NovelToon NovelToon
Tertawan Diantara 2 Takdir

Tertawan Diantara 2 Takdir

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Poligami
Popularitas:5.4k
Nilai: 5
Nama Author: Septi.sari

Lama menghilang bak tertelan bumi, rupanya Jesica, janda dari Bastian itu, kini dipersunting oleh pengusaha matang bernama Rasyid Faturahman.

Sama-sama bertemu dalam keadaan terpuruk di Madinah, Jesica mau menerima tunangan dari Rasyid. Hingga, tak ingin menunggu lama. Hanya berselisih 1 minggu, Rasyid mengitbah Jesica dipelataran Masjidil Haram.

Namun, siapa sangka jika Jesica hanya dijadikan Rasyid sebagai yang kedua.

Rasyid berhasil merobohkan dinding kepercayaan Jesica, dengan pemalsuan jatidiri yang sesungguhnya.

"Aku terpaksa menikahi Jesica, supaya dia dapat memberikan kita putra, Andini!" tekan Rasyid Faturahman.

"Aku tidak rela kamu madu, Mas!" Andini Maysaroh.

*

*

Lagi-lagi, Jesica kembali ketanah Surabaya. Tanah yang tak pernah ingin ia injak semenjak kejadian masa lalunya. Namun, takdir kembali membawanya kesana.

Pergi dalam keadaan berbadan dua, takdir malah mempertemukanya dengan seorang putra Kiyai. Pria yang pernah mengaguminya waktu lalu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21

~Rumah sakit Malang~

Andini saat ini sudah ditangani didalam ruangan IGD, dan Rasyid kini duduk termenung tanpa ekspresi bersama Adan~sang Sopir.

Sebelum dokter keluar, Rasyid bangkit untuk mencoba menelfon kedua orang tuanya.

"Hallo, Yah! Ini Rasyid berada di rumah sakit!" ucap Rasyid.

📞 "Di rumah sakit? Siapa yang sakit, Rasyid?" suara Tuan Gio terdengar menahan cemas.

"Andini, Yah! Tadi dia datang kerumahnya Jesica. Dia masih tidak terima dengan gugatan yang Rasyid layangkan. Hingga, dia menggoreskan beling pada pergelangan tanganya. Dan berakhir lah disini," jabar Rasyi merasa geram kembali.

📞 "Apa? Dasar anak itu selalu menyusahkan saja! Lalu, apa kamu juga akan mengikuti ucapan istrimu itu?" Tuan Gio akan sedikit khawatir, takut jika putranya akan kembali percaya kepada Andini.

"Nggak, Yah! Perceraian akan tetap berjalan! Nanti aku akan menelfon kedua orang tuanya terlebih dulu!" jawab Rasyid yang masih teguh dalam pendiriannya.

📞 "Rasyid, bagus! Tapi, saran Ayah ... Beritahu orang tua Andini, setelah lusa gugatanmu selesai! Papah tidak ingin, kedua orang tuanya menggagalkan perceraianmu! Dengan keadaan Andini yang seperti ini, itu akan memudahkan kamu dalam persidangan! Ya sudah, sampai bertemu besok di pengadilan!"

Rasyid kembali menyimpan ponselnya. Ia beranjak ketempat semula, begitu pintu ruangan itu terbuka.

"Dengan keluarga Ibu Andini?"

"Saya, Dok!" Rasyid mendekat, namun wajahnya menolak untuk khawatir.

"Untung segera dibawa kerumah sakit. Karena lukanya cukup dalam, akibat tekanan dari beling itu. Tapi syukurnya, luka itu tidak memotong urat nadinya. Pasien masih belum sadar, mungkin pukul 9 malam nanti." Jabar Dokter tadi.

Rasyid kembali menatap Adnan. "Adnan, kamu tungguin disini! Saya ada sedikit urusan!"

"Baik, Aden!" Adnan bangkit, namun ia kini terduduk lagi begitu Majikannya pergi. Kedua bahunya luruh, merasa lelah untuk seharian tadi.

Beberapa jam kemudian,

Didalam ruangan, Andini mulai mengerjabkan pandanganya perlahan. Ia tersadar, mengedarkan pandangan keseluruh ruang. Sambil meringis nyeri, ia menatap kearah sofa. Tapi bukan Rasyid yang tidur, melainkan ... "Hei ... Ngapain disini?!" teriak Andini menatap Adnan yang tertidur nyenyak diatas sofa.

Dan kebetulan, waktu sudah menunjukan tengah malam, jam 11 an.

Pluk!!!

Andini menyambar bungkus tisu dari nakas, dan langsung ia lemparkan kearah Adnan dengan kencang. Hingga, reflek Adnan terbangun dengan jantung berdetak kencang. Sambil memegangi kepalanya yang berdenyut nyeri, ia menatap Andini dengan kesal.

"Ngapain kamu diruang saya?" teriak Andini kembali.

"Sejujurnya saya juga ogah banget! Berhubung saya digaji Aden ... Ya, saya hanya mengikuti perintahnya." Cerca Adnan menatap muak.

"Dimana suami saya, ha?" Andini masih tidak terima ketika tidak Rasyid langsung yang menungguinya.

"Mana saya tahu! Ya sudah, saya mau pulang saja! Enakan tidur di rumah, dari pada disini panas!" gerutu Adnan sambil melenggang keluar.

Andini menatap kekanan kiri, namun ia lupa jika tasnya masih tertinggal dirumahnya Jesica. "Ck!! Pake acara tertinggal segala, hah ...." desahnya kasar merasa frustasi.

*

*

*

Pagi itu, setelah Jesica selesai membantu Mbak Luroh memasak, tiba-tiba perutnya terasa kram. Hingga, membuat Jesica menahan kesakitan dengan keluarnya keringat dingin.

"Mbak, ini perutku kok sakit ya?! Awh ...." rintih Jesica kembali.

Mbak Luroh cepat-cepat mematikan kompornya. "Ya Allah, Ning Jesica kenapa? Ayo istirahat dulu!" wanita setengah baya itu membantu Jesica untuk duduk.

Namun, sakitnya semakin menusuk kencang. Hingga, Jesica sampai memucat bahkan nyaris pingsan.

"Ya Allah, Ning ...." Luroh bergegas mencari Umi Khadijah, namun wanita tua itu tidak ada didalam kamarnya. Mungkin, Umi Khadijah sedang berkeliling pesantren.

Luroh kembali kedepan, melihat Yusuf yang baru saja masuk entah dari mana, ia seketika menghampirinya.

"Ada apa, Mbak?" tanya Yusuf agak mengernyit.

"Mas yusuf, itu ... Ya Allah, Ning Jesica mau pingsan!" saking cemasnya, hingga Luroh tidak mampu mengolah kalimatnya.

Deg!

"Apa?" Yusuf tersentak. Dengan cepat ia masuk menuju ruang makan. Dan benar saja, ia melihat Jesica yang menahan sakit perutnya sampai pucat.

Sementara didepan,

"Assalamualaikum ... Kok sepi ya?" Huda baru saja tiba dikediaman rumah orang tuanya. Ia langsung masuk, karena pintu terbuka.

Semakin ia berjalan masuk, kali ini menuju dapur, siapa tahu sang Umi dan Jesica sedang memasak bersama. Tidak lupa, pria itu juga membawakan bingkisan yang saat ini ia genggam.

Namun ketika ia melihat dari dalam, mbak Luroh memapah tubuh lemas Jesica, seketika bingkisan itu terjatuh dengan sendirinya.

Bug!!

"Astaqfirullahaladzim ...." reflek Huda, hingga kini ia mendekat. "Apa yang terjadi? Ayo, Mbak Luroh ... Kita bawa ke mobil saya saja!" Huda panik setengah mati.

Yusuf yang baru keluar untuk mengambil kunci mobil, sontak wajahnya berubah agak kecewa, ketika melihat sang kakak kini menatap khawatir, bahkan sangat peduli membantu Jesica.

"Suf, nanti kamu bilang sama Umi, kalau Jesica Mas bawa ke rumah sakit!" ucap Huda kepada sang adik.

Yusuf yang masih mematung diambang pintu, hanya mengangguk lemah. Wajahnya datar sekali, namun ekor matanya masih melekat kearah mobil sang kakak yang membawa Jesica.

'Mas Huda sepertinya sangat peduli dengan Jesica! Apa mereka sudah pernah mengenal sebelumnya?!' Yusuf mencoba menormalkan perasaanya, lalu segera masuk kedalam kembali.

Perasaanya jujur tidak tenang. Entah mengapa melihat wanita blesteran itu kesakitan ia tidak tega.

8 tahun hidup dalam kesendirian, membuat Yusuf hidup dalam dilema. Selama itu, ia belum pernah memiliki kekasih lagi, semenjak di tinggal nikah oleh kekasihnya dulu. Namun setelah ia bertemu Jesica, rupanya membuat dinding pertahanannya hampir runtuh.

Meskipun sama-sama putra Kiyai, namun Yusuf dan Huda, ia lebih memilih mengembangkan bisnisnya sendiri. Bahkan, ia kerap kali menolak, ketika banyak orang yang memanggilnya dengan sebutan 'Gus'. Ia tidak ingin dipuji, ataupun diagungkan dengan sebutan kalimat tersebut. Jadi, oleh sebab itu keduanya lebih memilih tinggal sendiri.

*

*

'Ya Allah ... Semoga bayinya Jesica baik-baik saja! Lindungilah mereka berdua,' gumam batin Huda, yang kini duduk dengan perasaan tidak tenang.

Dari arah depan, terlihat dua pasangan suami istri, kini tampak mengernyit, kala melihat Huda duduk termenung. Dengan itu, keduanya langsung bergegas mendekat.

"Mas Huda? Apa ada yang sakit?"

Huda tersadar. Ia sontak bangkit mencoba memaksakan senyumannya. "Hafsah ... Bastian, kalian juga ada disini?" Huda agak gugup, 'Nggak! Aku nggak akan biarkan Bastian tahu tentang Jesica.'

"Ini, Mas ... Aku mau USG! Mas sendiri?" Hafsah mengusap perutnya, yang kini susah membesar.

"Em-Itu ... Itu, saya lagi nganterin santrinya Umi ada yang sakit." Jawab Huda sambil melirik kearah Bastian.

Bastian sejak tadi hanya diam. Namun netranya cukup menelisik keadaan dibalik pintu ruangan IGD itu. Melihat dari cara Huda berbicara, Bastian seakan tahu, jika ada sesuatu yang disembunyikan pria itu.

"Mas ... Sudah yuk!" Hafsah menarik lengan suaminya. "Mas Huda ... Kami duluan, ya!"

"Iya Hafsah," jawab Huda singkat.

Begitu kepergian dua orang tadi, pintu ruangan itu baru terbuka. Seorang perawat wanita keluar.

"Sus, bagaimana keadaan pasien?" tanya Huda yang saat ini sudah berdiri didepan pintu.

"Anda suaminya, Pak? Jika iya ... Nanti Anda tunggu dokter datang terlebih dahulu. Mungkin pukul 9 baru tiba. Keadaan pasien, hanya kram ringan biasa, Pak! Semuanya baik-baik saja! Untuk lebih jelasnya, nanti pihak Dokter yang akan menjelaskan. Saya permisi," papar Perawat tadi.

"Baik, terimakasih Sus!" Melihat perawat tadi sudah pergi, Huda dan Mbak Luroh segera masuk kedalam.

Jesica tersenyum lemah, dengan jarum infus yang melekat pada punggung tanganya. "Terimakasih, Mas Huda ... Mbak Luroh!" lirihnya.

Huda mengangguk pelan. Ia tidak mampu menyembunyikan rasa harunya. Ia berjalan dua langkah lebih dekat, "Bagaimana perasaanmu, Jesica?"

"Alhamdulillah, sudah agak mendingan, Mas! Semoga saja nanti sudah dibolehkan pulang!" timpal kembali Jesica. Ia tidak begitu nyaman melihat keadaanya saat ini.

1
evi carolin
hadeh keliatannya berat sebelah ni rasyid trlalu mengutamakan keluarga kasian kamu jesica walau gemana pun kamu pst banyak mengalah dan dikalahkan
Septi.sari: iya kak kasian 🤧🤧🤧
total 1 replies
Khoirun Nisa
lanjut ka
Septi.sari: syukron bintangnya kak🙏❤❤❤❤
total 1 replies
Nisa_Flour01
aku mampir nihh, jangan lupa di back ya Thor
Nisa_Flour01
aku bingung gimana jelasinnya. intinya semangat Thor. update lagi yaww

jangan lupa mampir dan react balik yaaa. thank you
Septi.sari: syukron kak nisa.🙏🙏🙏❤❤❤
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!