Seorang gadis yang di paksa orang tuanya untuk menikah muda untuk melindunginya dari masa lalu yang terus menganggunya. Namun siapa sangka jika gadis itu di jodohkan dengan seorang pemuda yang menjadi musuh bebuyutannya. Lalu bagaimana pernikahan mereka akan berjalan jika mereka saling membenci?mungkin kah cinta akan tumbuh dalam diri mereka setelah kebersamaan mereka
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ella ayu aprillia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15
Gisella memeluk perut mama Sinta dengan manja. Ia akan merasa kesepian jika di tinggalkan oleh kedua orang tuanya apa lagi selama3 hari. "Tapi janji ya jangan lama - lama nanti aku kesepian."ujarnya dengan suara sedikit gemetar. Ia mencoba menahan tangis.
"Udah dong jangan nangis lagi, udah gede masak masih cengeng aja sih."suara lembut mama Sinta menenangkan hati Gisella.
"Oya sayang, kamu minggu depan sudah mulai ujian kenaikan kelas kan?"
"Iya maa..kenapa.."
"Berarti kamu harus menyiapkan diri untuk acara pernikahan kamu sayang. Setelah ujian selesai kamu harus beli cincin dan gaun pernikahan yang akan kamu pakai."
Deg...
Jantung Gisella berdetak dengan cepat. Ia bingung dengan apa yang akan ia lakukan.
Tidak segera mendapat jawaban mama Sinta kembali memanggil putri kesayangannya.
"Sayang...kamu dengar mama kan.?"
"I..iya ma.. tapi kenapa mesti aku yang pilih terserah mama aja mau pilih yang mana aku nurut aja sama mama dan bunda."
Entah kenapa ia masih belum siap jika harus segera menikah terlebih dengan Revan, musuh bebuyutannya di sekolah.
"Setelah ujian nanti kamu dan Revan harus sempatkan waktu untuk memilih cincin dan gaun sesuai dengan selera kamu."tutur mama Sinta lagi dengan mengelus puncak kepala putrinya. Ia tahu sebenarnya di dalam hati putrinya masih belum siap untuk berumah tangga apalagi usianya yang masih sangat dini. Namun tidak ada pilihan lain untuk melindunginya dari seseorang yang ingin berbuat jahat kepadanya.
Dengan perlahan papa Rizal memberi nasihat kepada putrinya "sayang nak, maafkan papa yang terlalu memaksa kehendak kami. Tapi percayalah semua ini untuk kebaikan kita semua dan papa yakin Revan bisa menjaga dan melindungi kamu. Papa yakin Revan adalah anak yang tanggung jawab. Kamu hanya perlu menjalani dulu hubungan kalian papa yakin kamu dan Revan akan saling jatuh cinta karena kebersamaan kalian."ujar papa Rizal.
Tanpa terasa air mata mengalir begitu saja di pipi putih Gisella. Ia merasa dipaksa untuk menikah namun di sisi lain ia juga tidak bisa menolak keinginan kedua orang tuanya.
Ia percaya jika orang taunya tidak akan mungkin membiarkan anaknya hidup menderita. Tapi Revan, kenapa harus Revan?batinnya bertanya - tanya.
***
Keesokkan harinya Gisella dan Marcel akan berangkat sekolah sedangkan kedua orang tuanya juga akan berangkat ke Jogja.
"Mama sama papa hati - hati ya, cepat pulang. Aku bakal kangen banget sama kalian."Gisella menatap sendu kedua orang tuanya.
"Iya sayang, kamu hati - hati dirumah sama kakak. Jangan bandel dan harus nurut sama kakak."nasihat mama Sinta.
"Iya ma, Gisel akan nurut sama kakak dan nggak akan bandel."
Gisella beralih memeluk papa Rizal, "papa juga hati - hati nanti kalau sudah sampai kabarin aku atau kakak." Papa Rizal memeluk putrinya seraya mengelus lembut kepala putri kesayangannya. "Ya sudah kita berangkat dulu nanti takut ketinggalan pesawat."ujarnya.
"Iya ma pa, kita juga mau berangkat nanti telat."sahut Marcel. Mereka pun akhirnya berpisah di depan rumah dengan tujuan masing - masing. Marcel dan Gisella tidak bisa mengantar kedua orang tuanya karena waktu yang terlalu mepet. Di dalam mobil, Gisella hanya diam tidak bicara sepatah kata pun. Wajahnya terlihat lesu dan tidak semangat.
Marcel memandang adiknya dengan sedih,
" Udah dong dek, mama papa juga cuma 3 hari kok nggak usah sedih gitu. Kamu juga bisa kok ajak teman - teman kamu nginep kalau mau. Atau mau ditemani sama Rania juga bisa."
Gisella menoleh dengan senyum sumringah " beneran boleh ajak Kania dan Selly nginep kak?"tanya Gisella antusias.
"Boleh dong, apa sih yang nggak boleh buat adek kakak yang cantik ini."
Gisella memeluk lengan Marcel "yes makasih ya kak,aku sayang sama kakak."
" Kakak lebih sayang sama kamu."balasnya.
Saat di persimpangan lampu merah, ia melihat sebuah mobil yang sejak tadi mengikutinya. Marcel menatap mobil itu waspada.
"Siapa dia? Apa dia sudah mulai beraksi? Gawat aku harus lebih baik menjaga dan melindungi Gisella. Aku tidak akan biarkan dia mendekati Gisella dan mencelakainya."gumamnya dalam hati.
Lampu hijau menyala, ia mencoba tetap fokus dengan jalanan di depan. Sesekali ia menoleh ke spion memastikan apakah benar ia tengah di ikuti dan ternyata terbukti. Saat mobil berhenti tepat di depan gerbang sekolah mobil tersebut juga berhenti di pinggir jalan.
"Kak..aku turun dulu."pamit Gisella mencium punggung tangan sang kakak.
"Iya...kamu hati - hati ya dek. Ingat jangan kemana - mana sebelum kakak jemput kamu."
Gisella mengangkat tangan memberi hormat kepada Marcel. " Siap bos.." serunya.
Saat turun dan akan masuk gerbang tidak seperti biasanya tidak ada sahabatnya menyambut kedatangannya. Hingga sudah masuk gerbang belum terlihat Kania maupun Selly datang menghampirinya.
"Tumben Kania dan Selly nggak keliatan kemana mereka." Gumamnya pelan.
Ia berjalan menyusuri koridor seorang diri sembari memainkan ponselnya.
Dari arah belakang terdengar suara gaduh akhirnya Gisella pun menoleh ke belakang. Matanya melotot lebar saat melihat tiga pemuda sedang lari kencang menuju ke arahnya. Sedangkan di belakangnya terlihat sebuah anjing mengejarnya.
Tanpa ada persiapan sama sekali ia pun berteriak lantang. "STOOOPPPPP."
Namun sayang sudah telat, setelah selesai ucap stop tak lama tubuhnya terhuyung ke belakang dan sesuatu yang berat menindih tubuhnya. Gisella menutup matanya merasakan nyeri dan sakit pada tubuhnya. Ia membuka mata dan terdiam saat melihat wajah Revan berada tepat di depannya tengah menatap dalam ke arah matanya.
Jantung Revan dan Gisella sama - sama berdetak kencang hingga mereka dapat mendengar detak satu sama yang lain.
"Ganteng juga ternyata nih cowok."batin Gisella. "Cantik juga ternyata nih cewek."batin Revan dalam hati. Untuk beberapa saat mata mereka saling beradu. Sedangkan kedua teman Revan berhasil menghentikan langkahnya dan ia termangu melihat pemandangan di depannya yang begitu langka.
Hingga Gisella yang mulai merasakan berat tersadar dari lamunannya.
"Ck minggir elo dari atas gue. Lo pikir badan gue kasur yang bisa lo naikin seenak jidat lo."ketus Gisella kembali mode awal yang jutek.
Dengan perlahan Revan bangkit dan berucap "halah badan kerempeng kaya gitu aja berisik lo. Badan gue sakit semua berasa kaya tidur di atas batu - batu kerikil."sahutnya sinis.
"Hah apa elo bilang? Badan gue kerempeng? Elo buta hah? Badan spek bidadari gini di bilangin kerempeng emang kurang ajar ya mulut elo tuh." Amuk Gisella marah.
"Lah gue ngomong nyata kok, cuma orang gila yang bilang badan lo bagus."jawabnya.
Kedua sahabat Revan yang sejak tadi diam kini ikut menimpali "lah bukanya badan Gisella bagus bos? Elo liat aja tuh depan belakang beh berisi dan kenceng banget." Ujar Rio .
"Mulut lo." Seri Gisel dan Revan kompak.
"Lah..gitu juga kompak udah cocok tuh."tambah Rendi menggoda.
"Dih amit - amit jabang bayi." Ucap mereka bersamaan lagi. Rio dan Rendi saling pandang lalu tersenyum penuh misteri.
'kayanya kalian bener - bener jodoh deh."
"Ogah.."Ucap mereka masih bersamaan.
"Berhenti ikuti omongan gue."
"Berhenti ikuti omongan gue."
Sama - sama jengah dengan ucapan yang beberapa kali selalu sama akhirnya Revan dan Gisella pergi meninggalkan Rio dan Rendi yang masih menatapnya dengan senyum smirk.
"Kayanya mereka beneran jodoh deh."sela Rio.
"Iya..tanpa mereka sadari mereka terlihat kompak dan saling melengkapi."tambah Rendi.
Rendi dan Rio saling pandang lalu tertawa " dan kita bisa sama sahabat Gisella."seru mereka.
"Gue sama Kania." Dan "gue sama Selly."
Tawa mereka kembali pecah dan tanpa sadar bel masuk sudah berbunyi sejak semenit lalu.
"Apa yang kalian tertawakan, cepat masuk."