Arani bingung ketika tiba-tiba saja dijadikan kekasih oleh lelaki yang namanya hampir mirip dengannya yaitu Areno. Sering terjadi perdebatan karena Arani tidak mencintai Areno. Arani berpikir Areno menjadikannya kekasih karena kalah taruhan, atau sedang menjadikan Ia sebagai mainan.
Arani adalah anak yang fokus pada pendidikan. Maka ketika Ia dijadikan kekasih oleh Areno, didekati oleh Areno, Arani merasa terusik. Pendidikan yang Arani tempuh saat ini atas dasar keinginan orangtuanya, yang pada akhirnya menjadi keinginannya juga. Belajar Farmasi tidak mudah bagi Arani tapi Ia mau berusaha, dan tetap fokus. Hadirnya Areno menambah warna baru dalam hidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arzeerawrites, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
“Kak, temenin yuk,”
“Temenin ngapain?”
Selepas sholat Isya berjamaah, Ria tiba-tiba ingin makan seblak. Ada penjual seblak langganan Ria di dekat rumah. Tinggal jalan kaki sedikit, maka Ia sudah bisa makan seblak. Ia mengajak kakaknya supaya ikut pergi juga.
“Beli seblak,”
“Hah? Beli seblak? Tiba-tiba pengen seblak?”
“Eh Papa mau dong,”
“Aku juga mau,”
“Ya udah makanya ayo temenin aku, Kak,”
Arina menganggukkan kepalanya. Ia tidak keberatan bila adiknya minta ditemani. Sekalian jalan-jalan malam juga.
“Hati-hati ya kalian berdua,” tidak lupa Radi berpesan pada dua anak perempuannya agar hati-hati pergi ke rumah tetangga mereka yang menjual seblak. Walaupun jaraknya sangat dekat, tapi apa salahnya berpesan seperti itu.
“Iya, Pa,”
“Atau Papa aja deh yang pergi, kalian di rumah,”
“Ih nggak usah, Papa. Aku sama Kakak ‘kan mau jalan-jalan malam juga ceritanya. Papa sama Mama tunggu di rumah aja ya,”
“Kenapa sih selalu nolak kalau Papa yang jalan beli seblak? ‘Kan dekat padahal,”
“Ya justru itu, Papa. Karena dekat jadi biar akus ama kakak aja, jangan Papa dong. Udah Papa tenang aja, aku sama kakak cuma beli seblak di rumah Tante Ina. Nanti langsung pulang kok,”
“Ya udah pergi deh, hati-hati ya, Nak,” ujar Hellen pada dua anak perempuannya yang langsung kompak memasang sikap hormat.
Mereka berdua langsung bergegas meletakkan mukena di kamar masing-masing setelah itu bergegas pergi membeli makanan berkuah yang menjadi salah satu menu kesukaan keluarga mereka.
“Hati-hati ya, Nak,”
“Iya, Mama, orang cuma dekat kok. Tenang aja, Ma,”
Mau jauh ataupun dekat, Hellen memang tidak akan pernah lupa berpesan seperti itu pada kedua anaknya yang akan pergi kemanapun.
“Kakak, udah baikan sama Bang Aren?”
“Kakak sih masih cuekin dia ya. Dia chat, kakak biarin aja,”
“Ih kok kakak begitu sih? Terus gimana Bang Aren? Dia kesal nggak? Apa masih usaha?”
“Nggak tau, bodo amat deh dia kesal atau nggak,”
“Kak, baikan aja, aku suka kedamaian,”
“Iya ntar kalau udah nggak kesal lagi,”
Baru juga mereka berjalan kaki meninggalkan rumah sambil mengobrol, tidak terasa sudah sampai di rumah tetangga mereka yang menjual makanan. Tidak hanya seblak, ada beberapa jenis makanan tapi yang paling disukai oleh mereka adalah seblak nya.
Setelah memesan, Ria dan Arani duduk di kursi menunggu seblak pesanan mereka selesai dibuatkan.
Sambil menunggu, Arani mengeluarkan ponselnya. Ia membuka sosial media yang membuat adiknya penasaran, dan akhirnya ikut melihat juga.
“Hayo, kepo ‘kan. Ngapain liat-liatin kakak main handphone,”
“Pengen liat aja, penasaran aku, Kak,”
“Cuma buka instagram aja ini,”
Selepas Arani berkata seperti itu tiba-tiba ada panggilan masuk dari nomor Areno. Arani berdecak pelan dan Ia menolak panggilan Areno tanpa basa-basi.
Ria yang duduk di sebelahnya dan ikut mengamati ponselnya tentu merasa bingung ketika kakaknya malah menolak panggilan Areno.
“Kakak, kok dimatiin? Kenapa emangnya?”
“Biarin aja, ganggu dia. Orang lagi scrol instagram,”
“Ya tapi ‘kan bisa diangkat dulu, Kak. Barangkali penting,”
“Ya ampun, Areno tuh nggak bakalan nelpon aku karena hal penting. Dia cuma mau ganggu doang, Ri,”
“Ih kakak belum apa-apa udah curigaan aja deh, nggak baik tau, Kak. Coba aja diangkat dulu,” ujar Ria yang masih bersikeras menyuruh kakaknya untuk menerima panggilan dari Areno yang kembali menghubungi Arina.
“Males ah,”
Arani suka asyik sendiri kalau sudah membuka sosial media melihat postingan-postingan orang lain. Apalagi kalau postingannya tentang destinasi wisata, makanan, atau video yang lucu-lucu. Pasti Arani betah menatap layar handphonenya lama-lama.
Areno menghubungi untuk yang ketiga kali dan Arani masih menolaknya juga. Beberapa detik dari panggilan ketika Areno yang juga ditolak oleh Arani, tiba-tiba ada pesan masuk dari Areno.
-Ran, aku di depan rumah kamu ya. Tolong turun, aku bawa sesuatu buat kamu-
Arani mendengus kesal setelah itu beranjak bangun dari kursi. “Benar-benar ya si Areno tuh. Ngapain coba datang-datang ke rumah. Mana ada bawaan lagi,”
“Ya udah sana Kakak pulang. Eh atau Bang Aren nya ke sini aja, ‘kan dekat tuh,”
“Ya udah aku suruh dia ke sini deh, aku nggak mau ninggalin kamu,” ujar Arani yang baru kepikiran Ia bisa menghubungi Areno, tidak perlu menghampirinya karena pesanan seblak belum selesai dibuat.
-Lagi beli seblak. Ke sini aja kalau mau-
Areno langsung meminta Arani untuk membagikan lokasi. Dengan senang hati Areno akan menghampiri Arani. Apalagi Arani sudah membalas pesannya seperti itu. Artinya Arani memberikan izin untuknya menghampiri Arani.
Tidak lama kemudian Areno datang dengan motornya. Areno tersenyum lebar mendekati Arani yang sedang fokus menatap ponsel bersama sang adik. Di tangannya, Areno menjinjing paper bag berisi tiga kotak brownies.
“Ehem, permisi orang ganteng mau duduk,”
Areno langsung duduk di depan Arani juga Ria. Kedua gadis itu terkejut tahu-tahu Areno sudah datang. Lelaki itu datang dengan senyum hangatnya.
“Halo,”
“Apaan sih sok akrab banget,”
“Lah emang akrab kok,”
Areno meletakkan paper bag yang dibawanya tepat di hadapan Arani juga Ria. Keduanya menatap Areno dengan bingung.
“Apa ini?”
“Brownies doang,”
“Ya ampun, Bang Aren baik banget. Makasih ya, Kakak suka brownies,”
“Iya aku tau makanya aku beli,”
“Bang Aren sengaja ke sini karena mau antar brownies? Atau memang ada tujuan lain misalnya mau pergi kemana gitu terus sekalian deh mampir ke sini,”
“Nggak kok, emang sengaja mau ketemu kakak kamu, Ri,”
“Ah sweet nya,”
“Ran, kamu masih ngambek sama aku ya? Aku ‘kan udah minta maaf. Ya udah besok-besok aku nggak akan ganggu quality time kamu sama teman kamu deh, aku janji,”
“Hmm,”
“Ih kok cuma gitu doang sih responnya? Ngomong dong Aranique,” bujuk Areno sambil mengerlingkan salah satu matanya. Yang dilakukan Areno itu membuat Ria tertawa.
“Kenapa ketawa, Dek?”
Areno bingung ketika Ria tertawa. Padahal menurutnya tidak ada hal lucu yang Ia lakukan. Barusan Ia hanya membujuk Arina, kakaknya Ria yang ternyata kalau sudah kesal akibat quality time bersama teman diganggu bisa semarah ini. Semua pesan dan panggilannya diabaikan, dan ekspresi wajah Arani juga masih tidak ramah.
“Nggak apa-apa, lucu aja. Bujuk terus, Bang. Aku udah bilang mungkin Abang itu mau jagain kakak, tapi katanya kakak tuh udah bisa jaga diri sendiri. Makanya Kakak kesal pas Abang ikut,”
“Nah Ria aja tau maksud aku, Ran. Aku cuma pengen jagain kamu doang sebenarnya,”
“Nggak! Kamu tuh ganggu tau. Yang harusnya pergi cuma berempat akhirnya malah berlima karena sama kamu. Mau nggak mau aku iyain karena kamu nya nggak mau pulang,”
“Ya udah aku minta maaf, dimaafin ‘kan? Jangan cuek gitu dong, kok balik ke settingan awal sih?”
“Udah baikan aja, Kak, Bang. Berantem atau marah-marah, terus sedih, itu bikin kepala pusing lho. Jadi mending damai aja deh biar kepala nggak ngerasain yang namanya pusing,”
Areno menjawil tangan Arani yang terletak di atas meja. Areno tidak berani menggenggamnya walaupun ingin sekali. Kenapa tidak berani? Karena Ia takut tangannya malah diputar oleh Arani lalu terjadilah insiden patah tulang yang tak diinginkan. Aduh, jangan sampai itu terjadi. Bahaya sekali ada kekerasan dalam hubungan sepasang kekasih.
“Ini seblak pesanan Arani udah jadi,”
Arani, Ria, dan Areno langsung menatap ke arah Ina, penjual seblak, yang meletakkan pesanan Arina di atas meja.
Sebelum Arani mengeluarkan uangnya, Areno lebih cepat melakukannya. “Eh nggak usah, aku aja,” tolak Arani yang tidak mau belanjaannya dibayarkan oleh Areno. Sebab Ia memegang uang sendiri, dan membayar apa yang Ia beli memang sudah jadi kewajibannya.
“Apaan sih kayak ke siapa aja, aku pokoknya!”
“Nggak usah! Kamu kenapa susah banget sih dikasih taunya,” ujar Arani seraya melontarkan tatapan tajam ke arah Areno.
“Tante Ina, ini terima dari aku aja ya, makasih banyak,”
Arani menyerahkan uang berwarna merah muda. Arani tidak minta sisanya dikembalikan. Setelah itu Arani mengajak adiknya pulang.
“Eh, aku antar yuk,” dengan berseri-seri Areno menawarkan dirinya untuk menjadi pengantar Arani.
“Lah ngapain? Orang dekat banget kok,”
“Iya sih emang dekat banget parah, masih satu komplek gitu, jalan dikit sampai. Tapi aku—“
“Kamu langsung pulang aja. Tapi aku mau ngucapin makasih dulu karena kamu udah mau repot-repot ke sini, bahkan sampai bawa makanan. Tapi lain kali nggak usah repot-repot,”
“Nggak repot kalau buat pacar aku,”
“Udah nggak usah ngomong yang aneh-aneh lagi, ini udah malam. Mendingan sekarang kamu buruan deh pulang ke rumah, aku sama adik aku juga mau langsung pulang ke rumah,”
“Okay aku temenin sampai gerbang rumah kamu dulu baru deh aku pulang,”
“Ya udah terserah kamu deh, suka-suka kamu. Malas aku berdebat. Lagian kalau aku larang pasti nggak bakal berhasil juga, percuma. Jadi biarin aja deh,”
Akhirnya Arani berjalan bersama adiknya yang sedari tadi menjadi saksi perdebatan Arani. Mulai dari siapa yang ingin memberikan uang kepada penjual seblak, kemudian berdebat lagi karena Areno mau mengantarkan Arani tapi Arani menolak sebab jaraknya juga sangat dekat.
Setelah tiba di depan rumah, Arani dan adiknya langsung mengucapkan terimakasih pada Areno yang malam ini datang membawa makanan, membayarkan seblak, lalu mengantarnya sampai ke depan rumah.
Bagaimana Ria tidak semakin mengidolakan kekasih kakaknya itu coba? Tapi aneh, Arani biasa saja padahal kekasihnya itu bersikap manis sekali.
“Makasih,”
“Makasih ya, Bang Aren udah baik banget,”
Dari cara mengucapkan terimakasih saya sudah beda. Arani terkesan lebih datar, sementara Ria menunjukkan kebahagiaannya karena memiliki calon kakak ipar yang baik.
Ah bagaimana-bagaimana?
Arani bisa marah tujuh hari tujuh malam kalau Ria bicara itu terang-terangan. Sebab Arani itu tampaknya belum benar-benar bisa menerima kehadiran Areno dalam hidupnya. Ditambah lagi sekarang Arani sedang kesal pada Areno akibat kesalahan Areno.
“Sama-sama, kalian langsung masuk aja, baru deh aku pulang,” ujar Areno.
“Tanpa disuruh, aku bakal masuk. Udah sana pulang,”
“Masuk aja dulu, nanti kalau aku udah liat kalian masuk baru deh aku pulang,”
“Ih ribet banget,”
Areno tertawa mendengar Arani yang mencibirnya setelah itu melangkahkan kaki menjauh dari Areno, di belakangnya ada Ria yang senyum-senyum senang melihat interaksi antara Arani dan kekasihnya yang menggemaskan. Ternyata awet juga merajuknya Arani pada Areno, tapi Areno punya cara meluluhkan. Walaupun sepertinya belum berhasil.