Menjadi seorang koki disebuah restoran ternama di kotanya, merupakan sebuah kebanggaan tersendiri bagi Ayra. Dia bisa dikenal banyak orang karena keahliannya dalam mengolah masakan.
Akan tetapi kesuksesan karirnya berbanding terbalik dengan kehidupan aslinya yang begitu menyedihkan. Ia selalu dimanfaatkan oleh suami dan mertuanya. Mereka menjadikan Ayra sebagai tulang punggung untuk menghidupi keluarganya.
Hingga suatu hari, ia dipertemukan dengan seorang pria kaya raya bernama Daniel yang terkenal dingin dan kejam. Ayra dipaksa menjadi koki pribadi Daniel dan harus memenuhi selera makan Daniel. Ia dituntut untuk membuat menu masakan yang dapat menggugah selera Daniel. Jika makanan itu tidak enak atau tidak disukai Daniel, maka Ayra akan mendapatkan hukuman.
Bagaimana kah kisah Ayra selanjutnya?
Selamat membaca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu_ Melani_sunja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Telepon dari ayah Ayra.
Hari sudah mulai gelap, lampu jalanan juga mulai menyala untuk menerangi jalanan.
Ayra di ajak ke sebuah apartemen milik Daniel, yang keberadaannya tidak diketahui orang lain selain Bram.
Bukan tanpa alasan, Daniel membawa Ayra ke sana. Ia hanya tak mau ayahnya mengetahui keberadaan Ayra dan akan menangkapnya.
"Tempat apa lagi ini?" ucap Ayra saat masuk ke apartemen.
"Ini adalah apartemen tuan Daniel, kamu akan aman bersembunyi di sini!" jawab Bram.
"Aku tak tahu kenapa banyak orang mengejar ku, sebenarnya aku ini salah apa?" Ayra menoleh menatap Bram menunggu sebuah jawaban darinya.
Bram melirik Daniel yang sedang duduk di sofa sambil memainkan ponselnya.
"Kamu benar tidak tahu permasalahan suami mu?" Bram balik bertanya.
Ayra menggeleng.
"Suami mu diduga telah bekerja sama dengan seseorang untuk mencelakakan nyonya Arum, atau ibu dari tuan Daniel. Awalnya kami mengira jika Rayyan dan Safar hanya seorang penadah kendaraan yang digunakan untuk menabrak mobil nyonya Arum. Tapi menurut kabar yang kami dengar terakhir, rupanya mereka adalah pelaku dari tabrakan itu!" jelas Bram.
Ayra menyimak cerita Bram dengan teliti, cerita itu ia hubungkan dengan gerak gerik Rayyan selama ini.
"Pantas saja, dia terlihat jarang sekali keluar, sekali keluar pasti malam hari, ternyata itu masalahnya. Oiya..." Ayra mengeluarkan ponsel yang ia temukan di lemari Rayyan dari dalam tas.
"Aku menemukan ini di lemari suami ku tadi, aku tak tahu isinya apa, soalnya sudah mati. Semoga saja bisa membantu. Kalau memang dia terbukti bersalah, tangkap saja, aku akan senang karena aku terbebas darinya." imbuhnya.
Bram menerima ponsel itu, lalu memeriksanya.
"Coba kamu cek Bram, siapa tahu itu adalah salah satu bukti untuk kita!" perintah Daniel.
"Baik tuan, akan aku cari lebih dalam lagi!" ujar Bram.
"Untuk masalah aku pernah melihat istri tuan Daniel datang dengan seseorang, aku memang tidak bohong. Aku benar melihatnya, mereka seperti memberi suamiku sesuatu, tapi aku tak tahu apa," tambah Ayra.
"Setelah itu, apa mereka pernah datang lagi?" selidik Bram.
"Sepertinya tidak, aku hanya melihatnya sekali itu saja!"
Tiba-tiba,
"KRUUUKKK" perut Daniel memberi berbunyi memberi sinyal agar segera diisi.
Ayra meliriknya, begitu juga dengan Bram.
"Sepertinya ada yang lapar?!" celetuk Ayra.
"Tapi sayangnya di apartemen ini tidak ada bahan apapun untuk di olah," kata Bram.
Daniel menghembuskan nafas, lalu memerintahkan Bram untuk memesan makanan secara online.
Setelah menunggu agak lama, akhirnya pesanan makanan mereka datang. Bram dan Ayra membuka bungkus makanan sejenis steak daging tersebut. Memberikan pada Daniel satu porsi dan sisanya untuk mereka berdua.
Daniel terlihat bermalas-malasan menguyah makanan itu, ia hanya mengaduk aduk makanan tersebut, dengan sesekali menyendokkan ke dalam mulut. Ayra memperhatikannya, lalu mencicipi makanan dengan menu yang sama, yang ada dihadapannya.
"Lumayan kok! tapi kenapa dia seperti tidak suka?" batinnya.
Melihat Daniel tak berselera sama sekali, Ayra memiliki ide. Ia membisikkan sesuatu pada Bram. Ayra mengajak Bram keluar mencari pedagang nasi goreng, untuk memesan nasi goreng, tapi Ayra yang memasak pesanan nasi goreng itu.
Bram menyetujui, dan ketika Daniel pergi ke kamar mandi, diam diam mereka berdua keluar dari apartemen dan mencari pedagang nasi goreng terdekat. Beruntung, Ada pedagang yang mengizinkan Ayra untuk memasak sendiri nasi goreng yang ia pesan.
Setelah mendapatkan izin, Ayra mulai memasak nasi goreng tersebut dari wajan pedagang itu. Bahkan Ayra juga tidak pelit untuk berbagi ilmu memasak yang ia ketahui pada pedagang itu. Sebaliknya, Pedagang itu merasa senang karena mendapatkan ilmu dari koki terbaik di kota itu.
Setelah nasi gorengnya matang, Ayra membungkus nasi goreng itu dengan sangat rapih dan cantik.
Bram memberi uang lebih pada pedagang itu sebelum akhirnya mereka kembali ke apartemen.
Di sofa, Daniel duduk menyilangkan kaki menunggu kedatangan mereka dengan tatapan tak bersahabat.
"Dari mana kalian?!" tanya Daniel cetus.
Bram menutup pintunya perlahan, ia hanya menanggapi Daniel dengan senyuman. Sementara Ayra berjalan mendekat, ia berdiri dihadapannya, namun kedua tangannya menyembunyikan sesuatu dibelakang tubuhnya.
Daniel menatapnya." Apa?!" tanyanya masih dengan nada ketus.
Ayra mengeluarkan bungkusan nasi goreng dan meletakkan di meja.
"Silahkan dinikmati tuan, ini adalah masakan ku sendiri," kata Ayra.
Daniel mengerenyit, menatapnya bungkus nasi tersebut. Ayra berjongkok di dekat meja, lalu membukakan nasi goreng itu untuk Daniel.
Daniel menghirup aroma sedap nasi goreng itu. Awalnya ia hanya mencicipi sedikit, lalu setelah dirasa memang itu masakan Ayra, Ia langsung melahapnya tak tersisa.
"Kalau begini terus, aku bisa mendapatkan uang lebih banyak lagi dari tuan Daniel, dia sangat menyukai masakan ku, siapa tahu setelah ini aku akan di angkat menjadi koki pribadinya. Setelah aku memiliki banyak uang, aku akan membangun usaha kuliner dan membuka usaha itu bersama ayah," batin Ayra tersenyum menatap Daniel.
"Mulai hari ini, kamu tidak perlu bekerja di restoran itu lagi, kamu akan menjadi koki pribadi ku dan hanya memasak untuk ku saja, tidak boleh memasak untuk orang lain." Kata Daniel sambil mengelap bibirnya dengan tisu.
Ayra sampai melongo mendengar tawaran Daniel, ia tak menyangka jika Daniel bisa membaca isi hatinya.
"Kamu mau atau tidak?!" tegas Daniel.
"Ma-mau tuan, tapi..."
"Kamu tidak usah khawatir, Bram akan pergi menemui manager restoran itu, dan memberikan ganti rugi yang sesuai karena aku telah mengambil mu dari mereka," Imbuh Daniel.
"Baik tuan..." jawab Ayra, lagi lagi ia dibuat heran karena Daniel kembali bisa menebak isi hatinya.
Tiba tiba, ponsel Ayra berdering dari dalam tas. Ia segera meraih dan melihat layar ponselnya.
"Ayah?!" ucapnya lirih.
Tahu jika ayahnya menghubungi, Ayra segera meminta izin pada Daniel untuk mengangkatnya. Daniel mengangguk memberi isyarat agar Ayra segera mengangkat panggilan tersebut.
"Halo ayah, ada apa? ayah baik baik saja kan?" tanya Ayra dengan raut wajah sedikit khawatir.
Ayahnya tidak langsung menjawab, namun dari ponselnya Ayra bisa mendengar, ayahnya seperti dalam penekanan.
"Ayah...!" sekali lagi Ayra memanggilnya.
"A-Ayra...kamu, kamu di mana nak?" tanya ayah Ayra dengan suara gugup dan terbata bata.
Wajah Ayra jadi menegang, ia menatap Daniel sekilas lalu beralih menatap Bram. Bram menempelkan jari telunjuknya pada bibir, memberi isyarat agar Ayra tidak berbicara jujur.
"Aku, aku sedang bekerja ayah, ayah kenapa? kedengarannya ayah gugup sekali? Ada apa?"
Ayah Ayra tidak langsung menjawab, justru terdengar suara isak tangis dari balik telpon.
"Ayah...! Ayah kenapa?? Ada apa dengan ayah?!" tanya Ayra mulai panik.
Daniel berdiri, mendekat pada Ayra lalu mengambil ponsel dari telinga Ayra.
Awalnya, Ayra ingin merebutnya kembali, tapi Daniel memberi isyarat agar Ayra diam. Daniel menempelkan ponsel Ayra di telinganya, coba mendengarkan ada aktivitas apa diseberang sana.
Daniel mendengar suara tangisan yang tertahan dari ayah Ayra, ia juga mendengar suara bisik bisik dari sana. Daniel segera mematikan panggilan itu, lalu memberikan pada Ayra.
"Kenapa tuan matikan! Ayah ku sedang dalam masalah, aku yakin sekali!" ucapnya merasa sangat khawatir.
"Bram! Cari tahu yang sebenarnya!" perintah Daniel pada Bram.
"Baik tuan!"
Bram berjalan menjauh, lalu coba menghubungi seorang mata mata yang ia percaya.
Sementara Ayra tidak bisa berdiri dengan tenang, ia mondar mandir sangat gelisah dan khawatir akan keadaan ayahnya.