zaira Kalya , gadis bercadar yang bernasib malang, seolah cobaan terus mendatanginya. Setelah Tantenya-tika Sofia-meninggal, ia terpaksa menerima perjodohan dengan albian Kalvin Rahardian-badboy kampus-yang begitu membencinya.
Kedua orang tua ziara telah meninggal dunia saat ia masih duduk dibangku sekolah menengah pertama, hingga ia pun harus hidup bersama tika selama ini. Tapi, tika, satu-satunya keluarga yang dimilikinya juga pergi meninggalkannya. tika tertabrak oleh salah satu motor yang tengah kebut-kebutan di jalan raya, dan yang menjadi terduga tersangkanya adalah albian.
Sebelum tika meninggal, ia sempat menitipkan ziara pada keluarga albian sehingga mereka berdua pun terpaksa dinikahkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon chayra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 35
"Dengerin baik-baik aku bicara, Gita. Karena aku cuma akan bicara satu kali aja dan gak akan mengulanginya lagi." Ziara mengulangi ucapan Brigita tadi sambil menunjuk gadis di depannya itu.
"Jauhi albian mulai sekarang kalo kamu gak mau dicap sebagai pelakor! Aku gak akan diem aja kalo kamu berani menggoda albian lagi seperti yang kamu lakukan padanya kemarin. Dia... albian adalah suami ziara yang sah dimata agama dan negara. Paham?!"
Ucapan ziara barusan berhasil membuat Felicia dan Erlina terkejut. Kedua gadis itu membekap mulut mereka yang hampir saja berteriak kaget dengan kenyataan yang tak terduga itu.
Sedangkan Brigita mematung di tempatnya melihat keberanian ziara yang sudah membuka rahasia pernikahannya dengan albian di hadapan kedua sahabatnya itu.
"Ayo, lin, kita ke kelas. Kayaknya aku udah cukup bicaranya sama Brigita biar dia gak terus-terusan jadi duri dalam pernikahanku dan albian," ucap ziara sambil menggandeng tangan eline.
Senyuman lebar mengembang di wajah Adeline. "Yuk ah... Gue juga udah mual liat muka-muka calon pelakor ini lama-lama, zia. Hiihh... Huwek," ucapnya sambil mengibaskan tangannya di depan wajah seolah mencium bau tak sedap dari Brigita.
Keduanya pun bergegas pergi meninggalkan Brigita dan gengnya yang masih mematung di tempat.
Kedua tangan Brigita meremas kuat mini dress yang dikenakannya sambil menatap tajam punggung ziara yang semakin menjauh dari sana. Darahnya mendidih hingga ke ubun-ubun mengingat semua ucapan ziara yang secara terang-terangan mengingatkan Brigita akan statusnya sebagai istri sah albian.
"Gue gak akan tinggal diem, zia! Gue gak takut sama ancaman lo. Gue pastikan akan rebut albian dari lo. Lo akan dibuang sama albian," gumam Brigita.
***
Padahal hari begitu cerah. Bahkan matahari pun begitu terik pagi ini setelah hujan lebat semalam. Tapi, semua itu berbanding terbalik dengan Brigita.
Setelah kalah berdebat dengan ziara dan berakhir malu, kini di kantin gadis dengan rambut sebahu itu tengah berhadapan dengan vino yang memberikan tatapan tajam dan mematikan padanya.
"Ada apa? Kenapa lo minta duduk berdua sama gue aja? Gimana kalo nanti ada gosip soal kita? Tau sendiri kan kalo anak-anak sini sukanya salah paham," tanya Brigita, sesekali ia berdehem pelan. Gadis itu menatap vino sambil bertopang dagu.
"Gak akan ada yang salah paham kalo mereka tau soal hubungan kita," jawab vino dingin. "Kita saudara tiri. Lo gak lupa itu kan?" ucapnya mencoba mengingatkan.
Brigita berdecak pelan. "Ck, lo gak perlu ingetin gue kalo kita ini saudara tiri. Mending langsung to the point aja lah. Maksud lo ngajak gue ngobrol berdua mau apa? Gak mungkin kan kalo gak ada tujuannya?"
"Suruh Bokap gue pulang. Dira nanyain terus. Selain Nyokap lo, adek gue juga butuh dia. Pasti Nyokap lo udah sembuh kan?" ucap vino tanpa basa basi. Pemuda itu menahan risih dengan semua tatapan para mahasiswa lain di sekitar sana yang melihatnya duduk satu meja berdua dengan Brigita.
"Ohh... Jadi soal itu. Nanti deh gue kasih tau Bokap lo biar pulang. Kemarin masih nganterin Nyokap ke rumah sakit soalnya," balas Brigita seraya fokus menatap layar Hp nya. "Btw, ziara masih jadi guru les privatnya Dara sekarang?"
"Masih," jawab vino singkat. Pemuda itu bangkit berdiri karena dirasa tujuannya bertemu Brigita sudah disampaikan.
"Gue tebak lo suka kan sama ziara,"
ucap Brigita mendongak menatap vino yang berdiri di hadapannya. "Kira-kira lo mau gak kalo gue bantuin buat dapetin dia?"
Langkah vino yang hendak meninggalkan meja itu pun terhenti. Pemuda itu menatap Brigita dengan satu alis terangkat.
"Lo mau bantu gue apa?"
Seringaian licik terukir di wajah Brigita. "Bantuin lo buat dapetin ziara. Rebut dia dari albian."
Vino kembali duduk di tempat duduknya seraya menghela napas kasar. "Jadi bener kalo mereka berdua udah nikah? Sampe sampe lo minta gue rebut zia dari albian," tanya vino memastikan. Jujur saja ia belum bisa percaya dengan ucapan albian yang mengaku telah menikahi ziara tempo hari.
Brigita mengangguk samar. "Bener. Mereka udah nikah. Tapi, nikahnya karena terpaksa. Jadi, gue yakin kalo albian sampe sekarang ini belum pernah nyentuh ziara. Dan lo harus segera rebut zia sebelum semuanya terlambat."
"Lo gak perlu kuatir. Gue akan bantuin lo. Serahin aja semua sama gue. Gue pastiin lo akan dapetin ziara. Tapi, lo harus mau kerjasama sama gue," sambung Brigita menaikan satu alisnya.
Bukannya menjawab tawaran dari Brigita, vino justru tertawa di tempat duduknya hingga banyak pasang mata yang memperhatikannya.
"Lo kenapa malah ketawa? Mau atau enggak?" tanya Brigita yang belum juga mendapatkan jawaban dari vino.
Tawa vino masih menguar menggema di kantin yang awalnya begitu bising dengan suara sendok yang beradu dengan piring serta tawa para mahasiswa yang tengah menikmati istirahat makan siang. Kini tawa vino mendominasi kantin itu. Suara bising tadi seketika lenyap karena semua orang mendadak fokus ke arahnya.
"Lo pikir gue percaya, hah?" ucap vino sambil tertawa ke arah Brigita. "Gue gak akan percaya sama pembohong kayak lo!"
Brigita menggebrak meja kuat. Gadis itu kesal karena dikira berbohong oleh vino.
"Terserah lo mau percaya atau enggak. Yang jelas gue tau sendiri kalo mereka udah nikah. Gue orang pertama yang tau soal rahasia ini, paham!"
"Lo mau gue bantuin atau enggak, itu terserah lo. Lagian lo sendiri yang rugi kalo udah kehilangan orang yang lo sukai," sambungnya.
Tawa vino mendadak lenyap. Wajahnya berubah garang dalam sekejap. "Gue gak butuh bantuan lo!" ucapnya tegas. "Gue gak akan pernah kerjasama sama anak dari wanita yang udah bikin keluarga gue berantakan. Paham lo
Brigita langsung kena mental. Apalagi vino mengatakannya dengan suara yang cukup keras sehingga beberapa mahasiswa lain yang duduk di sekitarnya pun ikut mendengar.
Buru-buru Brigita pergi dari sana dengan kepala yang tertunduk ke bawah tanpa berpamitan pada vino. Wajahnya memerah menahan marah sekaligus malu.
"Sial! Gue bener-bener sial hari ini,"
gerutu Brigita sambil berjalan meninggalkan kantin.
Sementara itu, vino yang masih duduk di tempatnya semula dengan perasaan yang hancur setelah mendengar fakta yang begitu menyakitkan perihal pernikahan ziara dan musuhnya, terusik dengan getaran Hp yang ada di saku celananya. Diambilnya benda pipih itu dan dilihatnya notifikasi pesan masuk dari kontak milik ziara.
Tanpa berlama-lama, vino segera membuka pesan masuk itu.
Zivana: Assalamualaikum, vin. Maaf banget ya, aku hari ini izin gak masuk ngajar Dira. Ada hal mendesak yang harus aku utamakan. Semoga kamu bisa ngerti.
Wassalamualaikum.
Dada vino bergemuruh hebat setelah membaca pesan dari gadis yang disukainya itu.
Terlebih sebelumnya ia mendengar perbincangan para anak manajemen soal albian yang hari ini tidak masuk karena sedang sakit.
"Jadi lo gak bisa ngajar privat karena begitu peduli sama albian yang lagi sakit, zia? Apa mungkin lo udah mulai suka sama dia?" gumam vino sambil meremas benda pipih di tangannya. Ia cemburu sekaligus iri pada albian yang mendapatkan perhatian lebih dari ziara meski Brigita bilang mereka menikah karena terpaksa.