Alan ... menikahlah dengan Delila, ku mohon! Aku sangat mencintai anakku Delila, aku paling tidak bisa terima bila dia di permalukan. Nelson Jocelyn
Saya tidak mau karena saya tidak mencintainya. Alan Hendra Winata
Maaf, maafkan aku telah menyeretmu ke dalam masalah besar ini. Delila Jocelyn
Pernikahan yang tak di inginkan itu apakah tumbuh benih-benih cinta atau hanya akan ada rasa sakit yang menjalar di antara keduanya?
Yang penasaran dengan ceritanya langsung saja kepoin ceritanya disini yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bilqies, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Daddy Nelson
"Luna, cepat bangun! Tolong siapkan semua keperluanku!" ucap Lucas sembari mengguncang tubuh Luna dengan keras agar kekasihnya itu segera bangun. Setelah itu Lucas berjalan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Dengan malasnya Luna mengerjapkan mata sembari berdecak kesal, dia pun berjalan menuju dapur dan mendapatkan wanita yang dia temui kemarin bertugas membersihkan apartemen berada disana.
"Cepat buatkan sarapan 2!" titah Luna dengan nada suara yang meninggi kemudian pergi begitu saja tanpa mendengarkan pertanyaan wanita itu.
Luna kembali ke kamar dan menyiapkan pakaian yang di pakai Lucas hari ini. Tepat setelah menyiapkan itu, Lucas pun keluar dari kamar mandi dan segera bersiap.
Luna memasang wajah manisnya berjalan menghampiri Lucas dan membantu lelaki itu untuk bersiap.
"Sayang, setelah ini sarapan dulu ya. Aku sudah menyiapkan nya untukmu," ucap Luna dengan lembut sembari memasangkan dasi.
"Terimakasih sayang." Lucas mengecup pucuk kepala Luna dengan mesra.
Kini mereka sudah berada di ruang makan, di atas meja telah tersaji 2 piring nasi goreng, sosis goreng, telur omelette, dan 2 gelas jus jeruk yang menggugah selera.
"Kamu yang menyiapkan ini semua?" tanya Lucas ketika mereka telah duduk berhadapan di meja makan.
"Tentu saja sayang. Apapun akan ku lakukan untukmu," jawab Luna yang di sambut senyuman di wajah Lucas.
"Mmm ... sayang makasih ya mobilnya. Hari ini aku mau pergi ke mall, setelah itu mampir ke salon. Udah waktunya perawatan wajah, tentunya ...." Luna menghentikan ucapannya sembari memasang wajah sendu.
"Kenapa?" tanya Lucas mengerutkan keningnya.
Luna terdiam hanya menggelengkan kepalanya seolah dia tak ingin berbicara lebih jauh.
"Katakan sayang, ada apa? Apa yang harus ku lakukan, hm?" tanya Lucas kembali.
"Mmm ... sebenarnya aku malu mengatakannya. Tapi pergi ke mall dan salon kan pasti memerlukan biaya," jawab Luna yang masih memasang wajah melasnya.
Lucas langsung mengerti apa yang Luna inginkan, dia pun mengeluarkan sebuah kartu kredit dari dalam dompetnya.
"Ini sayang," ucap Lucas sembari menyodorkan kartu itu di atas meja.
"Kartu ini unlimited, tapi aku mohon bijaklah dalam memakainya. Seperti yang aku ceritakan kemarin sore, saat ini aku masih dalam masa sulit. Jadi tolong mengertilah," terang Lucas berharap Luna mengerti kondisi perusahaannya.
"Iya sayang, jangan khawatir. Si cacat dan keluarganya itu memang kurang ajar udah bikin kamu susah begini."
"Tapi kita juga bersalah bukan? Kita yang telah menyakiti mereka dulu," ucap Lucas yang sadar diri akan perbuatannya.
"Aku tahu betul siapa dia. Si cacat yang sok baik itu hanya tak bisa terima kalau kamu lebih cinta aku daripada dia. Kamu jangan percaya dengan wajah polosnya, dia nggak sebaik yang kamu kira Lucas. Lihat saja bagaimana liciknya dia yang telah mempengaruhi Daddy nya untuk menghancurkanmu dan merayu Alan untuk menikahinya," geram Luna dengan suara yang meninggi.
Lucas menghela nafas beratnya.
"Sudahlah Luna, aku harus pergi. Kamu hati-hati ya disini," ucap Lucas sembari mengecup pucuk kepala kekasihnya itu kemudian meninggalkan Luna yang termenung di atas meja makan.
Setelah itu Lucas mengambil tas kerjanya dan kemudian pergi meninggalkan apartemen nya.
🌷🌷🌷
Sesampainya Lucas di kantor, dia kembali berkutat dengan segala kesulitan yang masih dia hadapi. Ada satu hal yang aneh telah memenuhi isi kepalanya, Lucas yakin bahwa keluarganya itu tahu kalau dia sudah berada di Jakarta. Tapi tak ada satu orang pun dari mereka yang datang menemuinya.
Berbagai macam pikiran membuat lelaki itu tenggelam dalam lamunannya.
Tak lama Dani menemui Lucas yang masih asik dengan pikirannya. Butuh waktu beberapa saat bagi Lucas untuk menyadari kehadirannya saat ini.
"Pak Lucas," panggil Dani yang kembali menyadarkan Lucas.
"Ah sorry, kenapa?" tanya Lucas mengerutkan keningnya.
"Saat ini ada supplier bahan baku lain yang bersedia bekerja sama, namun mereka memberikan harga yang lebih tinggi dari supplier sebelumnya," terang Dani hati-hati.
"Ya udah kamu terima aja," ucap Lucas dengan mata yang berbinar.
"Masalahnya dana yang kita miliki ternyata tidak cukup dan kita belum menemukan investor pengganti Jocelyn Group."
Lucas menyenderkan tubuhnya pada kursi dan berpikir untuk sejenak.
"Bagaimana jika mengajukan pinjaman pada pihak bank?" tanya Lucas.
"Maaf Pak dana yang di butuhkan saat ini cukup besar, jaminan yang di berikan pada pihak bank pun juga harus memadai," terang Dani.
"Baiklah, untuk sementara kita menjaminkan rumah orang tuaku," ucap Lucas sembari menelan salivanya. Dengan terpaksa Lucas melakuan hal itu, meskipun dia tahu resiko yang akan dia dapatkan. Salah satunya adalah dia akan di benci oleh keluarganya. Tapi inilah jalan satu-satunya agar bisa mendapatkan dana dalam waktu cepat, beruntungnya Lucas tahu tempat dimana kedua orang tuanya menyimpan surat-surat berharga itu.
🌷🌷🌷
Tepat pukul 11 siang Alan keluar dari ruangannya, seperti kemarin kegiatan lelaki itu begitu padat dengan beberapa berkas yang menumpuk di meja kerjanya. Meskipun begitu Alan tak pernah mengeluh, dia tetap mengerjakannya dengan baik.
"Alan." Seseorang menepuk pundak Alan dan menghentikan langkahnya.
Alan menolehkan wajahnya dan ternyata Daddy Nelson yang melakukan hal itu.
"Tuan, eh Daddy," ucap Alan yang masih merasa canggung dan segera meralat ucapannya. Dia pun langsung menyalami Daddy Nelson selaku ayah mertuanya itu.
Tampak Daddy Nelson tak sendirian, dia di temani beberapa petinggi perusahaan.
"Oh iya, perkenalkan ini menantuku," ucap Daddy Nelson pada para petinggi perusahaan.
"Mulai sekarang bila ada keperluan atau pun pertemuan penting, maka anakku ini yang mewakili aku," lanjut Daddy Nelson sembari menepuk bahu menantunya itu. Sontak membuat Alan terkejut, tapi tidak dengan beberapa orang yang ada disana. Mereka menganggukkan kepalanya tanda mengerti.
Alan masih dengan raut wajah terkejut, mereka melanjutkan obrolan hingga akhirnya Daddy Nelson undur diri untuk pergi yang kemudian di ikuti oleh Alan.
"Tuan, tunggu sebentar," panggil Alan.
"Ada apa?" tanya Daddy Nelson yang menghentikan langkahnya.
"Saya menjadi wakil anda?" tanya Alan dengan mengerutkan keningnya.
"Seperti janji saya Alan, sebagian perusahaan ini sudah saya ganti atas namamu, jadi kamu bisa mewakili saya di perusahaan ini. Saya harap kamu tidak menolaknya seperti jabatan CEO yang telah kamu tolak. Tapi, usai pernikahan mu dengan Delila jabatan itu akan menjadi milikmu sepenuhnya. Mau tidak mau kamu harus menerimanya," terang Daddy Nelson pada menantunya.
"Tapi ...." Alan mulai ingin memprotesnya ketidaksetujuannya.
Daddy Nelson buru-buru pamit pergi ketika melihat Alan akan menolak.
"Daddy pergi dulu, masih banyak hal yang Daddy lakukan," ucap Daddy Nelson yang kemudian meninggalkan Alan seorang diri.
Alan pun masih terdiam di tempatnya dengan menatap kepergian Daddy Nelson.
.
.
.
🌷Bersambung🌷
yah dah di pastikan ini mah novel sering tahan nafas 😁😁😁😁
pantes kalau Lucas sma Luna