NovelToon NovelToon
Rush Wedding

Rush Wedding

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Anak Yatim Piatu / Pernikahan Kilat / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Dijodohkan Orang Tua / Slice of Life
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author:

Sebuah kecelakaan beruntun merenggut nyawa Erna dan membuat Dimas terbaring lemah di ruang ICU. Di detik-detik terakhir hidupnya, Dimas hanya sempat berpesan: "Tolong jaga putri saya..." Reza Naradipta, yang dihantui rasa bersalah karena terlibat dalam tragedi itu, bertekad menebus dosanya dengan cara yang tak terduga-menjodohkan Tessa, putri semata wayang Dimas, dengan putra sulungnya, Rajata. Namun Rajata menolak. Hatinya sudah dimiliki Liora, perempuan yang ia cintai sepenuh jiwa. Tapi ketika penyakit jantung Reza kambuh akibat penolakannya, Rajata tak punya pilihan selain menyerah pada perjodohan itu. Tessa pun terperangkap dalam pernikahan yang tak pernah ia inginkan. Ia hanya ingin hidup tenang, tanpa harus menjadi beban orang lain. Namun takdir justru menjerat mereka dalam ikatan yang penuh luka. Bisakah Tesha bertahan di antara dinginnya penolakan? Dan mungkinkah kebencian perlahan berubah menjadi cinta?

Lucu jugaa!!

"Tess, lo ngapain sih mondar-mandir kayak gitu?" sahut Raisa heran melihat sahabatnya yang tak bisa diam.

Tessa mendesah kesal, wajahnya terlihat gelisah. Sejak tadi ia terus melirik jam tangan, langkahnya maju mundur di depan gajebo fakultasnya.

"Huhh!! Rajata kemana sih?" batinnya gusar. Setelah menurunkannya tadi pagi, pria itu langsung melajukan mobil tanpa banyak bicara. Pergi entah ke mana.

Dgdo cóaxp Padahal semalam Rajata sudah berjanji, sebelum kelas dimulai cat minyak sudah ada. Tapi sekarang hampir 30 menit berlalu, bayangan Rajata pun belum muncul.

"Dia—ngerjain gue ya?" Gumamnya lirih, namun masih cukup terdengar oleh Diana dan Raisa di depannya.

"Hah siapa yang ngerjain lo?" Raisa mengernyit bingung.

"Duduk, Tess. Sepet mata gue lihat lo mondar mandir terus dari tadi." Sahut Diana datar. Nada nya biasa tapi jelas terlihat ada sedikit nada kesal disana.

Tessa akhirnya menurut, dia pun duduk disebelah Raisa. Mencoba menetralkan napas nya yang memburu. Jemarinya saling menggengam erat dipangkuanya, berusaha menahan gejolak kesal yang hampir meledak.

Di sisi lain, Rajata berdiri di depan sebuah toko alat lukis yang masih tutup. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam hoodienya, bahunya sedikit merosot karena kesal menunggu.

Semalam, ia sudah mencoba menghubungi admin toko itu dan membuat janji untuk bertemu pukul delapan pagi. Tapi sekarang, jarum jam sudah menunjukkan pukul 08.30 dan belum ada tanda-tanda toko akan dibuka.

"Ini gue ngapain sih... segininya?" gumamnya lirih. Mendengus pelan nenatap nanar ke arah pintu toko yang masih terkunci rapat.

"Dulu... sesayang-sayangnya gue sama Liora aja, nggak pernah sampai begini."

Rajata mengacak rambutnya sendiri dengan kesal. Ia bahkan merogoh kocek lebih dalam, menambahkan sejumlah uang agar admin toko nya mau datang lebih pagi. Dan semua ini hanya demi satu orang: Tessa Alodia Kamani.

Tak lama kemudian, sosok laki-laki tampak berlari kecil ke arah toko. Wajahnya sedikit panik, napasnya memburu.

"Mas Rajata, ya? Maaf banget saya telat, tadi macet!" ucap admin itu sambil terburu-buru membuka kunci gembok toko.

Rajata mengangkat alis tajam, namun tetap menahan diri untuk tidak marah. Ia hanya menyentakkan dagunya ke arah pintu.

"Buruan, Mas. Istri saya udah mau masuk kelas ini. Nggak ada waktu." suaranya terdengar datar tapi penuh desakan.

Setelah mendapatkan apa yang dia mau, Rajata tidak membuang waktu. Dengan cepat dia melangkah keluar toko, tangan kiri menggenggam erat kantong belanjaan.

Begitu masuk mobil, tanpa ragu ia menginjak pedal gas dalam-dalam. Mesin meraung, mobil melaju kencang membelah jalanan pagi yang lumayan lengang.

Tidak ada alasan untuk pelan-pelan. Wajahnya serius, mata tajam menatap jalanan.

Rajata melirik jam di dashboard. "Sial... sepuluh menit lagi kelas Tessa dimulai." gumamnya pelan.

Ia menggenggam setir lebih erat, mempercepat laju mobil.

***

Di gazebo, Tessa hanya bisa menghela napas panjang. Ia bersandar lemas di kursi sambil memeluk tasnya erat-erat.

"Salah gue juga sih... kenapa nggak ngecek dari awal." batinnya getir. Kini ia hanya bisa menerima konsekuensi yang akan datang.

"Terus gimana cat minyak lo, Tess?" tanya Raisa hati-hati, ikut was-was.

"Nggak tau deh... gue udah pasrah." jawab Tessa pelan. Nada suaranya terdengar lemah, jauh dari biasanya yang selalu meledak-ledak.

"Yaudah, nanti bagi aja sama gue." usul Diana dari samping.

"Mana bisa. Lo ngerti kan Bu Dina paling nggak suka anak-anak berbagi. Kalo nggak bawa ya harus keluar kelas." jelas Raisa ikut menimpali dengan raut khawatir.

"Udahlah, masuk kelas aja yuk. Gue udah pasrah." ucap Tessa akhirnya. Ia berdiri, mengambil napas dalam-dalam seolah bersiap menerima hukuman.

Namun baru satu langkah kakinya maju...

"TESSA!"

Suara itu membuat mereka bertiga serentak menoleh. Bahkan beberapa mahasiswa juga ikut berhenti memperhatikan. Di kejauhan, Rajata berlari kecil dengan napas terengah-engah. Keringat membasahi pelipisnya, rambutnya sedikit berantakan tertiup angin.

Ia menghampiri Tessa sambil menyodorkan kantong kresek berisi cat minyak.

"Gue... nggak telat kan?" ucap Rajata dengan napas memburu, matanya menatap Tessa tajam.

Tessa terdiam di tempat. Matanya membulat tak percaya. Bahkan Raisa dan Diana ikut terpaku melihat pemandangan tak terduga itu.

Ia meraih kantong itu dengan tangan sedikit gemetar. Tessa masih tak percaya Rajata benar-benar mengusahakan semua ini. Ada rasa hangat yang tiba-tiba menjalari dadanya, padahal sedetik lalu ia mengira Rajata hanya mengerjai nya saja.

"Makasih, Ja..." ucapnya pelan, hampir seperti bisikan.

Rajata hanya mengangguk santai, napasnya masih sedikit memburu.

"Udah masuk lo, jangan bikin usaha gue sia-sia!" serunya sambil mendorong bahu Tessa pelan ke arah gedung fakultas.

Tessa terdiam sejenak. Jantungnya berdebar tak karuan. Ia hanya menatap Rajata dengan ekspresi campur aduk antara lega, terharu, dan... sesuatu yang tak bisa ia definisikan.

"Rajata..." ucapnya pelan, nyaris tak terdengar.

"Apaan? Jangan liatin gue kayak gitu, udah Masuk lo!" potong Rajata cepat.

Tessa akhirnya menurut. Ia melangkah masuk ke gedung sambil mencengkeram kantong kresek berisi cat minyaknya erat-erat. Tapi dalam hati, ada sesuatu yang terasa berbeda.

Raisa dan Diana menyipitkan mata curiga. Mata mereka saling tatap seolah berkata: mana ada sepupu begitu. Namun tidak ada yang bersuara, mereka melangkah menyusul Tessa yang sudah jalan lebih dulu.

Dari kejauhan, Liora dan dua temannya berdiri di balik tiang, memperhatikan semua yang terjadi. Matanya tak berkedip menatap Rajata yang baru saja menyerahkan kantong kresek ke Tessa dengan napas memburu.

Ada rasa panas menjalar di dada Liora. Jari-jarinya mengepal kuat-kuat, nyaris merobek tas kecil di genggamannya.

"Sialan... dulu waktu sama gue, dia nggak pernah segitunya ngusahain apa yang gue mau!" batinnya meraung penuh amarah.

Gladis yang berdiri di sampingnya melirik sekilas, lalu berbisik, "Ra, gue nggak yakin mereka itu sepupuan... mana ada sepupu kelihatan mesra begitu?"

"Iya! Gue juga mikir gitu, Ra. Lo harus cari tahu. Jangan-jangan ada sesuatu di antara mereka." timpal Sisil cepat, nada suaranya penuh racun.

Liora menghirup napas dalam-dalam, menahan emosinya yang hampir meledak. Matanya masih tak lepas dari pemandangan Rajata dan Tessa.

"Lo bener..." katanya pelan, namun nada suaranya terdengar dingin dan tajam. "Gue harus cari tahu semua tentang cewek itu. Dia pikir bisa dengan mudah gantiin posisi gue? Kita lihat nanti."

Senyum tipis muncul di wajah Liora, senyum yang lebih mirip seperti rencana jahat yang mulai terbentuk di kepalanya.

**

Rajata yang baru sampai di kantin Fakultas Ekonomi langsung menyambar es teh milik Aksa.

"Glek, glek, glek—"

Aksa, Tibra, dan Kala hanya melongo melihat Rajata yang seperti habis lari maraton.

"Haus banget lo, Ja!" sindir Aksa. "Itu bahkan gue belum sempet minum, tau-tau abis."

Rajata menghela napas panjang, masih ngos-ngosan. "HUH!!"

"Abis dari mana? Lari keliling lapangan?" tanya Tibra, alisnya terangkat.

"Abis nganter cat minyak ke gedung sebelah," jawab Rajata cuek.

Kala yang tadinya sibuk main game mendongak, memiringkan kepala menatap Rajata penuh selidik.

"Lo yakin cuma sepupuan sama dia?" tanyanya setengah bercanda, tapi matanya tajam.

Aksa ikut nimbrung, wajahnya penuh curiga.

"Iya, gue juga curiga. Dua tahun lo sama Liora nggak pernah gue liat segitunya, Ja."

Rajata menoleh cepat, lalu menatap Kala dan Aksa yang memasang wajah penasaran.

"Hmm," balasnya singkat, enggan menjelaskan panjang lebar. Biar Tibra saja yang tahu rahasianya—mulut dua temannya ini sering bocor.

Hari sudah berganti sore. Karena semua mahasiswa sudah tahu kalau Tessa dan Rajata sepupuan, mereka tak perlu lagi sembunyi-sembunyi untuk berangkat atau pulang bersama.

Seperti sekarang, Tessa duduk di pinggir lapangan sambil menunggu Rajata yang masih latihan.

Tadi Raisa dan Diana sempat menemaninya, tapi mereka sudah pulang lebih dulu karena ada urusan. Tinggal Putri yang masih duduk di sebelah Tessa.

"Kenapa lo nggak pernah cerita kalau Rajata sepupu lo?" tanya Putri tiba-tiba, memecah keheningan.

Tessa menoleh, sedikit canggung.

"Gue juga baru tau, Put. Waktu itu Om Reza yang urus pemakaman ayah sama ibu..." jawabnya pelan.

Putri hanya mengangguk, tapi tatapannya tak lepas dari wajah Tessa. Ada sesuatu di matanya, seperti rasa penasaran yang tak terucap.

Tak lama, sosok Rajata berjalan mendekat. Bajunya sudah berganti—kaos hitam polos dan celana jeans biru. Rambutnya masih setengah basah, tetesan air terlihat di ujung poni.

"Ayok balik!" ucapnya singkat.

Tessa mendongak, sempat terdiam sejenak. Ada rasa hangat merayap ketika matanya menangkap wajah Rajata yang terlihat segar dengan rambut basah itu.

Di sebelahnya, Putri pun ikut menatap. Dalam hati, ia harus mengakui... Rajata memang seganteng itu. Tanpa sadar ia menahan napas, matanya tak berkedip.

"Woy, ayok balik! Malah bengong!" seru Rajata sambil menggoyang pelan lengan Tessa.

"Iya, iya... ayok," Tessa buru-buru bangkit. Ia menoleh ke arah Putri.

"Put, gue duluan ya."

Putri hanya mengangguk, masih terpaku. Mulutnya ingin bicara, tapi tak ada suara yang keluar. Dalam hati ia bergumam, "kapan lagi gue ngelihatin Rajata sedeket ini..."

Di perjalanan pulang, Tessa tak sengaja melihat sebuah coffee shop estetik di pinggir jalan. Lampu-lampunya hangat, dengan jendela besar yang memamerkan interior kayu yang cozy.

"Ja, mampir ke situ dulu yuk." Tessa menunjuk ke arah coffee shop itu.

"Gue traktir deh, anggep aja sebagai ucapan makasih karena lo udah ngusahain cat minyak gue."

Rajata menoleh sekilas, wajahnya datar. Tidak ada anggukan atau kata-kata yang keluar dari bibirnya.

Tessa mendengus kecil, bibirnya mengerucut.

"Ish... jawab kek, iya atau nggak gitu."

Namun rasa kesalnya langsung mencair begitu mobil Rajata perlahan berbelok masuk ke area parkir coffee shop yang tadi ia tunjuk.

Saat mobil masuk area coffee shop, Tessa baru sadar satu hal—Rajata lebih suka bertindak daripada banyak bicara.

Tanpa banyak kata, Rajata turun dari mobil. Tessa pun segera menyusul di belakangnya. Begitu mereka masuk, aroma kopi dan roti panggang langsung menyeruak, membuat perut yang kosong semakin protes.

"Silakan, mau pesan apa, Kak?" sapa staf kasir dengan ramah.

"Americano satu, ice tea satu, sama spaghetti carbonara," ucap Rajata cepat, lalu menoleh pada Tessa.

"Lo mau pesen apa?"

"Hmm... matcha latte satu sama croissant aja deh, Mbak."

"Nggak mau pesen makanan? Lo nggak lapar?" tanya Rajata dengan alis sedikit terangkat.

"Enggak, lagi pengen croissant aja."

"Baik, saya ulang ya, Kak. Satu americano, satu ice tea, satu spaghetti carbonara, satu matcha latte, sama croissant. Totalnya 245 ribu, ya."

Tessa buru-buru merogoh tasnya untuk mengambil dompet, tapi Rajata sudah lebih dulu mengeluarkan uang.

"Eh, kan tadi gue bilang gue yang traktir!" protes Tessa sambil menatap Rajata tak terima.

Rajata menoleh, ekspresinya santai tapi nadanya tegas.

"Pantang buat gue ditraktir cewek."

Kalimat singkat itu membuat Tessa mendadak tersipu, wajahnya sedikit memanas. Ia cepat-cepat menunduk agar Rajata tidak melihat pipinya yang memerah.

Bahkan staf kasir yang mendengar ucapan Rajata ikut tersenyum geli, wajahnya juga sedikit merona.

"Rajata... act of service banget. Pantes Liora dulu kecintaan sama dia," batin Tessa sambil melirik sekilas. Ada rasa aneh di dadanya, tapi buru-buru ia buang pikiran itu.

Saat makanan datang, Rajata langsung menyantap spageti di depannya. Lahap banget, seolah memang sudah menahan lapar sejak tadi.

"Lo... kapan tanding basketnya?" tanya Tessa, mencoba basa-basi. Suaranya sedikit pelan, ada rasa canggung—berdua sama Rajata di luar kampus ataupun rumah rasanya agak aneh.

"Lusa. Lawan kampus Nusantara," jawab Rajata santai tanpa mengalihkan pandangan dari makanannya.

"Oh..." Tessa mengangguk-angguk kecil, memainkan sedotan matcha latte-nya.

"Kenapa? Mau nonton lo?" celetuk Rajata tiba-tiba, membuat Tessa sedikit tersedak.

"Eh? Nggak... maksudnya, ya... liat nanti deh." Tessa buru-buru meneguk minumannya, berharap wajahnya nggak merah.

Rajata menghentikan gerakan sendoknya. Tatapannya tanpa sadar tertuju pada Tessa yang sibuk menyeruput matcha latte di genggamannya. Gadis itu menatap lurus ke depan dengan mata polos, bibirnya sedikit mencium gelas, pipinya tampak menggembung lucu saat meneguk minumannya.

Tangannya reflek meraih ponsel, dan tanpa banyak pikir...

Cekrek!

"Lucu juga," bisiknya dalam hati.

Tanpa sadar, Rajata menekan tombol unggah. Foto itu kini terpampang di linimasa, dilihat banyak orang sebelum ia sempat menariknya kembali.

"Hayoloh Ja... duh, ini pasti bakal heboh gara-gara tangan iseng Rajata 😂 Jangan lupa vote & spam komen yaa, guys!"🔥🔥🔥🔥🔥

1
sjulerjn29
thor namanya sama🤭😂
jangan2...
⭐⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ 𝙿𝚊𝚝𝚛𝚒𝚌𝚔_
So switt
Rezqhi Amalia
smngt thor
SHanum
ya begitulah rasanya tidur di sofa selamat, skrg tau kan rasanya
SHanum
/Sob//Sob//Sob/
SHanum
bu Renata punya anak gadis juga loh, coba bayangan klu anak ibu yg digituin
SHanum: nnti bilangin ke bu Renata ya
Muffin: Iya yaaa nggak mikir kesana mungkin dia kak kwkw
total 2 replies
SHanum
Ya Allah jangan sampai aku dipertemukan calon mertua seperti bu Renata /Sob/
SHanum: Aamiin..
/Facepalm//Facepalm/
Muffin: Semoga yaaa kak. Semoga dipertemukan dengan mertua yang baik. Btw ini renata blm apa apa loh hehe
total 2 replies
SHanum
seperti ini yang dinamakan sahabat sllu ada baik suka maupun duka
SHanum
mulai nih breaking news/Facepalm/
Ningsih,💐♥️
baru awal jadi menantu, sudah dimusuhi mertua....
kasihan, malang benar nasibmu Tessa
Muffin: Ada rajata nnti yang jadi pahlawan kesianhannya kak hehe
total 1 replies
Opi Sofiyanti
kadang orng tuh hrs di gtu in dl y, br keluar tanggung jwb nya...
Muffin: Bener sih. Emng harus dikasih paham dulu br ngerti
total 1 replies
Opi Sofiyanti
🥰🥰🥰🥰
Dewi Ink
kasian Tessa, punya mertua kayak Renata
Muffin: Justru yang diindosiar itunudh dibuat soft banget kak. Realitanya lebih parah. Pantengin aja terus Renata nnti aku kasih paham mertua kalo di real life gimana aslinya kekw
Dewi Ink: seperti kisah indosiar/Grin/
total 3 replies
Lonafx
nahh gini kan keren si Rajata 😎 Semoga bisa selalu jadi pelindung Tessa dari mertua yg terdeteksi 'bukan mertua idaman'/Facepalm/
Lonafx: kalau nakal, getok aja palanya Thor 😅
Muffin: Semoga rajata baik terus yaa😌😌
total 2 replies
Ella
Mertua modelan bgni cocok suntik rabies klau bukan krna ulah suamimu, tesa tdk akan jdi anak yatim piatu.dasar nene garong🤣
Muffin: Nah bener, agak gatau diri emng hehe
total 1 replies
Alsyafara Khalisa
baru di awal bab udah di buat mewek aja.
Athena_25
nah loh, sport jantung nggk tuh mak lampir, ayo tess, ksh pelajaran tuh si lampir biar tau rasa🤣
Muffin: Nanti kita kasih paham dia
total 1 replies
Athena_25
oh tidakkk, bisa-bisa si juna dikirim ke pluto oleh raja 🤭
Drezzlle
semoga Tessa bisa beneran jatuh cinta dengan Rajata
Muffin: Semoga ya kak 🥹
total 1 replies
HNP
💜💜💜🌹
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!