Aruna Mayswara terpaksa menerima pernikahan yang digelar dengan Jakson Mahendra-mantan kakak iparnya sendiri, lelaki yang sempat mengeyam status duda beranak satu itu bukan tandingan Aruna. Demi sang keponakan tercinta, Aruna harus menelan pahitnya berumah tangga dengan pria yang dijuluki diam-diam sebagai 'Pilot Galak' oleh Aruna dibelakang Kinanti-almarhumah kakak perempuannya. Lantas rumah tangga yang tidak dilandasi cinta, serta pertengkaran yang terus menerus. Bisakah bertahan, dan bagaimana mahligai rumah tangga itu akan berjalan jika hanya bertiangkan pengorbanan semata.
***
"Nyentuh kamu? Oh, yang bener aja. Aku nggak sudi seujung kuku pun. Kalo bukan karena Mentari, aku nggak mungkin harus kayak gini," tegas Jakson menatap tajam Aruna.
"Ya, udah bagus kayak gitu dong. Sekarang tulis surat kontrak nikah, tulis juga di sana perjanjian Mas Jakson nggak akan nyentuh tubuhku," ujar Aruna menggebu-gebu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhanvi Hrieya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 16. KEBIMBANGAN JAKSON
Bibir Aruna terbuka dan tangan kanannya terangkat, Aruna mengatup bibirnya. Tangan Aruna turun secara perlahan, Hana terlihat sibuk dengan teman-teman satu jurusannya. Aruna lupa jika hubungan dirinya dan Hana berakhir mengenaskan, kepala Aruna menunduk perlahan. Saat terbiasa bersama dengan sang sahabat, tiba-tiba menjauh perasan Aruna terasa kacau. Jauh lebih kacau daripada saat ia dan Raka bertengkar, diembuskan napas kasar.
"Aruna!" seruan cukup keras.
Aruna menoleh ke arah pria jangkung berkulit tan yang terlihat melangkah terburu-buru menuju ke arah Aruna, kedua sisi bibir Aruna ditarik tinggi ke atas.
"Hai, Al," sapa Aruna ceria.
Aldo mengangguk sekilas mengulas senyum di bibirnya, Aldo merogoh ranselnya. Mengeluarkan kotak kado, bersamaan dengan beberapa pucuk surat. Mengulurkan pada Aruna, dahi Aruna berlipat.
"Dari Raka," ujar Aldo, karena Aruna hanya memandangi kotak dan surat yang diulurkan oleh Aldo.
"Oh, dari Raka?" Aruna menerima uluran Aldo.
Aldo menarik resleting tasnya, "Iya, dia minta aku langsung menyerahkan padamu. Nggak pahamlah, aku sama dia."
Aruna memaksakan senyum, dan berkata, "Thank's, Al."
"No problem," sahut Aldo santai, merasa ditatap dengan intens Aldo menoleh ke arah Hana.
Dahi Aldo berlipat, Hana membuang muka. Melangkah terburu-buru meninggalkan teman-temannya, Aldo sempat tadi memperhatikan Aruna dan Hana yang terlihat aneh. Tidak biasanya Hana mengacuhkan Aruna, mereka sahabat karib yang lengket. Kemana-mana selalu berdua, mendadak hanya saling lirik dari kejauhan.
"..., Run," panggil Aldo, "kamu dan Hana, kenapa?"
Aruna terkejut mendapatkan pertanyaan mendadak dari Aldo, Aruna melirik ke arah sekumpulan teman-teman satu jurusan Hana. Ternyata Hana sudah tidak berada di sana lagi, Aruna mendesah berat.
"Kelihatan jelas ya," balas Aruna lirih, "kami bertengkar."
Aldo bergumam tak jelas, ia menggaruk leher belakangnya. Sekilas memang Aldo mendengar dari Raka jika Aruna sulit untuk dihubungi, apalagi perempuan berparas ayu satu ini juga jarang terlihat di kampus. Mengingat mereka semua berada di semester akhir, yang mana lebih banyak mengejar dosen pembimbing masing-masing. Berkutat dengan materi yang harus segera di ACC, agar bisa wisuda secepatnya.
Raka sempat mengeluh dan meminta bantuan Aldo untuk memperhatikan Aruna, Raka resah berada di luar negeri. Mengingat kepergiannya ke luar negeri tidaklah mulus, bertengkar dengan Aruna. Takut-takut kekasih cantiknya satu ini direbut lelaki lain, sementara Raka tengah tidak berada di sisinya.
"Ah, begitu ternyata," jawab Aldo mengangguk kecil.
Pertengkaran antara sahabat memang sering kali terjadi, walaupun Aldo sendiri jarang melihat keduanya bertengkar.
"Semoga kalian berdua cepat baikan," sambung Aldo mendoakan.
Aruna hanya memaksakan senyum, pertengkaran pertama mereka berdua sudah pasti akan menjadi pertengkaran terakhir. Kesalahan Hana pada Aruna bukan kesalahan sepele, Hana tega menjebak Aruna. Berkhianat padanya, perasaan sakit diinjak-injak oleh sahabat sendiri rasanya bukan main. Aruna sungguh tidak tahu jika Hana diam-diam mencintai Raka, menginginkan pacarnya sendiri.
...***...
Aruna menghela napas letih saat sampai di pintu masuk rumah, ia melirik ke arah ruang tamu. Diam-diam satpam di pos jaga melirik ke arah nyonya muda Mahendra satu itu, sebelum meneguk kasar air liur di kerongkongan. Takut-takut terjadi perang dunia ketiga, ia memilih mengeraskan suara radio pos.
"Tante!" seruan keras Mentari dari ruang tamu membuat beberapa orang di dalam ruang tamu sadar akan kehadiran Aruna.
Elena mendorong perlahan dada bidang Jakson, pelukan kedua perlahan berpisah. Aruna yang diam berdiri di ambang pintu terbuka mengulas senyum paksa, ia menekuk kedua kakinya guna menyamakan tinggi tubuhnya dan sang keponakan tercinta.
"Mentari kok pulangnya nggak nungguin Tante? Padahal Tante ke sekolah Mentari buat pulang bersama," ujar Aruna tersenyum, jari jemari lentiknya merapikan rambut Mentari.
Belum sempat Mentari menyahut, pria jangkung yang duduk di sofa lebih dahulu menyahut.
"Kamu terlalu lama, aku dan Elena yang jemput Mentari. Sekalian Elena jemput Cherry," celetuk Jakson, manik mata hitam dinginnya beradu tatap dengan manik mata coklat bening Aruna.
Aruna mengangguk sekilas, "Iyakah? Perasaan aku udah datang lebih awal."
Meskipun tersenyum cara Aruna menatap Jakson seakan menelanjangi Jakson, seolah-olah ada konspirasi di sini. Elena melirik ke arah Aruna lalu bergerak ke arah Jakson, Elena tahu jika Aruna tinggal bersama Jakson demi Mentari. Namun, kenapa rasanya ada yang mengganjal di hati Elena disetiap ia memperhatikan cara keduanya berbincang-bincang.
"Jangan salah paham, Run. Ini cuma kebetulan aja," sela Elena, suara Elena terdengar parau.
Aruna perlahan bangkit, meraih tangan Mentari. "Iya, Mbak. Mbak Elena tenang aja, aku nggak pernah salah paham kok. Toh, ada pun yang terjadi di antara Mbak Elena dan Mas Jakson itu bukan urusanku."
Jakson melotot, Aruna mengulas senyum polos. Mungkin sahutan Aruna terdengar seperti orang yang tidak ingin ikut campur masalah Jakson dan Elena, nyatanya Aruna—istri Jakson tengah menyindir Jakson.
Cherry dan Mentari sebagai penonton, hanya menatap tidak paham pada mereka bertiga.
"Kalo gitu, aku permisi dulu Mbak. Silakan dilanjut," sambung Aruna, tangannya meraih pergelangan tangan Mentari.
Membawa Mentari menuju ruangan tengah, Cherry yang tadinya sibuk bermain ponsel milik sang ibu. Kini berdiri melangkah mengikuti Mentari dan Aruna, Elena menghela napas berat.
"Keknya Aruna..., salah paham," gumam Elena.
Jakson mengeleng, "Kamu tenang aja, dia pasti paham kalo aku cuma nenangin kamu, El."
Elena mengangguk sekilas, Jakson tahu berat untuk Elena berpisah dengan mantan suaminya. Apalagi mantan suaminya menuntut hak asuh Cherry, membuat Elena menangis menceritakan keinginannya untuk tetap bersama Cherry. Jakson meyakinkan Elena jika wanita yang diam-diam ia cintai ini pasti akan mendapatkan hak asuh Cherry, niat Jakson yang awalnya teguh untuk menikahi Elena. Mencerai Aruna sesegera mungkin mendadak goyah, apalagi permasalahan yang terjadi di antara Jakson dan Aruna.
Perempuan itu sudah tidak lagi suci, Jakson sama sekali tidak berniat menyentuhnya. Semuanya karena ulah Viera—sepupunya, rencana Jakson menjadi kacau. Diam-diam Jakson ketakutan, satu sisi ia ingin memperjuangkan perasannya pada Elena. Namun, di sisi lain Jakson merasa telah merusak Aruna.
"Jak! Kamu kok malah bengong?"
Jakson terkesiap saat tepukan di lengannya, ia melirik ke arah Elena dengan ekspresi bertanya.
"..., ya, tadi kamu ngomong apa?" tanya Jakson kebingungan.
Elena menggeleng-geleng kecil, menatap Jakson dengan ekspresi rumit.
"Aruna barusan pamit, keluar bawa Mentari. Karena kamu nggak kunjungan menjawab, dia malah menyelonong pergi. Kamu kenapa? Apa ada masalah, hm," papar Elena menjelaskan apa yang barusan terjadi.
Jakson sontak saja menoleh ke arah pintu yang terbuka lebar, di sana tampak Cherry berdiri. Jakson berdiri terburu-buru melangkah menuju pintu ke luar, bibirnya terbuka sayangnya Aruna dan Mentari telah memasuki taksi online.
"Astaga! Mau kemana dia bawa Mentari," monolog Jakson resah.
Sementara satpam di pos di samping gerbang rumah, melirik ke arah majikannya dengan ekspresi bertanya-tanya. Dia sama sekali tidak mendengar suara keributan, anehnya nyonya mudanya itu pergi bersama Mentari terlihat santai. Tapi, ekspresi Jakson—majikannya malah tampak kusut.
Bersambung...