Damien Ximen, pengusaha dingin dan kejam, dikelilingi pengawal setia dan kekuasaan besar. Di dunia bisnis, ia dikenal karena tak segan menghancurkan lawan.
Hingga suatu hari, nyawanya diselamatkan oleh seorang gadis—Barbie Lu. Sejak itu, Damien tak berhenti mencarinya. Dan saat menemukannya, ia bersumpah tak akan melepaskannya, meski harus memaksanya tinggal.
Namun sifat Damien yang posesif dan pencemburu perlahan membuat Barbie merasa terpenjara. Ketika cinta berubah jadi ketakutan, akankah hubungan mereka bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Di sisi lain, Fashion World.
Barbie melangkah masuk ke lobi perusahaan dengan penuh percaya diri. Hari itu ia mengenakan kemeja biru muda yang dimasukkan rapi ke dalam celana bahan hitamnya, dipadukan dengan blazer hitam yang membingkai tubuh rampingnya dengan elegan. Rambut panjangnya diikat setengah, menampilkan aura profesional yang menawan.
Seorang pria paruh baya berjas abu-abu menunggunya di pintu masuk lantai kerja. Ia tersenyum ramah begitu melihat Barbie mendekat.
“Nona Barbie Lu,” ucap pria itu sambil menyalaminya. “Saya Tuan Wang, pengurus utama perusahaan ini. Mari, saya perkenalkan Anda kepada rekan-rekan kerja Anda.”
Barbie membalas salamnya dengan sopan, lalu berjalan mengikuti Tuan Wang menuju ruang kerja desain utama. Sesampainya di sana, semua karyawan yang sudah menunggu berdiri menatapnya dengan rasa penasaran.
Tuan Wang menepuk tangan untuk menarik perhatian mereka. “Perkenalkan, ini adalah Nona Barbie Lu, desainer baru perusahaan kita untuk kota ini,” ucapnya dengan nada bangga. “Saya berharap kalian semua bisa bekerja sama dengan baik dengannya.”
Barbie menatap mereka sambil tersenyum, berusaha menenangkan detak jantungnya yang sedikit gugup. “Nama saya Barbie Lu… panggil saja Barbie,” sapanya ramah.
“Selamat bergabung dengan kami, Barbie,” balas dua pria dan dua wanita karyawan di sana dengan serempak. Suasana tampak hangat hingga tiba-tiba, sebuah suara sinis memecah kehangatan itu.
“Barbie?” panggil seorang wanita berambut panjang ikal yang mengenakan dress panjang tanpa lengan berwarna beige elegan. Wanita itu menatap Barbie dari atas ke bawah dengan senyum kecil penuh sindiran di sudut bibirnya.
Barbie menoleh. Begitu matanya bertemu dengan wanita itu, senyum di bibirnya langsung menghilang. Tatapannya menjadi datar dan dingin. Eliza…
“Aku tidak menyangka kita akan bekerja sama di sini,” ucap Eliza dengan suara lembut namun nadanya tajam. “Ternyata kamu adalah desainer baru di perusahaan ini.”
Barbie menatap Eliza sambil menahan senyum sinis. “Dunia ini memang kecil,” balasnya pelan namun tegas. “Bahkan di sini pun aku harus berjumpa denganmu.”
Tuan Wang menatap mereka bergantian dengan rasa penasaran. “Eliza, kau dan Barbie saling kenal?”
Eliza menoleh pada Tuan Wang sambil tersenyum manis, namun matanya menatap Barbie dengan penuh ejekan. “Bukan hanya kenal, Tuan Wang… kami bahkan sangat kenal. Dalam hal apa pun… Barbie selalu kalah dariku.”
Barbie mendengus kecil, menahan tawa sinis. Ia menatap Eliza dengan tatapan tajam. “Kalau hanya dalam hal godaan… memang kau pemenangnya,” ucap Barbie pelan namun menusuk. “Aku dilahirkan bukan untuk menggoda pria. Jadi aku mengaku kalah padamu dalam hal itu.”
Wajah Eliza menegang sesaat mendengar sindiran Barbie, namun ia segera menutupi dengan senyum palsu. “Barbie, aku tahu kau tidak suka padaku,” ucap Eliza sambil duduk di kursi kerjanya dengan angkuh. “Tapi di sini kita adalah rekan kerja. Karena kau karyawan baru, bagaimana kalau aku sebagai senior… mengajarimu?”
Barbie menatap Eliza dengan tatapan dingin tanpa emosi. “Tidak perlu,” jawabnya singkat. “Terima kasih atas tawarannya.”
Ia lalu menoleh pada Tuan Wang yang sejak tadi memperhatikan interaksi mereka. “Tuan Wang… di mana meja kerjaku?” tanyanya tegas.
Tuan Wang segera tersenyum dan mengangguk. “Barbie, di sini meja kerjamu,” ucapnya sambil berjalan dan menunjuk sebuah meja desain yang posisinya cukup strategis di dekat jendela besar dengan pemandangan kota. “Selamat bekerja. Jika ada yang kamu butuhkan, jangan ragu menjumpai saya.”
“Terima kasih, Tuan Wang,” ucap Barbie dengan sopan. Ia menarik napas panjang sebelum duduk di kursi barunya. Matanya menatap ke arah Eliza dengan dingin.
Eliza melangkah mendekati meja kerja Barbie dengan langkah angkuh sambil membawa secangkir minuman, Suara hak tingginya bergema di ruangan, menarik perhatian beberapa karyawan yang pura-pura sibuk menatap layar komputer mereka.
“Barbie…” panggil Eliza sambil menyilangkan tangan di depan dadanya. Tatapannya penuh ejekan. “Apakah kau sengaja datang ke sini?”
Barbie menoleh pelan, menatap Eliza dengan mata datar tanpa emosi. “Kedatanganku ke sini untuk bekerja, "jawabnya tegas. “Bukan untuk hal lain.”
Eliza tersenyum sinis, mencondongkan tubuhnya mendekati Barbie yang masih duduk. “Karena dia ada di sini… jadi kau berniat mendekatinya lagi, kan?” tanyanya dengan nada meremehkan. “Kau ingin dia kembali padamu, bukan?”
Barbie mendengus pelan sambil menatap layar komputernya, berusaha menahan rasa muak yang menyesak di dadanya. “Hanya pria yang tidak setia… untuk apa aku bertindak bodoh dengan mengemis cinta pria seperti itu?”
Wajah Eliza menegang sesaat mendengar sindiran Barbie, namun ia segera menepisnya dengan tawa kecil yang terdengar angkuh. “Tapi Barbie…” ujarnya sambil menatap gadis itu dari ujung rambut hingga ujung kaki dengan tatapan merendahkan. “Pria yang kau maksud itu adalah pria yang tidak bisa membuatmu hidup tanpanya.”
Ia menekankan setiap kata, lalu melirik ke arah pantulan dirinya di kaca jendela di belakang Barbie. Dengan bangga ia menegakkan tubuh, memperlihatkan lekuk dress tanpa lengannya yang membungkus tubuhnya dengan sempurna.
“Dari penampilan, wajah, dan tubuhku…” ucap Eliza sambil tersenyum sinis, menatap Barbie penuh kemenangan. “…kau bukan tandinganku.”
Barbie menatapnya lama. Sorot matanya tajam, namun bibirnya melengkung membentuk senyum tipis yang misterius.
“Kau benar, "ucapnya pelan dengan nada menenangkan seolah tak terusik sedikit pun oleh ejekan wanita itu. “Aku memang bukan tandinganmu… karena aku tidak bermain di levelmu.”
Melihat Barbie mengabaikannya begitu saja membuat dadanya semakin panas.
Tanpa peringatan, Eliza menumpahkan minumannya tepat ke arah Barbie. Cairan panas itu membasahi blazer hitam Barbie, meninggalkan noda di kain mahalnya.
“HEI!” bentak Barbie sambil berdiri cepat. Suaranya yang lantang mengejutkan semua rekan kerja di ruangan itu. Mereka menoleh dengan mata terbelalak menatap kejadian tersebut.
Barbie menatap Eliza dengan mata tajam berkilat, rahangnya mengeras menahan emosi. “Apa yang kau lakukan, ha?!”
Namun Eliza hanya tersenyum kecil sambil menutup mulutnya pura-pura kaget. “Maaf… aku tidak sengaja…” ucapnya dengan suara lembut penuh kepalsuan. “Jangan marah ya…”
Barbie mengepalkan tangannya begitu kuat hingga buku jarinya memutih. Napasnya memburu menahan amarah. “Dengar baik-baik, Eliza…” ucapnya pelan namun tajam, menatap mata Eliza dalam-dalam. “Kalau aku tidak mengusikmu… maka jangan pernah coba-coba mengusikku.”
Eliza tertawa kecil sambil menepuk pundak Barbie pelan dengan sikap meremehkan. “Apa kau tahu…” ucapnya dengan suara pelan namun penuh sindiran, memastikan hanya Barbie yang mendengarnya. “…pria yang mencampakkanmu dulu itu… sekarang adalah manager kita.”
Barbie menatapnya tajam, alisnya berkerut. “Manager?” tanyanya dengan suara gemetar menahan keterkejutan.
Eliza menyeringai puas melihat ekspresi Barbie. “Jangan pura-pura tidak tahu…” ucapnya sambil mencondongkan tubuhnya mendekati telinga Barbie. “…Jimmy yang dulu kau cintai… sekarang atasan kita di sini.”
Barbie menahan napasnya. Dunia seolah berhenti berputar beberapa detik. Jimmy… di sini?
damien pokoknya hrs jagain barbie trs yaaa ..titip barbie sampai bab nya end heheheh
bqrbie emg ank nya david ya...tp ko knp gk mau ngurus yaaa....pasti gara2 emak nya si eliza niihhhh....