Senja?"
****
nazar ternyata,yg bikin tari salah faham 🤣
astagfirullah, gendheng
pantes tari ilfeel
perasaanmu kayak mimpi padahal tari yg ada di mimpimu itu nyata..
awas habis ini di tabok tari , nyosor wae🤣🤣🤣
kalau ngigo mah kasihan bangat tapi kalauccari kesempatan lanjutkan Ja. jang cium.doank sekalian di inboxing deh...