Karena salah paham saat mendengar percakapan Ayahnya tentang pelaku yang terlibat dalam kecelakaan Kakeknya saat dia.masih kecil sehingga membuat seorang pemuda bernama lengkap Arishaka Narendra membalaskan dendamnya kepada seorang gadis bernama Nindia Asatya yang tidak tahu menahu akan permasalahan orang tua mereka di masa lalu.
Akankah Nindia yang akrab di sapa Nindi itu akan memaafkan Shaka yang telah melukainya begitu dalam?
dan Bagaimana perjuangan Shaka dalam meluluhkan hati Nindia gadis yang telah ia sakiti hatinya itu!
Mari kita simak saja kisah selanjutnya.
Bijaklah dalam membaca mohon maaf bila ada nama tokoh atau tempat yang sama. semua ini hanya hasil karangan semata tidak untuk menyinggung siapapun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon My Choki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Senampan berdua
Luna terbengong saat melihat rumah yang di maksud Nindi adalah rumah Ibunya. Tidak pernah menyangka jika yang di maksud itu adalah tempat pemakaman umum atau TPU. Luna juga baru tahu jika Ibu yang selalu Nindi banggakan itu ternyata sudah tiada.
"Apa, kak Luna mau ikut masuk ke dalam?" Tanya Nindi saat keduanya berhenti di depan penjual air dan bunga khusus untuk pengunjung makam.
"Em... Kamu lama nggak di dalam Ndi? Kalau menunggu di luar sini nggak apa-apa kan?" Tanya Luna seraya mengedarkan pandangan ke seluruh area pemakaman itu. Sepi.
"Bisa, kak Luna nunggu disini aja nggak apa-apa. Aku nggak lama kok di dalam. Paling setengah jam’an aja" Ucap Nindia
"Apa...! Setengah jam? " Pekik Luna membuat Ibu penjual bunga tersebut terkaget mendengar pekikan Luna yang tiba-tiba itu.
"Ya, ampun kak. Kasian itu Ibunya sampai kaget loh, dengar suara kak Luna tadi. Maaf ya Bu.!" Nindia meminta maaf kepada penjual bunga tersebut sembari menyeret Luna untuk memasuki gerbang pemakaman.
"Hehehe! Maaf, aku lupa tadi." Tukas Luna terkekeh. "Habisnya waktu setengah jam kamu bilang sebentar. Astaga...Nindi-Nindi selama itu kamu ngapain aja di dalam?." Tanya Luna lagi sembari mengikuti langkah Nindi.
"Ya, banyak lah kak. Membersihkan makam Ibu. Mendoakan terakhir....curhat dengan Ibu sebelum pulang." Jawab Nindia apa adanya.
"Kamu nggak takut Nin? Berada di tengah-tengah, seperti ini seorang diri?" Tanya Luna lagi sembari mengedarkan pandangannya. Seketika bulu kuduknya merinding. Nindia segera menghampiri Nundia yang sudah berjongkok di depan sebuah makam.
"Nggak, ngapain takut. Bahkan aku merasa tenang jika berada di samping Ibu seperti ini." Sahutnya seraya mengulum senyum saat menoleh wajah Luna yang sedikit pucat, karena takut.
"Ibu kamu udah lama ya meninggalnya?" Tanya Luna sembari ikut berjongkok mengikuti Nindia
"Iya, Ibu pergi meninggalkan aku, saat aku masih kecil. Bahkan aku nggak ingat sama sekali, moment-moment kebersamaan kami. Aku sangat menyayangi Ibuku." Sahut Nindia tanpa mengalihkan perhatiannya pada makam sang Ibu.
Tangan mungilnya mencabuti rumput-rumput liar yang mulai tumbuh di pinggir-pinggir makam tersebut.
Luna diam mendengarkan penuturan dari Gadis muda tetangga kost nya itu. Luna merasa kasihan terhadap Nindia. Setelah mendengar penuturan wanita muda itu. Walaupun tanpa air mata. Tetapi dari suara saja, sudah begitu kentara jika wanita itu sangat rapuh dan lemah.
Setelah membersihkan sekeliling makam Ibunya dan juga menabur bunga. Nindia pamit pulang. Kali ini Nindia tidak curhat. Karena merasa sungkan dan malu terhadap Luna.
"Sekarang kita mau kemana?" Tanya Luna lagi saat mereka sudah keluar dari TPU itu.
"Hm.. pulang ke kost, tapi kita cari makan dulu yuk, aku lapar." Sahut Nindia mengajak Luna untuk mencari makan. Hari sudah semakin siang, karena tadi pagi tidak sarapan. Membuat perutnya keroncongan saat ini.
"Ayo! Aku juga lapar, tadi pagi malas sarapan. Sekarang sudah berdisco para cacing-cacing ini." Sahut Luna sembari menggandeng lengan Nindia berjalan menelusuri trotoar menari warung kaki lima yang harganya bersahabat.
"Kamu mau lauk apa?" Tanya Luna berbisik di telinga Nindia. Saat ini keduanya tengah antri di sebuah warung makan. Untuk membeli nasi campur.
"Apa ya, yang sesuai isi kantong saja lah kak." Balas Nindia dengan berbisik pula.
"Kamu punya uang berapa?" Luna kembali berbisik menanyakan berapa uang yang di miliki oleh Nindia
Malu-malu Nindia, menyodorkan selembar uang 10 ribu. "Tinggal ini jatah jajan aku kak, soalnya mau bayar kost bulan ini." Ucapnya meringis malu.
"Nggak apa-apa, tapi kalau 10 ribu hanya bisa lauk telur. " Ucap Luna. Sembari menatap uang di tangannya seraya berpikir.
"Ah, gini aja Ndi, kamu beli Nasi+sayur aja. Nanti aku beli nasi+lauk. Sisanya kita beli kan teh Es, dua bungkus. Gimana?" Luna menatap Nindia dengan menaik-turunkan kedua alisnya.
"Oke!"
🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻
"Kita makan besar hari ini. " Seloroh Luna sembari membuka bungkus nasi di atas nampan. Saat ini keduanya sudah tiba kembali di kost. Pas dengan jam makan siang.
Nindi yang baru kembali dari dapur dengan membawa dua buah gelas untuk wadah es teh yang di beli bersama nasi campur tadi. terkeheh mendengar selorohan teman Kostnya itu.
"Ayo, kita makan Ndi. Cacing-cacingku sudah pada demo ini. Apalagi mencium aroma makanan lezat seperti ini. Beuh! Suara gemuruh mereka makin kencang." Tukas Luna lagi.
"Kalau orang makan sepiring bedua. Klo kita senampan berdua. Dengan porsi amburadul." Lanjut Luna lagi membuat Nindia tak kuasa menahan tawanya.
Keduanya menikmati makan siang bersama dengan makan senampan berdua. Walaupun menu sederhana tetapi sudah membuat keduanya makan dengan lahap.
"Nindi, aku boleh nggak tanya sesuatu sama kamu?" Akhirnya setelah menimbang-nimbang, Luna akhirnya memberanikan diri untuk bertanya kepada Nindia.
"Ya, kak Luna mau tanya apa?" Nindia kini duduk berhadapan dengan Luna.
Luna diam untuk beberapa saat. Kembali menimbang-nimbang apakah tidak masalah jika menanyakan hal pribadi ini kepada Nindia.
"Aku mau tanya, tapi kamu harus janji ya. Nggak boleh marah sama aku. Jikapun kamu keberatan untuk menjawabnya. Nggak masalah. Kita tetap berteman, oke!"Luna berkata sembari menatap wajah cantik Nindia.
"Iya kak, memangnya kak Luna mau tanya apa?"
"Nindi, aku perhatikan kamu banyak berubah. Terutama pada bentuk tubuhmu. Maaf ya Nindi. Apakah .. apakah kamu sedang hamil? Maaf banget Ndi. Jika kamu nggak ingin menjawabnya. Nggak apa-apa kok!"
Nindia menundukkan kepalanya. Tak tahu harus menjawab apa soal pertanyaan Luna tersebut.
"Maaf kak Luna, soal pertanyaan kakak tadi. Bukannya Nggak mau jawab. Tapi... Tapi aku sendiri nggak tahu, apa yang terjadi pada diriku." Balas Nindia apa adanya .
Luna mengkerut kan keningnya mendengar jawaban dari Nindia. "Apakah kamu belum pernah periksa? Eh, maksudnya kamu memang, sudah pernah melakukan hal itu dengan....."
"Ceritanya panjang Kak, dan aku rasanya engan sekali mengulang lagi luka lama yang masih basah itu. Aku belum pernah periksa sama sekali. Karena memang aku nggak ngerti tentang ke hamilan." Jawab Nindia jujur
Membuat Luna terbengong tak percaya dengan penjelasan Nindia.
🌻🌻🌻🌻🌻🌻
"Siang Dokter, apakah saya sudah boleh pulang? Rasanya mual saya semakin parah saja saat mencium aroma khas Rumah sakit ini. Saya minta obat yang paling paten untuk mengatasi penyakit aneh ini." Ucap Shaka ketika di kunjugi sang dokter.
Dokter Kian menghembuskan nafasnya dengan kuat sebelum menjawab pertanyaan dari pasiennya itu. Pasien yang begitu aneh. Di periksa tidak ada penyakit. Semuanya normal. Namun rasa mualnya tidak bisa di obati.
"Begini Tuan Muda. Sebenarnya Tuan muda ini sedang mengalami sindrom simpatik. Dan itu tidak ada obatnya." Ucap dokter Kian.
"Tidak bisa di obati? Apa akan selamanya seperti ini Dok?" Panik Shaka rasa mual yang di rasakannya saat ini benar-benar sangat menyiksanya.
NEXT.....