NovelToon NovelToon
Hadiah Penantian

Hadiah Penantian

Status: tamat
Genre:Romantis / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Dokter / Tamat
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Chocoday

Riyani Seraphina, gadis yang baru saja menginjak 24 tahun. Tinggal di kampung menjadikan usia sebagai patokan seorang gadis untuk menikah.

Sama halnya dengan Riyani, gadis itu berulang kali mendapat pertanyaan hingga menjadi sebuah beban di dalam pikirannya.

Di tengah penantiannya, semesta menghadirkan sosok laki-laki yang merubah pandangannya tentang cinta setelah mendapat perlakuan yang tidak adil dari cinta di masa lalunya.

"Mana ada laki-laki yang menyukai gadis gendut dan jelek kayak kamu!" pungkas seseorang di hadapan banyak orang.

Akankah kisah romansanya berjalan dengan baik?
Akankah penantiannya selama ini berbuah hasil?

Simak kisahnya di cerita ini yaa!!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chocoday, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Meminta Restu

Aku mengangguk, "kayaknya sih gitu A. Soalnya setau neng emang cuman ada dia di rumah, terus abang juga yang bawa aku ke rumah sakit pas dia baru pulang kerja."

"Kamu gak bilang apa-apa sama abang kamu?" tanya Hanif.

Aku menggelengkan kepala lalu menjawab, "kalau neng bilang nanti neng dibilang ngadu dan malah makin memperkeruh rumah tangga abang sama teteh. Terus juga neng gak mau mereka berantem terus, makanya neng gak bilang siapapun bahkan orang tua neng aja gak ada yang tua. Pokoknya selain Aa, gak boleh ada yang tau tentang hal ini."

Hanif mengangguk dengan senyumannya, "tapi kamu sadar gak sih? kalau abang kamu tetep tau ini kelakuan istrinya kalaupun gak kamu kasih tau?"

Aku mengangguk, "abang pasti sadar. Apalagi kita juga udah berantem beberapa hari ini. Terus juga abang yang udah minta aku pindah secepatnya."

"Neng, percaya sama Aa kalau itu bukan kemauan abang kamu. Itu hanya terpaksa akan keadaan," ucap Hanif.

Aku menggelengkan kepala, "gak tau A. Neng gak bisa bedain cara bicara abang yang serius sama yang hanya pura-pura karena takut dengan istrinya."

"Ya udah gak apa-apa. Pokoknya sekarang sembuh dulu aja, besok Aa mau ajakin kamu ke suatu tempat kalau hari ini dapet izin dari bapak sama mamah buat kenalin kamu ke orang tua aa," ucapnya.

"Mau bawa aku kemana?" tanyaku.

"Nanti juga kamu tau," jawabnya dengan senyuman.

Setelah makan siang, aku sudah diperbolehkan untuk pulang. Bapak dan mamah juga sudah ada di ruangan kembali.

"Pak, Mah, Hanif mau bicara sebentar boleh?" tanyanya.

Bapak mengulas senyumannya, "gimana kalau Hanif ikut aja ke rumah bapak di kampung terus nanti bicaranya di sana."

Hanif menoleh padaku. Aku mengerdikkan bahu tidak tahu.

Hanif kembali menoleh pada bapak lalu mengangguk setuju untuk mengikuti mobil bapak pulang ke kampung.

Setibanya di rumah, Bapak langsung mengajaknya untuk mengobrol di ruang tengah. Laki-laki itu sedikit gugup ketika pertama kalinya masuk ke rumah gadis yang didekatinya.

Aku menyajikan air minum dengan beberapa cemilan yang diberikan mamah sebelumnya. Setelahnya duduk di samping Hanif yang terlihat kikuk seketika.

"Kenapa? gugup ya?" bisikku diangguki laki-laki itu.

"Neng gak boleh ngetawain, nanti kamu bakal lebih gugup kalau ketemu orang tuanya hanif," ucap bapak langsung membuatku terdiam. Hanif sontak terkekeh pelan mendengarnya.

Hanif sempat menoleh padaku lalu tersenyum. Laki-laki itu kembali menoleh pada bapak dan juga mamah.

"Pak, Mah, sebenernya Hanif ataupun neng belum lama kenal. Kita bahkan baru sekitar w bulanan mengenal, tapi rasanya Hanif gak mau lama-lama lagi. Ya walaupun kata orang bahkan kata neng sendiri pernah bilang kalau Hanif bisa dapatkan yang jauh lebih baik. Tapi menurut Hanif, neng yang terbaik yang dikasih sama Allah," ucap Hanif.

"Kedatangan Hanif ke sini bukan sekedar mau kenalin diri ke bapak sama mamah, tapi mau menyampaikan keseriusan hanif juga. Kita belum ada obrolan untuk selanjutnya sih tapi menurut hanif, kalau minta restu bapak sama mamahnya dulu itu lebih baik dan biar lebih nyaman buat dijalani juga," sambungnya.

"Sekalian mau minta izin kalau minggu nanti mau ajak neng ketemu sama orang tua dan bahkan mungkin keluarga hanif yang lainnya," sambungnya lagi.

Bapak sempat menoleh padaku, lalu mengangguk paham dengan omongan Hanif.

"Hanif, bapak gak pernah membatasi neng buat kenal sama siapapun. Bapak juga akan tenang dan insyaallah bisa merestui kamu dan juga gadis kecil bapak ini untuk melangkah ke hubungan yang lebih serius," jawab bapak membuatku menoleh pada Hanif dengan simpulan senyuman.

"Bapak sebenernya gak pernah memilih calon menantu harus yang berpangkat atau berseragam atau bahkan yang seperti apapun itu. Cukup yang menghargai orang tua neng, menyayangi neng, dan memperlakukannya dengan baik serta bisa membimbing neng ke jalan yang lebih baik lagi," sambung bapak.

"Emang neng selama ini bandel ya pak?" tukasku.

Bapak terkekeh, "tuh Hanif!! Kamu juga harus siap ladenin sikapnya yang begitu."

Hanif ikut terkekeh mendengarnya, pasalnya sudah beberapa kali aku juga melakukan hal yang sama padanya.

"Bapak dan mamah insyaallah merestui kalian. Tapi dengan satu syarat,"

"Apa syaratnya pak?" tanya Hanif, "insyaallah hanif bisa laksanakan."

Bapak mengulas senyumannya, "bapak kayak minta sajen aja."

Hanif terkekeh mendengarnya.

"Bapak cuman minta sama kamu, kalau keluarga kamu gak menerima keadaan gadis bapak dan kamu juga udah gak bisa memperjuangkannya, kembalikan gadis bapak dengan cara yang baik juga ya!" pinta bapak membuatku terdiam.

Hanif mengangguk, "insyaallah hanif bakal jaga baik amanat bapak, kepercayaan bapak, anak gadis bapak, serta memperjuangkan hal yang Hanif ingin jalani."

Bapak mengangguk dengan senyumannya.

Sorenya, Hanif pamit pulang. Aku juga sempat menghubungi ibu kost yang dikenalkan Hanif kemarin karena besok baru akan mulai pindahannya.

Tentu, ibu Sita sama sekali tidak keberatan. Apalagi memang aku dikenalkan oleh Hanif, ibu sita bahkan tidak segan-segan memperlakukan aku seperti pada Hanif.

Hanif sudah siap dengan jaket dan juga helm-nya, "aa pamit dulu ya! Besok kalau mau dibantuin beres-beres hubungi aja."

"Mau dimarahin sama bapak bantu beres-beres di kamar kost?" tanyaku membuat laki-laki itu terkekeh pelan.

"Enggak deh. Nanti bisa-bisa lampu hijaunya diganti jadi merah, bia bahaya," ucapnya membuatku terkekeh pelan.

"Ya udah kalau gitu Aa pamit ya! Besok kabarin kalau udah pindahan." Aku mengangguk mengiyakan lalu melambaikan tangan padanya.

Aku kembali masuk ke rumah, membantu mamah menyiapkan makan malam. Sedangkan bapak mengantarkan mobil lebih dulu ke rumah adik dari mamah.

Saat makan malam tiba, Aku sudah menyajikan masakan mamah di meja makan. Pria paruh baya itu mengulas senyumannya melihatku, "gadis bapak sebentar lagi jadi istri orang. Bapak sama mamah gak bakal bebas ketemu kamu."

"Ya ampun pak. Kalian bisa bebas lah ketemu aku, dikira aku di penjara gak bebas ketemu kalian," ucapku membuat keduanya terkekeh.

"Hanif itu kerja apa neng? Kok dia waktu itu ada di rumah sakit?" tanya bapak.

"Dia kerja di bagian makanan, di dapur," jawabku.

"Chef? Emang di rumah sakit ada restoran? pake ada chef segala," tanya bapak.

"Bukan Chef, pak. Tapi ahli gizi, kalau Aa sih biasanya yang bikin resep makanan buat pasien," jawabku.

Bapak manggut-manggut paham, "oh jadi yang waktu itu diomongin sama teteh sepupu kamu itu dia ya?"

Aku mengangguk mengiyakan.

"Kenapa bisa kenalan sama dia?" tanya mamah, "kok bisa cowok seganteng Hanif naksir sama kamu."

Aku mendelik mendengarnya, "emang anak gadis mamah ini jelek?"

"Iya mamah ini. Anak gadis bapak secantik ini malah dibilang begitu," ujar bapak.

"Tapi gimana awal kenal kalian?" tanya bapak mengulang pertanyaan mamah.

1
Chocoday
Ceritanya dijamin santai tapi baper
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!