Seri kedua Kau Curi Suamiku, Kucuri Suamimu. (Hans-Niken)
(Cerita Dewa & Fitri)
Masih ada secuil tentang Hans-Niken, ya? Juga Ratu anak kedua Hans.
Pernikahan yang tak diharapkan itu terjadi, karena sebuah kecelakaan kecil yang membuat warga di kampung Fitri salah mengartikan. Hingga membuat Fitri dan Dewa dipaksa menikah karena dituduh melakukan tindak asusila di sebuah pekarangan dekat rumah Fitri.
Fitri berusaha mati-matian supaya Dewa, suaminya bisa mencintainya. Namun sayangnya cinta Dewa sudah habis untuk Niken, yang tak lain istri dari Papanya. Dewa mengalah untuk kebahagiaan Papanya dan adik-adiknya, tapi bukan berarti dia berhenti mencintai Niken. Bagi Dewa, cinta tak harus memiliki, dan dia siap mencintai Niken sampai mati.
Sayangnya Fitri terus berusaha membuat Dewa jatuh cintai padanya, meski Dewa acuh, Fitri tidak peduli.
"Aku bisa membuatmu jatuh cinta padaku, Tuan!"
"Silakan saja! Cinta tidak bisa dipaksakan, Nona! Camkan itu!"
Apakah Fitri bisa menaklukkan hati Dewa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 16 - Aku Tidak Mau Selamanya Menjadi Selir Hatimu
Fitri mencoba menenangkan pikirannya setelah ia melakukan penolakan ketika Dewa meminta hak nya lagi. Fitri belum siap, jika harus melayani suaminya lagi, yang belum bisa menerima dirinya. Apalagi tadi sebelum memulai ritualnya itu, Fitri sempat melihat Dewa yang masih saja menyimpan foto Niken di galeri ponselnya.
Sebelumnya, Fitri ingin mencoba menyenangkan suaminya malam ini. Dia lantas pergi ke kamar mandi lebih dulu, untuk bersiap melayani suaminya. Fitri memakai baju seksi yang Dewa belikan tadi. Dirasa dirinya sudah baik penampilannya, Fitri pun kembali menutup tubuhnya yang sudah memakai pakaian seksi warna merah muda dengan Bathrobe. Lalu ia keluar dari kamar mandi.
Fitri mengira Dewa menunggunya di atas tempat tidur, tapi ternyata Dewa sedang berada di balkon, dengan memegangi ponselnya. Tatapan Dewa sangat lekat pada ponsel itu. Seperti sedang menatap foto seseorang. Hingga Fitri mendengar apa yang Dewa katakan sambil menatap ponselnya itu.
“Semalam aku melakukannya dengan Fitri karena aku cemburu kamu disentuh Papaku di dalam Mobil, Niken. Apa malam ini aku bisa melakukannya lagi dengan Fitri, dengan penuh kesadaran dan kelembutan? Aku harus bisa, iya aku harus bisa. Lupakan Niken Dewa! Ada Fitri yang sudah menjadi istrimu. Kurang apa dia? Dia sudah rela mengorbankan dirinya untuk mengabdi padamu selama tiga tahun. Dan, selama itu kamu menyia-nyiakannya, Dewa! Kamu harus bisa Dewa, kamu harus bisa menerima Fitri, dan memperlakukannya dengan baik!”
Lalu Dewa mencium ponselnya, dan Fitri yakin, Dewa mencium foto Niken yang masih disimpan di galeri ponselnya.
Ucapan Dewa tidak sengaja terdengar oleh Fitri yang akan memanggilnya. Untung Fitri tidak langsung memanggilnya, jadi dia bisa tahu keadaan hati Dewa saat ini. Ternyata hatinya belum siap untuk menyentuhnya. Fitri juga tahu, ternyata semalam Dewa melakukannya dengan kasar karena dia sedang cemburu pada Niken, Dewa melihat Niken bercinta dengan Papanya.
Setelah tahu kebenaran itu, Fitri mencoba meredakan rasa sakit di hatinya, dan berpikir bagaimana cara menolaknya supaya Dewa tidak menyentuhnya malam ini. Fitri duduk di tepi ranjang, membiarkan Dewa yang sedang meratapi nasibnya yang belum bisa melupakan Niken. Fitri mengira Dewa benar-benar mau berubah, tapi ternyata sulit bagi Dewa melupakan cintanya pada Niken.
Dewa masuk ke dalam kamarnya, melihat Fitri yang tengah duduk dengan menggunakan bahtrobe, dan memunggungi arah pintu yang menunju ke balkon.
“Hai, maaf aku dari balkon, ada pekerjaan yang harus aku selesaikan dulu tadi,” ucap Dewa dengan mengusap bahu Fitri.
“Iya, tidak apa-apa, Mas,” jawab Fitri.
Dewa menyentuh pipi Fitri dengan lembut, lalu mengangkat dagunya, supaya Fitri menatap dirinya.
“Kamu sudah siap dan mau kalau aku melakukannya lagi seperti semalam? Aku janji tidak akan kasar kali ini. Berikan aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya, Fit,” ucap Dewa.
“Iya boleh kamu melakukan lagi, Mas. Aku kasih kesempatan kamu untuk memperbaiki semuanya, tapi sebelum kamu memperbaiki semua itu, kamu harus memperbaiki hati kamu dulu, Mas. Ini yang paling penting, benahi hatimu, yakinkan hatimu untuk bisa mencintaiku, dan membuang semua rasa cinta untuk Mama Niken.” Ucap Fitri dengan menyentuh dada Dewa.
“Kalau kamu belum bisa memperbaiki hatimu, semua akan percuma saja, Mas. Aku ingin kamu mencintaiku dulu, Mas. Sebelum kamu mengulang lagi apa yang telah kita lakukan kemarin malam. Aku ingin dicintai kamu lebih dulu, layaknya seorang istri yang dicintai suaminya. Mungkin aku terkesan mengemis cintamu, Mas. Tapi apa salahnya jika aku berusaha membuatmu jatuh cinta padaku, karena aku tidak mau selamanya menjadi selir hatimu, yang kamu sentuh jika kamu ingin saja.”
Dewa terdiam setelah mendengarkan apa yang Fitri katakan. Perkataan Fitri yang mampu menghantam hatinya begitu kuat. Hingga Dewa berpikir keras bagaimana caranya dia bisa melupakan Niken. Dan bisa mencintai Fitri, juga bisa mempertahankan pernikahannya dengan Fitri.
“Aku lelah, ya boleh dikatakan lelah sekali menunggu kamu membuka hatimu. Aku tahu sekarang ini pun kamu sedang berusaha memperbaiki, tapi bagaimana bisa kamu memperbaiki, jika pikiran kamu masih fokus pada Mama Niken? Kamu menjadi penguntit setia Papamu dan Mama Niken, kalau kamu begitu terus yang ada kamu yang sakit hati, dan pelampiasannya padaku? Dengan dalih kamu ingin memperbaiki semuanya, padahal aku ini hanya dijadikan sebagai pelampiasan kamu saja, saat kamu cemburu pada Papamu ketika bermesraan dengan Mama Niken. Jadi, aku mohon dengan sangat, Mas. Cintai aku lebih dulu, baru kita kembali memperbaikinya, dan aku akan memberikan hak kamu lagi. Aku tidak mau disentuh kamu, karena kamu sedang melampiaskan amarahmu, dan itu disebabkan karena kamu cemburu dengan Papamu.”
“Maaf, malam ini aku tidak bisa melakukannya, Mas. Anggap saja semalam itu kamu sedang memerkosa sesorang, dan aku adalah korbannya itu.”
“Kenapa kamu bicara seperti itu, Fit?” ucap Dewa.
“Jawabannya ada di hati kamu, Mas.” Ucap Fitri dengan menyentuh dada Dewa.
“Aku mohon, Fit. Aku akan coba memperbaikinya, Fit. Aku mohon kasih kesempatan aku untuk memperbaiki semuanya.”
“Aku kasih kamu kesempatan, tapi kesempatan untuk memperbaiki hatimu, dan belajar mencintaiku lebih dulu. Jika tidak, aku tidak akan memaksamu lagi, Mas. Jika ada benih kamu yang tumbuh di rahim aku karena kejadian semalam, aku akan terima, Mas. Meski itu bukan buah cinta kami, tapi setidaknya aku akan menjaga sesuatu yang tidak sengaja kamu titipkan padaku. Sekali lagi aku minta maaf, aku tidak bisa melakukannya lagi, sebelum kamu bisa mencintaiku.”
Fitri meninggalkan Dewa ke kamar mandi dan menumpahkan kesedihannya di sana. Ia menangis sejadi-jadinya di kamar mandi. Terjawab sudah pertanyaan Fitri tentang semalam, kenapa Dewa tiba-tiba diam, lalu berlaku kasar padanya, hingga melakukan perbuatan itu padanya dengan begitu kasar.
^^^
Fitri masih menangis, meski sudah berusaha menenangkan pikirannya. Tetap saja ia masih merasakan sakit yang teramat di dalam hatinya. Apalagi dia sudah tahu kebenarannya tentang semalam.
“Kamu jahat, Dewa! Kamu jahat!” teriak Fitri yang terdengar oleh Dewa, karena dari tadi Dewa panik, mengetuk pintu kamar mandi yang terkunci, dan sudah hampir satu jam Fitri berada di sana.
“Fit ... aku mohon buka pintunya, jangan gini dong, Fit! Jangan bikin aku panik. Oke, aku minta maaf, tapi jangan gini, Fitri. Aku tidak akan memaksamu lagi, Fit. Aku minta maaf. Aku memang jahat sama kamu. Maafkan aku, Fit.” Ucapan Dewa terdengar parau dan bergetar, karena menahan tangisnya.
Dewa tidak bisa membendung tangisnya. Dia menangis dan menjatuhkan tubuhnya di depan pintu kamar mandi. Ia menyandarkan tubunya di pintu kamar mandi dengan menangis dan terus mengetuk pintu kamar mandi, supaya Fitri mau keluar dari dalam sana.
“Fit, buka pintunya. Kamu sudah lama di kamar mandi, Fit. Kamu baik-baik saja kan, Fit? Tolong buka Fit, kamu dengar aku kan?!” teriak Dewa dengan menggedor-gedor pintu kamar mandi.
Fitri mengusap air matanya. Ia harus bisa terlihat biasa saja di depan Dewa seperti biasanya. Meski sekarang dia sedang tidak baik-baik saja.
Ceklek ....
Pintu kamar mandi terbuka, dan terlihat Fitri sudah mengganti bajunya dengan setelan baju tidur berwarna mocca. Fitri berjalan melewati Dewa yang dari tadi menunggunya di depan pintu kamar mandi.
“Fit, Fit, Fit ... aku minta maaf.” Dewa meraih tangan Fitri, lalu membawa Fitri ke dalam pelukannya.
“Iya aku maafkan kamu, Mas. Sudah, ya? Aku mau istirahat, aku capek.” Ucap Fitri dengan melepaskan pelukan Dewa yang sangat erat, tapi Fitri terus memaksa Dewa melepaskannya.
“Aku capek, aku mau tidur, tolong lepaskan, Mas!” Fitri memaksa Dewa melepaskan pelukannya, setelah itu dia mengambil bantal dan membawanya ke sofa.
“Kenapa tidur di sofa, Fit? Nanti kamu badannya sakit,” ucap Dewa.
“Sssst .... aku ngantuk! Cuma badan yang sakit itu biasa, yang luar biasa itu sakit hati karena hanya dijadikan pelampiasan saja!” jawab Fitri dengan menohok.
Dewa memilih diam, daripada dia ribut dengan Fitri. Dia membiarkan Fitri tidur di sofa dulu, menenangkan pikiran yang mungkin sedang kecewa dengan dirinya. Nanti setelah sudah lelap, Dewa akan memindahkan Fitri ke tempat tidur.
Sudah lama Fitri tiduran di sofa dan mencoba memejamkan matanya, tapi tetap saja tidak bisa. Dia bangun dari Sofa lalu mengambil ponselnya. Dia melihat beberapa pesan dan salah satunya dari Tama. Ia membuka pesan dari Tama dulu, sebelum ia membuka pesan lain dari teman yang bekerja di restoran Tama.
[Fitri, kamu baik-baik saja, kan?]
Itu saja yang Tama kirimkan, seolah dia tahu Fitri sedang tidak baik-baik saja hatinya.
“Baik, Tam. Kenapa? Maaf baru balas.” Balas Fitri. Tak menunggu waktu lama, pesan yang dikirim Fitri langsung dibaca Tama.
[Kalau baik, kenapa tadi pagi sebelum kamu pergi ke rumah Bi Ratna mata kamu sembab? Tadi pas Video call juga sembab?]
“Sudah tidak usah tanya-tanya lainnya. Semua orang pasti punya masalah hidup, bukan? Dan kamu kan tahu apa masalah hidupku ini? Kamu tidak usah tanya, yang jawabannya kamu sudah tahu sendiri, Tam,” balas Fitri.
[Ya masalah hidupmu dengan Dewa dan Bapakmu itu, kan? Tapi kali ini bukan dengan Bapakmu, pasti dengan Dewa.]
“Sudah malam, tidur sana, Tam. Lusa aku pulang, aku berangkat kerja lagi.”
[Aku gak bisa tidur, kepikiran kamu. Aku susul kamu ya? Kangen pengin minum es dawet sama kamu di tepi pantai.]
“Gak usah nyusul. Aku pulang lusa. Aku malah lihat kamu dan Dewa ribut, Tam. Sudah gak usah mikir yang macam-macam. Aku baik-baik saja.”
[Apa Dewa sudah menyentuhmu?]
“Itu rahasia perusahaan, Tam. Sudah tidur, Tam. Gak usah banyak tanya.”
[Hah ... kebiasaan kamu, Fit. Ya sudah, selamat tidur cantikku?]
“Selamat tidur juga, Tam.”
Fitri lantas membalas pesan di grup karyawan restoran Tama, dan juga membalas salah satu teman yang chat dirinya. Setelahnya Fitri meletakkan ponselnya di atas meja. Fitri tidak sengaja menatap Dewa yang tengah duduk di tepi ranjang dengan menatapnya. Ternyata dari tadi Dewa memerhatikan Fitri yang sedang berbalas pesan dengan Tama. Fitri tidak memedulikan itu. Biar saja Dewa begitu.
Gak sabar lihat respon papa dewa dan mama niken 😂
1 nya berusaha mencintai 1 nya lagi mlh berusaha meminta restu 🤣🤣🤣
kann tau to rasane coba aja klo bener2 di diemin ma fitri apa g kebakaran jengot